PEMBUKAAN SEKOLAH LAPANG UNTUK PETAMBAK PINRANG
Penulis: Abdillah Yunus (Fasilitator Lokal AIP Kawasan Minapolitan Lowita, Kab. Pinrang)
Berbagi ilmu dan pengalaman dapat memperkaya pengetahuan. Hal ini tentunya berlaku untuk semua hal, termasuk berbagi ilmu dan pengalaman seputar budidaya udang windu yang menjadi salah satu mata pencaharian penting di Pinrang. Tersebutlah Prof. Hatta Fattah, sang konseptor kawasan minapolitan Kabupaten Pinrang, yang memiliki ide untuk membuat Sekolah Lapang sebagai tempat edukasi nonformal dan ajang berbagi untuk para petambak udang windu di Pinrang.
Pembudidaya yang paham betul terhadap teknis kultur dan pemanfaatan pakan alami Phronima (endemik khas Kec. Suppa yang dapat meningkatkan produktivitas udang windu) untuk skala kecamatan dan kabupaten, boleh dikata bisa dihitung jari. Untuk itu, karena phronima telah menjadi solusi, maka para pembudidaya lain yang tidak paham harus dilatih untuk paham. Nah, menurut Prof. Hatta, cara untuk membuat mereka paham, harus dari petani ke petani dan dilakukan di lapangan. Harapannya, semua petambak di Kabupaten Pinrang paham tentang Phronima dan dapat mengambil manfaat untuk mengoptimalkan hasil budidaya udang windu mereka.
Tanggal 25 Februari 2016 lalu adalah kali pertama Sekolah Lapang ini dibuka dan bahkan diresmikan langsung oleh Bupati Pinrang A. Aslam Patonangi. Tak hanya itu, kegiatan ini juga dihadiri oleh perwakilan petambak dari 6 kecamatan pesisir di Kabupaten Pinrang dan beberapa pemangku kepentingan perikanan seperti, staf program akuakultur dari WWF-Indonesia, Kepala Bidang Perikanan Budidaya Provinsi, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Pinrang, Pimpinan Wilayah PT. Atina, perwakilan Balai Penelitian Perikanan Pantai (Balitkanta) Maros dan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Maros.
Sekolah Lapang perdana dilaksanakan pada tanggal 3 Maret 2016 pukul 14.00 WITA. Walaupun pertemuan pertama ini berlokasi di pematang petambak dari hamparan kelompok Phronima 1, di bawah terpal dan beralaskan tikar seadanya, para peserta yang hadir nampak antusias siap menerima pengetahuan baru. Perwakilan dari kelompok Phronima 1 Baharuddin mengisi materi dengan menyampaikan prinsip dasar pembudidayaan udang windu dengan menggunakan pakan alami Phronima. Pertemuan tersebut dipandu oleh perwakilan DKP Kab. Pinrang Sunarso dan didampingi oleh Prof. Hattah Fattah.
Pada penjabaran Baharuddin, teknik pemeliharaan udang windu yang diaplikasikan oleh kelompok Phronima 1 pada intinya adalah kultur Phronima. Keberhasilan budidaya hingga pada tahapan panen ditentukan oleh keberhasilan kultur Phronima pada tahap persiapan lahan. Peserta yang hadir begitu bersemangat dengan materi yang disampaikan hingga jalannya materi seringkali diselingi dengan pertanyaan langsung oleh petambak dari kecamatan lain. Namun, penjabaran Baharuddin menjadi melebar dan tidak terstruktur karena langsung menanggapi pertanyaan yang datang tiba-tiba. Sunarso selaku moderator kembali mengarahkan jalannya materi dan mengimbau kepada petambak lain untuk menahan dulu pertanyaan untuk diutarakan pada saat sesi tanya-jawab.
Materi yang disampaikan oleh Baharuddin mengenai proses kultur Phronima pada pertemuan pertama Sekolah Lapang ini sama dengan apa yang telah ia ungkapkan sebelumnya kepada saya sebagai fasilitator lokal WWF-Indonesia. Beberapa hal di antaranya adalah seputar persiapan lahan, metode pemberian pupuk petambak udang windu tradisional, dan metode kultur Phronima (pakan alami). Sebagai fasilitator lokal untuk kegiatan perbaikan praktik budidaya udang windu di Pinrang, saya pun turut membantu Sekolah Lapang dalam mengorganisasi pembudidaya, merangkap notulis, dan pemateri. Better Management Practice (BMP) Budidaya Udang Windu lah yang menjadi pegangan selama pemberian materi kepada para peserta.
Tak hanya selesai pada pertemuan pertama, Sekolah Lapang tentunya akan kembali digelar dengan materi dan tempat yang berbeda pula. Sekolah Lapang kali kedua akan dilaksanakan di Kecamatan Lanrisang. Sampai jumpa di pertemuan Sekolah Lapang selanjutnya!