NELAYAN GALE-GALE JADI PEJUANG LAUT
Suasana malam masih begitu gelap, masih terlalu dingin untuk beranjak, tapi tidak demikian untuk Usman Kader (39 tahun), seorang nelayan di Desa Gale-Gale, Kecamatan Seram Utara Barat, Kabupaten Maluku Tengah. Di sepertiga malam, ia telah bersiap menuju pesisir pantai menyiapkan segala perlengkapan untuk menangkap ikan. Selama 16 tahun, Usman telah menggeluti profesi nelayan, beberapa jenis alat tangkap telah ia gunakan, seperti pancing ulur, jaring insang hanyut maupun jaring insang dasar. Sejak tahun 2014, Usman aktif menangkap ikan menggunakan jaring insang dasar dengan alat bantu kompresor. Semenjak itu pula, Usman sering menangkap hewan laut yang dilindungi seperti penyu sisik (Eretmochelys imbricata), dan akar bahar (Anthiphates spp).
Kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat mengenai satwa dilindungi seperti jenis mamalia laut (dugong, lumba-lumba, paus), penyu, pari manta, hiu dan akar bahar membuat Usman dan para nelayan lainnya masih melakukan penangkapan hewan dilindungi tersebut. Secara hukum status perlindungan penuh untuk semua jenis penyu tercantum dalam UU No. 5 Tahun 1990, P.106 MenLHK Tahun 2019, dan SE MEN KP No. 526 Tahun 2015. Penyu merupakan salah satu hewan laut yang dilindungi baik berdasarkan ketentuan hukum nasional maupun internasional, keberadaannya terancam punah karena faktor alam maupun aktivitas manusia.
Juli 2018, Usman mengikuti kegiatan yang diselenggarakan WWF-Indonesia sebagai mitra pelaksana dari Proyek USAID SEA, yaitu Kegiatan Konsultasi Publik Pembentukan Calon Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (KKP3K) Seram Utara dan Seram Utara Barat (Serutbar) di Masohi, Maluku Tengah. Usman sangat menentang adanya pembentukan KKPD ini. Penentangan tersebut dikarenakan Perairan Pulau Tujuh yang masuk dalam wilayah KKPD adalah lokasi dimana nelayan Desa Gale-Gale menggantungkan hidup untuk mencari ikan dan untuk menghidupi keluarganya.
“Kalau wilayah ini sudah dijadikan area konservasi dimana lagi katong (kami) harus mencari ikan. Pemerintah bilang harus lestarikan ikan-ikan untuk anak cucu kedepan, terus bagaimana dengan kehidupannya katong untuk saat ini. Sebagai orang tua yang sekarang tangkap ikan, supaya 10 atau 20 tahun kedepan katong pung (punya) anak-anak tidak lagi menangkap ikan seperti katong,” ujar Usman saat mengutarakan alasannya menentang adanya KKPD.
Usman mulai menyadari pelanggaran-pelanggaran yang telah ia lakukan setelah mengikuti kegiatan sosialisasi tentang Penanggulangan Penangkapan Ikan yang Merusak di Pulau Isau pada 5 Desember 2019 yang diselenggarakan oleh PSDKP Ambon (Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan). “Ternyata pemerintah melarang merusak ekosistem laut semata-mata untuk kebaikan katong semua di hari esok” ungkap Usman. Sejak saat itu, Usman tidak pernah lagi menggunakan jaring insang dasar dan alat bantu kompresor untuk menangkap ikan. Kini, Usman telah beralih menjadi nelayan pancing tonda, salah satu alat tangkap ikan yang ramah lingkungan untuk menangkap ikan pelagis besar seperti ikan tuna, dan menggunakan pancing ulur untuk menangkap ikan demersal. Tak jarang, banyak warga yang melontarkan kritikan terhadap Usman. Beberapa masyarakat beranggapan bahwa Usman terlalu takut kepada aturan-aturan yang dibuat oleh Pemerintah, sehingga tidak lagi melakukan penangkapan yang biasa ia lakukan sebelumnya.
Pemahaman Usman pun kian bertambah setelah mengikuti kegiatan Pelatihan Pejuang Laut Proyek USAID SEA di Kota Ambon. Usman mulai memahami tentang pentingnya konservasi perairan, ia pun bertemu dengan pejuang laut dari desa dan provinsi lain yang memiliki visi yang sama, yaitu melestarikan ekosistem laut dengan pembentukan Kawasan Konservasi Perairan demi perikanan yang berkelanjutan. Usman juga mulai mengajak masyarakat khususnya nelayan Desa Gale-Gale untuk tidak merusak lingkungan, menjaga ekosistem laut dan tidak lagi menangkap hewan laut yang dilindungi. Selain itu, ia juga mulai melakukan pendekatan kepada nelayan pengguna jaring insang dasar dan alat bantu kompresor agar berhenti menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan tersebut.
Walaupun saat ini, masih ada nelayan belum sepenuhnya menghentikan kegiatan penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan, Usman meyakini dengan usaha dan pendekatan yang ia lakukan terus menerus dapat mengubah perilaku nelayan pengguna kompresor lainnya untuk ikut sadar seperti dirinya dan tidak menggunakan kompresor lagi, karena selain dapat merusak ekosistem laut, penggunaan kompresor secara terus menerus juga berdampak negatif terhadap kesehatan.
Dalam mendukung aksi pejuang laut seperti Usman, WWF-Indonesia bersama dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku serta otoritas penegak hukum, tengah mendorong penyusunan dokumen Rencana Aksi Daerah (RAD) dan pembentukan forum tindak pidana penanggulangan aktivitas penangkapan ikan yang merusak di Provinsi Maluku yang ditargetkan akan efektif pada akhir tahun 2020. Tujuan dari penyusunan dokumen dan forum ini adalah sebagai payung hukum dan kolaborasi antara pemerintah provinsi dan daerah dalam upaya penanggulangan dan mengurangi adanya penangkapan ikan yang merusak di Provinsi Maluku.