MISI PENYELAMATAN BADAK SUMATERA
Oleh: Hijrah Nasir
Matahari masih rendah ketika tim memasuki Resort Balik Bukit yang berada di dalam Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS). Dengan carrie di punggung, tim memasuki jantung hutan hujan tropis di ujung selatan Sumatra untuk mencari keberadaan mamalia besar paling terancam punah yaitu Badak Sumatera. Tim yang terdiri dari WWF, YABI, Masyarakat Mitra Polhut (MMP), dan Petugas Balai Besar TNBBS berkolaborasi melakukan survei okupansi dan trajectory selama 15 hari untuk menemukan tanda keberadaan Badak Sumatera.
Kawasan Resort Balik Bukit termasuk ke dalam wilayah Zona Perlindungan Intensif bagi Badak Sumatera tepatnya di bagian tengah TNBBS. Kondisi topografi berbukit yang masuk ke dalam gugusan perbukitan BBS dengan ketinggian mencapai 1.000 mdpl dan kemiringan 200 - 800 menjadi tantangan tersendiri bagi tim. Di beberapa bagian terdapat dinding tebing curam dan juga tingkat curah hujan yang cukup tinggi terkadang menyulitkan tim untuk melakukan survei. Dalam survei okupansi ini, tim terkadang diharuskan untuk memotong kontur perbukitan dan menuruni lembah dalam kondisi hujan, yang menyebabkan jalur yang dilalui licin dan berbahaya. Namun semangat untuk menjalankan misi penyelamatan Badak Sumatera selalu memberi harapan dan semangat baru.
Survei okupansi adalah metode yang digunakan untuk menentukan tingkat hunian satwa Badak Sumatera berdasarkan tanda – tanda keberadaan yang ditinggalkan seperti jejak, kotoran, bekas pakan, dll. Pada lokasi dengan temuan yang diyakini badak dilakukan pemasangan camera trap untuk memastikan keberadaan badak dan mendapatkan bukti visual. Sementara trajectory dilakukan dengan mengikuti tanda-tanda keberadaan satwa badak. Saat tim menemukan tanda baru maka tim akan mengikuti tanda tersebut guna menemukan bukti keberadaan badak yang lebih lengkap jika memungkinkan hingga pertemuan langsung.
Dari serangkaian upaya yang dilakukan untuk menyelamatkan Badak Sumatera di TNBBS, tim menemukan temuan yang cukup meyakinkan. Meskipun belum terpantau dengan camera trap, namun dari hasil okupansi yang dilakukan, ditemukan tanda-tanda keberadaan badak berupa tapak, kotoran di aliran anak sungai kecil dan bekas pakan. Temuan ini ditindaklanjuti dengan melakukan trajectory. Sayangnya dari hasil trajectory, tim hanya berhasil menemukan tapak dan kotoran pada jalur trajectory yang dilakukan. Tingginya curah hujan dan kondisi permukaan tanah yang basah dapat segera menghapus jejak sehingga menyulitkan tim untuk melanjutkan survei. Tetapi tetap dilakukan pemasangan camera trap untuk mendapatkan bukti lebih lanjut.
Tidak hanya menemukan tanda-tanda keberadaan Badak Sumatera, tim juga menemukan tanda-tanda keberadaan satwa lain seperti beruang madu, tapir, harimau dan rusa. Dari hasil pengamatan, temuan masih didominasi oleh tanda keberadaan tapir yang bisa ditemukan pada setiap segmen pengamatan, baik berupa jejak, kotoran, maupun bekas pakan.
Meskipun TNBBS ditetapkan sebagai Tropical Rainforest Heritage Site (TRHS) oleh UNESCO, ancaman bagi keberadaan satwa di kawasan ini masih belum berkurang. Bukti perburuan masih ditemukan di beberapa lokasi survei, ditandai dengan ditemukannya bekas-bekas camp pemburu dan camp pencari ikan yang sudah ditinggalkan. Meskipun Resort Kubu Perahu merupakan zona inti TNBBS, namun ancaman masih ditemukan meskipun sangat minim.
Sayangnya, Badak Sumatera sebagai satwa purba yang tersisa masih mengalami ancaman perburuan dan fragmentasi habitat karena “rumah” mereka yang semakin menyempit akibat konversi lahan dan tingginya aktifitas illegal di dalam hutan yang mendesak mereka untuk bergerak pada lokasi lokasi terisolir yang sulit untuk dijangkau sehingga menurunkan tingkat deteksinya oleh tim survei. Oleh karena itu, survei ini merupakan bagian dari misi penyelamatan Badak Sumatera di TNBBS, yang membutuhkan upaya intensif dan komprehensif untuk memastikan bahwa keberadaan mereka terlindungi di alam.