MICRO HYDRO MENJADI ENERGI TERBARUKAN YANG SOLUTIF DI KABUPATEN PESISIR BARAT
Dari rumpun pepohonan di pinggir sungai yang cukup tinggi, kami bisa mendengar suara air terjun. Kami berjalan mendekat ke sungai tempat lokasi pemasangan micro hydro yang selama 3 tahun ini membantu penerangan masyarakat desa Sukabanjar yang berada di Kabupaten Pesisir Barat Lampung itu. Kami harus mengendarai motor sekitar setengah jam dari jalan desa terakhir dan melanjutkan perjalanan dengan menelusuri perbukitan. Udara yang masih sejuk dan alami menjadi hadiah perjalanan kami pagi itu.
Sepuluh micro hydro terpasang dan membantu menerangi 185 rumah dengan kapasitas 500 kW di desa itu. Ketiadaan sumber listrik dari PLN di desa itu membuat masyarakat sangat bergantung pada energi alternatif terbarukan, khususnya micro hydro dan panel surya. Desa Sukabanjar merupakan salah satu desa yang berbatasan dengan TNBBS, Hutan Lindung, dan Hutan Produksi Terbatas. Menurut masyarakat, jejak harimau masih sering ditemukan di wilayah ini. Sementara gajah sudah jarang ditemui. Salah satu warga bahkan menceritakan bahwa di tahun 1994, kawanan gajah sering mendatangi pemukiman masyarakat. Namun selama dekade terakhir, tak satupun gajah yang mendatangi pemukiman atau kebun mereka lagi. Praktek perkebunan kelapa sawit di lahan warga juga dianggap telah mempengaruhi habitat gajah.
Sejak tahun 2015, masyarakat desa Sukabanjar dan WWF Indonesia membangun komitmen bersama untuk mendukung pelestarian hutan yang menjadi sumber mata air dari sungai dimana mereka memanfaatkan micro hydro. Mesin micro hydro ini merupakan dukungan dari Toyota dan WWF sebagai bentuk komitmen dalam mendukung program energi terbarukan di desa penyangga Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Letak desa yang berdekatan dengan TNBBS menjadikan peran masyarakat sangat penting untuk ikut menjaga kelestarian dari hutan taman nasional.
Melalui kemitraan ini, masyarakat diharapkan tidak merambah hutan sehingga pasokan air ke sungai tetap stabil dan tidak menggangu micro hydro yang mereka manfaatkan.
Sungai yang berada di kawasan Hutan Produksi Terbatas yang merupakan penyangga TNBBS tersebut dulunya merupakan areal perambahan yang ditanami dengan kopi.
“Ada 100 Ha areal hutan yang dipulihkan. Masyarakat menanam tanaman jengkol dan pala. Sehingga kondisi hutannya mulai membaik saat ini. Itu juga mempengaruhi sungai dimana kami memasang micro hydro. Walaupun ada banjir bandang, micro hydro tetap bisa dimanfaatkan.” Terang Eli Suheli yang merupakan ketua kelompok PLTMH ini. Masyarakat menilai bahwa program PLTMH ini sangat bermanfaat bagi mereka.
Sebelum adanya PLTMH ini, warga Sukabanjar menggunakan diesel dengan mengisi solar minimal 2 liter permalam dengan pengeluaran rata-rata Rp 600.000/bulan. Dengan menggunakan micro-hydro, mereka hanya perlu membayar Rp 50.000/bulan untuk biaya perawatan yang dibayarkan tiap bulannya ke pengurus kelompok.
Saat ada PLTMH, manfaat dirasakan langsung oleh masyarakat antara lain membantu aktivitas ekonomi masyarakat. Dengan adanya listrik, kini ibu-ibu di desa Sukabanjar yang sebelumnya menggiling kopi dengan cara manual kini dapat menggiling kopi dengan mesin penggiling. Penerangan dari PLTMH ini juga membantu anak-anak sekolah agar bisa belajar di malam hari. Selain itu, masyarakat kini sudah bisa menggunakan mesin air tanpa harus berjalan jauh ke sungai untuk mengambil air. Masyarakat pun mengaku bisa mendapatkan informasi baru dengan adanya TV di rumah mereka.
WWF mengajak masyarakat untuk memulihkan kondisi hutan di wilayah itu. PLTMH yang terbarukan dan berbiaya murah mampu menerangi masyarakat desa dan menjaga kelestarian hutan di Bukit Barisan Selatan.