MEMERANGI PEREDARAN ILEGAL SATWA LIAR DILINDUNGI
PONTIANAK – Di Kalimantan Barat cukup marak terjadi kejahatan terhadap Tumbuhan dan Satwa Liar (TSL) dilindungi, seperti pemeliharaan, perburuan, maupun perdagangan ilegal. Untuk mengurangi kasus-kasus tersebut, WWF-Indonesia Program Kalimantan Barat bekerjasama dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat dan sejumlah LSM menggelar “Pelatihan Investigasi Peredaran Ilegal Jenis Satwa Liar Dilindungi di Kalimantan Barat” selama tiga hari, di Pontianak.
Kejahatan terhadap TSL (wildlife crime) di Indonesia, dalam sepuluh tahun terakhir, sudah menjadi isu nasional yang sering diperbincangkan di berbagai forum ilmiah, kebijakan dan media. Ada lima komponen dasar yang merupakan pemicu wildlife crime, yaitu satwa liar (wildlife), pelanggaran dan/atau kejahatan (offence), komoditas perdagangan satwa liar (commodity), tingkatan-tingkatan perdagangan (level of trade), dan nilai perdagangan (value).
Perdagangan ilegal satwa liar dilindungi ini juga diyakini ikut mendorong proses kepunahan satwa secara signifikan, selain dari faktor hilangnya habitat dan bahaya penyebaran penyakit yang berasal dari satwa (zoonosis). Menurut International Enforcement Agency (IEA), nilai perdagangan global satwa liar menempati urutan kedua setelah narkotika. Urutan ketiga adalah perdagangan gelap senjata dan emas. Pemerintah Indonesia melalui Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam menyatakan bahwa nilai kerugian Negara akibat perdagangan ilegal satwa liar mencapai lebih dari 9 triliun per tahun (PHKA, 2009).
“Modus peredaran ilegal satwa liar, saat ini terus berkembang. Para pemburu, pedagang, atau penyelundup selalu mencari celah yang aman dari deteksi aparat penegak hukum. Berbagai modus tersebut seperti teknik pengangkutan satwa dilindungi yang mengelabui petugas, upaya suap, mencari rute transportasi yang aman, menggunakan beking/pihak pendukung, dan perantara. Dengan mengetahui berbagai modus peredaran ilegal satwa liar dilindungi merupakan salah satu kunci dalam mendeteksi dan menyelidiki adanya indikasi peredaran ilegal satwa,” kata Kepala Balai KSDA Kalimantan Barat, Sustyo Iriyono.
Namun, upaya penyelidikan terhadap indikasi ataupun tindak pidana kejahatan di bidang satwa membutuhkan suatu keahlian khusus. Keahlian di bidang investigasi dan pembangunan jaringan kerja merupakan kunci sukses di dalam menemukan bukti kejahatan. Jaringan kerja yang dibekali dengan pengetahuan investigasi akan mengungkap bukti kuat dari berbagai indikasi yang muncul. Keahlian ini bisa dipelajari dan terus dilatih untuk mengasah kemampuan insting petugas.
“Pelatihan investigasi ini ditujukan untuk memberikan pemahaman terhadap peraturan tentang perlindungan satwa dilindungi di Indonesia, termasuk konvensi-konvensi internasional yang telah diratifikasi oleh Indonesia, memberikan pelatihan dasar-dasar investigasi dan pembangunan jaringan intelijen untuk membongkar peredaran ilegal satwa liar dilindungi, memberikan pelatihan tentang cara mengidentifikasi satwa dilindungi yang hidup maupun bagian-bagiannya, serta mengaplikasikan sistem monitoring berbasis smartphone,” papar Pawan-Kubu Landscape Leader, WWF-Indonesia Program Kalimantan Barat, Ian M. Hilman.
Setelah mengikuti pelatihan, diharapkan para peserta yang terdiri dari BKSDA yang terdiri dari Polisi Kehutanan (POLHUT), Penyuluh Kehutanan, Pengendali Ekosistem Hutan (PEH), Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepatt (SPORC), dan sejumlah LSM, mendapatkan gambaran yang jelas tentang peredaran ilegal satwa liar dilindungi, mendapat pengetahuan tentang investigasi peredaran ilegal satwa liar dilindungi, mengetahui teknik-teknik pembangunan jaringan kerja untuk memperoleh informasi dan target yang ditetapkan, dapat melakukan identifikasi satwa dalam kondisi hidup dan bagian-bagiannya, memahami berbagai modus tindak kejahatan terhadap satwa liar dilindungi yang diterapkan oleh para pelaku di lapangan, dapat membangun jejaring kerja dan hubungan komunikasi yang berkelanjutan antara para aparat penegak hukum dan mitra dalam pengungkapan kejahatan lingkungan, khususnya kejahatan yang menyangkut TSL di Indonesia, serta mampu mengaplikasikan sistem monitoring online.
“Melalui upaya peningkatan kapasitas dalam bidang investigasi, harapannya tingkat kejahatan terhadap TSL dapat dikurangi, sehingga dapat menjamin keberlangsungan populasi TSL dilindungi di alam, termasuk perlindungan habitatnya di Kalimantan Barat,” pungkas Ian.
Untuk informasi lebih lanjut, bisa menghubungi:
Ian M. Hilman| Pawan-Kubu Landscape Leader, WWF-Indonesia Program Kalimantan Barat
Jl. Karna Sosial Gg. Wonoyoso II No. 3 – Pontianak
HP: +62 811-5780-080 | Email: ihilman@wwf.id