MELESTARIKAN KECANTIKAN PULAU KOON DENGAN MENERAPKAN PARIWISATA BERKELANJUTAN
Oleh: Siti Yasmina Enita-Communication Officer SEA Project
Ratusan destinasi wisata disajikan dari Barat hingga Timur - dari darat hingga ke laut, membuat hampir semua orang berbondong-bondong menjelajahi indahnya alam dan budaya Indonesia. Salah satunya terletak di sebuah pulau kecil di Timur Kepulauan Maluku. Keberadaan sumberdaya laut yang berlimpah menjadikan Pulau Koon sebagai area yang berpotensi untuk pengembangan perikanan dan pariwisata berkelanjutan.
Hasil studi yang dilakukan WWF-Indonesia menunjukan adanya peningkatan jumlah wisatawan yang datang ke Pulau Koon dari tahun 2016 hingga saat ini. Terutama kunjungan kapal wisata atau liveaboard, dimana tujuan utama wisatawan adalah untuk menyelam di perairan sekitar Pulau Koon. “Perairan Koon memiliki alam bawah laut yang sangat menarik untuk wisata penyelaman, selain itu terdapat beberapa pantai dengan pasir putih yang sangat indah termasuk pantai pulau Koon, untuk itu perlu kita jaga dan dikelola dengan baik” ungkap Ansar Wattimena, Raja Muda Kataloka.
Raja Petuanan Kataloka, yang merupakan petuanan adat dari wialyah Pulau Gorom, Pulau Garogos, dan juga Pulau Koon, melakukan perlindungan sumberdaya perairan Pulau Koon berbasis kearifan lokal dengan membuat larangan penangkapan atau pengambilan sampai waktu yang ditentukan, yang dikenal dengan istilah Ngam atau Sasi.
Untuk memberikan insentif kepada masyarakat Kataloka setelah diterapkannya Ngam, maka Sejak tahun 2016 Lembaga Adat Wanu Ataloa (LEAWANA) representatif dari petuanan Kataloka bekerja sama dengan PT. SEI dan Jaringan Kapal Rekreasi Indonesia (JANGKAR) menerapkan sistem pembayaran jasa lingkungan atau Payment Ecosystem Services (PES). Mekanisme ini mengharuskan pembayaran bagi setiap wisatawan yang masuk ke perairan Pulau Koon dengan Kapal Wisata/Liveaboard. Hasil dari mekanisme tersebut kemudian dimanfaatkan untuk perlindungan kawasan dan kebutuhan masyarakat Kataloka lainnya.
Seiring dengan peningkatan jumlah wisatawan di Pulau Koon, WWF-Indonesia sebagai mitra pelaksana Proyek USAID Sustainable Ecosystems Advanced (USAID SEA) membantu mendorong masyarakat maupun pemerintah untuk meningkatkan pengelolaan pariwisata di Pulau Koon dan sekitarnya. “Karena akses yang terbatas, kebanyakan wisatawan datang dengan kapal wisata (liveaboard), yang tentunya bukan kapal wisata dari Pulau Koon namun dari tempat lain seperti Papua Barat, Nusa Tenggara Timur, dll. Hal ini tentunya membuat masyarakat lokal tidak merasakan keuntungan dari kegiatan pariwisata tersebut, padahal segala aktivitas yang wisatawan lakukan di perairan Koon akan berdampak ke masyarakat lokalnya” ujar Veronica Louhenapessy (Marine Tourism Officer, WWF-ID) pada saat Workshop Pengembangan Wisata Bahari di Kantor Dinas Pariwisata Provinsi Maluku (26/9).
Kegiatan Workshop Pengembangan Wisata Bahari ini juga dihadiri oleh Renold Papilaya, Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan – Universitas Pattimura, salah satu tim pengembangan wisata di Raja Ampat dan Ranny dari WWF-ID yang ikut serta membantu Taman Nasional Komodo dalam pengelolaan wisata bahari.
“Dengan mendatangkan ahli yang berpengalaman diharapkan kami serta tim dari Dinas Pariwisata Provinsi Maluku dapat belajar banyak dalam proses pengembangan wisata di Pulau Koon. Kegiatan ini juga diharapkan dapat memberikan rekomendasi tentang manajemen pengelolaan pariwisata bahari Pulau Koon yang melibatkan masyarakat atau Community Based Tourism (CBT), sehingga masyarakat dapat menerima manfaat secara langsung dari pengelolaan kawasan konservasi Pulau Koon” jelas Umi Kalsum Madaul, Marine Tourism Officer SEA Project Indonesia.