KAWASAN KONSERVASI KEPULAUAN DERAWAN DAN TUN MUSTAPHA PARK: KUNJUNGAN PERTUKARAN PERTAMA UNTUK PERBAIKAN EKOSISTEM DAN PEMBELAJARAN KOLABORATIF DI BENTANG LAUT SULU-SULAWESI
Bentang Laut Sulu-Sulawesi, yang termasuk wilayah Malaysia, Indonesia dan Filipina, merupakan rumah bagi keanekaragaman hayati laut yang beragam dan produktif di dunia. Namun, adanya peningkatan populasi yang pesat, pembangunan yang tidak berkelanjutan, serta meningkatnya risiko perubahan iklim, telah membuat ekosistem pesisir dan mata pencaharian yang mendukung hal tersebut berada dalam tekanan yang sangat besar.
Melalui latar belakang tersebut, proyek Ocean Governance yang didukung oleh Uni Eropa melaksanakan inisiatif perbaikan ekosistem di wilayah tersebut. Inisiatif ini mencakup restorasi terumbu karang di Tun Mustapha Park (TMP), Sabah, Malaysia, Kawasan Konservasi Kepulauan Derawan, Indonesia, dan restorasi mangrove di Pulau Balabac, Filipina. Kawasan-kawasan tersebut memegang peran penting bagi keanekaragaman hayati laut dan masyarakat pesisir yang menggantungkan hidupnya pada laut. Oleh karena itu, metode restorasi disesuaikan dengan keadaan kawasan masing-masing.
Untuk terus meningkatkan pengelolaan kawasan konservasi di kawasan tersebut, proyek ini telah melaksanakan sejumlah dialog dan menciptakan peluang untuk saling berjejaring. Salah satunya adalah kunjungan pertukaran di kawasan konservasi antara Kawasan Konservasi Kepulauan Derawan, Indonesia, dan Tun Mustapha Park, Sabah, Malaysia, yang berlangsung pada tanggal 14 - 18 Agustus 2023. Kunjungan tersebut terdiri dari pertukaran pembelajaran, lokakarya pemantauan terumbu karang, dan juga kunjungan lapangan yang bertujuan agar dapat saling bertukar pikiran dan pengetahuan tentang rehabilitasi terumbu karang dengan rock pile di Kawasan Konservasi Kepulauan Derawan. Setiap sesi melibatkan pemangku kepentingan terkait, termasuk para pengelola kawasan konservasi laut, NGO, komunitas lokal, sektor swasta, serta perwakilan masyarakat dari Kepulauan Derawan dan Tun Mustapha Park.
Pertukaran Pembelajaran dan Lokakarya Rehabilitasi Terumbu Karang
Pertukaran pembelajaran ini dirancang untuk mendorong adanya dialog mengenai metode restorasi dan rehabilitasi terumbu karang, pengelolaan kawasan konservasi, keterlibatan masyarakat, praktik perikanan dan pariwisata berkelanjutan, pengawasan, dan kebijakan perlindungan laut yang efektif. Platform dialog ini diselenggarakan melalui pertukaran pembelajaran yang bertujuan untuk membangun dan memperkuat jejaring antar kawasan konservasi laut. Pada hari kedua kunjungan, diadakan lokakarya pemantauan restorasi karang untuk mengetahui perkembangan restorasi terumbu karang di Taman Tun Mustapha dan Kawasan Konservasi Kepulauan Derawan. Lokakarya ini dihadiri oleh Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir Laut (BPSPL) Pontianak, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalimantan Timur, Dinas Perikanan Kabupaten Berau, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Berau, Pemerintah Kampung Pulau Derawan, Pengawas Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Ibu-Ibu PKK, dan perwakilan kelompok masyarakat yang terlibat dalam proyek rehabilitasi terumbu karang di Kawasan Konservasi Kepulauan Derawan.
Perkembangan Rehabilitasi Terumbu Karang di Kawasan Konservasi Kepulauan Derawan
Joni Ramadani, perwakilan kelompok masyarakat di Kepulauan Derawan mengatakan, “Berdasarkan pemantauan kesehatan terumbu karang di Kawasan Konservasi Kepulauan Derawan pada tahun 2021, secara umum persentase tutupan karang keras yang hidup adalah sebesar 32,80%. Angka ini menunjukkan bahwa kondisi kesehatan terumbu karang ini berada pada kategori sedang, yaitu 35 - 40,9%”.
“Tetapi kerusakan terumbu karang tersebut diduga akibat pengeboman, dan jangkar kapal wisata dan nelayan yang ditemukan di beberapa tempat. Oleh karena itu, untuk memperbaiki ekosistem terumbu karang ini diperlukan metode rehabilitasi yang sesuai untuk Pulau Derawan,” imbuhnya.
Di Kawasan Konservasi Kepulauan Derawan, Yayasan WWF Indonesia bekerja sama dengan para pemangku kebijakan dan masyarakat, menggunakan metode rockpile untuk merehabilitasi terumbu karang di beberapa kawasan yang sudah dipilih, yaitu Gusung Senggalau Utara, Gusung Senggalau Timur, dan Karang Tebba Binga. Berdasarkan dari hasil pemantauan menunjukkan bahwa struktur rock pile dapat menyediakan substrat (landasan) alami untuk melekatkan planula karang pada tiga lokasi rehabilitasi tersebut. Rata-rata kepadatan karang keras yang menempel pada rock pile adalah 2,4 koloni per meter persegi pada Mei 2023, atau 10 bulan setelah pembangunan rock pile. Selain itu, melalui pemantauan tersebut juga menunjukkan peningkatan rekrutmen karang dan pembentukan koloni karang baru, serta kelimpahan ikan dan biomassa ikan.
Perkembangan Restorasi Terumbu Karang di Taman Tun Mustapha
Di Malaysia, proyek restorasi karang terus berkembang. Sejalan dengan metode rehabilitasi terumbu karang yang dilakukan di Pulau Derawan, metode MARRS Reef Star (RS) diterapkan di Taman Tun Mustapha. Saat ini, ada 980 unit rangka RS dengan 14.700 fragmen karang telah dipasang di tiga lokasi berbeda dengan karakteristik lokasi dan kondisi perairan berbeda-beda, meliputi area taman seluas sekitar 800 meter persegi.
Empat ratus unit rangka RS dipasang di Maliangin Kechil (Site A) dan selanjutnya 300 unit RS di Pitas Floating Coral Bar (Site B), melalui kerja sama dengan operator tur lokal bernama Archangel Borneo Holidays Sdn Bhd. Selanjutnya ada sebanyak 280 unit RS dipasang pada tanggal 27 hingga 29 Juni 2023 di Site C, yang juga terletak di Maliangin Kechil. Dua puluh unit RS juga telah diserahkan kepada tim di Semporna untuk menguji coba MARRS Reef Star, dan hingga saat ini restorasi dengan RS masih terus dilakukan hingga nantinya dapat membuahkan hasil dari restorasi yang telah dilakukan ini. Pada banyak hal, proses persiapan dan pemasangan RS ini melibatkan masyarakat lokal yang kemudian menjadi katalisator pemberdayaan masyarakat sekitar, sehingga dapat menciptakan sebuah efek riak.
Banyak peran masyarakat lokal yang terlibat dalam proses restorasi karang MARRS ini, mulai dari fabrikasi, pelapisan, hingga pemasangan RS. Adapun peran lokal tersebut antara lain dari Sabah Parks, WWF Malaysia, komunitas lokal sekitar Tun Mustapha Park yang berpartisipasi secara sukarela, dan beberapa perwakilan akademisi, serta mahasiswa dari Universiti Malaysia Sabah (UMS).
Seluruh lokasi restorasi dipantau secara berkala oleh komunitas penyelam dari Banggi Coral Conservation Society (BCCS) dan Kudat Turtle Conservation Society (KTCS), tim peneliti dari Sabah Parks, serta WWF Malaysia. Perwakilan dari UMS juga sering dilibatkan dalam konsultasi dan memberikan masukan terhadap upaya restorasi ini. Pekerjaan restorasi di Taman Tun Mustapha juga akan berpotensi menambah jumlah dan luasan, karena Sabah Parks juga akan segera meluncurkan Program Adopsi Karang melalui situs web yang dirancang untuk para pelestari dan pecinta karang.
Membangun Kolaborasi dan Melakukan Perubahan Inspiratif
Topik-topik seperti pengelolaan kawasan konservasi kelautan, perikanan, pariwisata dan pemberdayaan masyarakat di kawasan konservasi juga dibahas secara luas oleh perwakilan dari masing-masing disiplin ilmu yang menghadiri kunjungan pertukaran antar pengelola kawasan konservasi. Melalui kegiatan pertukaran ini, tim Derawan dan Tun Mustapha dapat membangun jejaring yang langgeng.
Para peserta asal Malaysia sangat terkesan dengan kebersihan dan pengelolaan secara efisien yang dilakukan di Kawasan Konservasi Kepulauan Derawan. Selain itu, keramahan dan kehangatan yang diberikan oleh masyarakat pulau tersebut juga sangat mengundang perhatian. Terutama, para peserta mendapat kesempatan berharga untuk berdiskusi dengan Kepala Kampung Pulau Derawan dan mendapatkan pengetahuan yang unik. Pertemuan ini menjadi sumber motivasi yang kuat bagi seluruh peserta sepanjang sisa acara. Para peserta dari Malaysia, khususnya, menyatakan antusiasme yang kuat untuk menerapkan beberapa praktik yang telah dipelajari di Kawasan Konservasi Kepulauan Derawan ke dalam upaya yang mereka lakukan di Taman Tun Mustapha.