KABAR GEMBIRA! SEBAGIAN EKOSISTEM TERUMBU KARANG PERAIRAN PULAU KANGGE, ALOR PULIH SETELAH 5 TAHUN PENANAMAN ROCKPILE
Oleh: Khaifin (Biodiversity Monitoring Coordinator, Lesser Sunda Subseascape, WWF-Indonesia)
Cuaca siang itu (11/05/2018) cerah berawan saat tim WWF-Indonesia menyelami perairan Desa Marisa, Pulau Kangge, Kecamatan Pantar Barat Laut, Kabupaten Alor untuk memantau proyek rockpile, sebuah upaya rehabilitasi ekosistem terumbu karang yang telah lima tahun dilaksanakan.
Pada April – Mei 2013 lalu, WWF-Indonesia bersama PT Hino Motors Manufacture menanam 9 rockpile, bangunan yang terbuat dari batu kapur, yang diletakkan pada 5-10 meter di bawah laut. Rockpile disusun membentuk balok berukuran 4x4x1 meter kubik.
Rockpile bertujuan untuk menyediakan substrat yang stabil untuk penempelan juvenile karang di lokasi yang telah rusak. Memang, utara Pulau Kangge ini dulunya merupakan ekosistem terumbu karang yang baik namun telah rusak menjadi patahan-patahan kecil karang.
Karena hanya berupa hamparan patahan karang, sedikit sekali ikan yang dijumpai di lokasi tersebut. Jadi, selain menyediakan substrat stabil bagi anakan terumbu karang untuk menempel, rockpile juga disusun berongga untuk menarik ikan-ikan untuk berlindung di dalam bangunan.
Dengan kondisi perairan yang cenderung keruh dan jarak pandang tak lebih dari 7 meter, kami hampir tidak mengenali bangunan rockpile karena sudah berubah dari 5 tahun sebelumnya.
Batu kapur sudah hampir tidak terlihat dan tertutup dengan biota bentik yang didominasi karang lunak dan karang keras. Sangat kontras dengan kondisi di sekeliling rockpile yang dipenuhi hamparan patahan karang.
Rockpile juga ditinggali ratusan ikan kecil dari family Pomacentridae (damselfish), Labridae (ikan Wrasse), Anthinidae, dan Siganidae. Sesekali, gerombolan ikan dari family Caesionidae (seperti ikan ekor kuning) juga datang dan berenang di atas dan sekeliling rockpile. Diperkirakan, pada malam hari ada banyak ikan-ikan yang aktif di siang hari yang bersembunyi di dalam rockpile.
Pemantauan rockpile sebelumnya telah dilakukan pada November 2013, sekitar 5 bulan setelah pemasangan. Hasilnya, dalam jangka waktu lima bulan tersebut, telah teramati penempelan anakan karang dengan ukuran diameter 1-120 milimeter.
Melihat kondisi rockpile di Pulau Kangge kini, rasanya tepat jika dikatakan bahwa secara visual, setelah 5 tahun, rockpile terbukti cukup efektif untuk mempercepat rehabilitasi ekosistem terumbu karang yang telah rusak. Keberhasilan ini dibuktikan dengan pertumbuhan karang lunak dan karang keras yang mendominasi di sekeliling permukaan rockpile, dan banyaknya komunitas ikan karang yang mendiami rockpile, yang meningkat jauh lebih tinggi dibandingkan sebelum adanya rockpile.
Ya, rehabilitasi ekosistem terumbu karang dengan metode rockpile telah membantu proses perbaikan ekosistem terumbu karang yang telah rusak. Tidak salah, bahwa metode ini dipilih karena dianggap paling efektif untuk menyediakan substrat stabil bagi anakan karang pada lokasi yang terumbu karangnya rusak berat.
“Lima tahun lalu, kami bergotong royong mulai dari proses pengumpulan batu kapur, memindahkannya ke lokasi pemasangan, hingga penceburan, dan penyusunan bangunan di bawah laut, untuk memperbaiki laut kita,” kenang salah satu warga Desa Marisa, masyarakat yang mendiami pulau yang berbatasan laut dengan Desa Kayang, Allumang, dan Lamma di Pulau Pantar.
Keberhasilan proyek rockpile tak lepas dari peran aktif masyarakat Pulau Kangge, yang menyesali bahwa dahulu, mereka masih menangkap ikan dengan cara-cara tidak ramah lingkungan– seperti bom.
Sejak diperkenalkan budi daya rumput laut, perlahan masyarakat Pulau Kangge beralih menjadi pembudidaya rumput laut. Sampai saat ini, budidaya rumput laut masih menjadi sumber mata pencaharian utama masyarakat Pulau Kangge.
Oleh sebab itu, dalam pelaksanaan proyek rockpile, kami juga memfasilitasi pelatihan dalam pembuatan produk olahan dengan bahan dasar rumput laut bagi ibu-ibu Desa Marisa.
Rockpile sangat direkomendasikan sebagai metode yang efektif untuk diaplikasikan dalam upaya rehabilitasi ekosistem terumbu karang yang telah rusak. Tentunya, dibarengi dengan pelibatan masyarakat lokal dalam upaya keberhasilan rehabilitasi ekosistem terumbu karang. Karena merekalah yang kelak terus menjaga perairannya agar tetap lestari hingga masa depan.