INDONESIA MENUJU PARIWISATA YANG EFISIEN GUNAKAN ENERGI
Oleh: Ciptanti Putri
Pariwisata merupakan industri yang bersifat cross-cutting; satu sisi para wisatawan mengharapkan obyek wisata alam selalu dalam kondisi hijau, namun di sisi lain aktivitas industri pariwisata menimbulkan dampak penurunan kualitas lingkungan jika tidak dikelola dengan baik. Oleh karena itu, pelayanan para pelaku industri pariwisata yang pro lingkungan dan less carbon serta perilaku hijau dari para wisatawan menjadi kunci keberlangsungan industri ini.
Demikian sekilas rangkuman dari Director of Policy, Sustainability and Transformation WWF-Indonesia, Budi Wardhana, dari penyelenggaraan seminar setengah hari bertajuk “Peran Hotel dalam Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan” yang berlangsung Senin (30/3) pagi hingga siang lalu di Hotel DoubleTree Cikini, Jakarta. Kegiatan tersebut menandai berakhirnya sebuah program tentang upaya penghematan energi dan gas karbon pada industri perhotelan lewat audit yang alokasi hasil penghematannya ditujukan bagi kerja konservasi alam. Program bernama “Tourim Energy Efficiency Investment Program” (TEEIP) tersebut diinisiasi oleh WWF-Indonesia pada pertengahan 2013 lalu dengan melibatkan mitra-mitra dari Kementerian Energi dan Sumber Daya RI, Kementerian Pariwisata RI, Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN), dan para pelaku industri pariwisata, khususnya perhotelan.
Seminar diawali paparan dari keynote speaker Shinta Kamdani, Wakil Ketua Bidang Lingkungan Hidup dan Perubahan Iklim KADIN Indonesia, yang mengapresiasi inisiatif WWF-Indonesia tersebut. Menurutnya, TEEIP berhasil mensinergikan berbagai kepentingan menuju pariwisata yang berkelanjutan. “Implementasi nyata di lapangan dan kerja sama semua pihak dapat mewujudkan kondisi tersebut. KADIN optimis target kedatangan 10 juta wisatawan akan tercapai sesuai misi KADIN menuju perekonomian Indonesia yang tangguh.”
Dalam sesi seminar, tampil empat panelis. Budi Wardhana menjadi panelis pertama yang memaparkan sejumlah fakta terkait penggunaan energi dalam operasional industri pariwisata. “Lima persen emisi gas rumah kaca diproduksi oleh industri pariwisata. Padahal, ada banyak cara untuk berhemat.” Budi memberikan beberapa contoh dan trik dalam menghemat energi dalam pengelolaan usaha akomodasi, seperti pengaplikasian desain green building, pengolahan limbah sisa makanan untuk pakan ternak, sistem kelistrikan kamar mandiri, dan lain sebagainya. “Perilaku industri yang ramah lingkungan secara tidak langsung menurunkan tekanan terhadap sumber daya alam sehingga menjamin ketersediaannya bagi generasi mendatang,” tutur ia.
Pada kesempatan kedua, Maritje Hutapea, Direktur Konservasi Energi Kementerian ESDM RI, memaparkan berbagai hal mengenai pola konsumsi energi nasional serta peluang-peluang penghematannya. “Pemerintah telah menargetkan untuk pengurangan emisi gas rumah kaca hingga 26%. Sejumlah cara rencananya akan segera kami dilakukan.”
Frans Teguh, Direktur Perancangan Destinasi dan Investasi Pariwisata dari Kementerian Pariwisata RI, selanjutnya memaparkan prediksi dan tantangan berat yang akan dihadapi industri pariwisata Indonesia karena wisatawan asing sudah mulai memilah obyek wisata yang ramah lingkungan dibandingkan yang tidak. “Pariwisata memang untuk bersenang-senang, tapi mengelolanya tidak bisa senang-senang. Ini harus serius!” tegasnya. Ia juga berpendapat bahwa pariwisata harus mengikuti kaidah alam dalam beroperasi. “Seharusnya Pulau Komodo tidak setiap saat dibuka untuk umum. Ada kalanya ditutup untuk menjaga musim perkembangbiakan.”
Cyprianus Aoer, Direktur Eksekutif Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia, menjadi panelis terakhir seminar. Beliau mengungkapkan bahwa pihaknya merasa pemerintah belum serius menangani upaya penghematan energi di industri pariwisata, seperti penentuan bintang pada hotel yang seharusnya dikaitkan dengan prosedur pengelolaan energinya. “Kondisinya lebih mengenaskan karena dari 5 juta karyawan di industri pariwisata, baru 100.000 orang yang bersertifikat. Pemerintah betul-betul harus berkomitmen mengubah situasi ini."
Seminar hari itu diikuti oleh perwakilan dari Bappenas, Kementerian Perekonomian, Kementerian ESDM, Kementerian Pariwisata, Kementerian Perindustrian, BLH Provinsi Bali, KADIN, PHRI, ICED-USAID, JICA, KEHATI, Pelangi, IIEE, IESR, MASKEEI, Mitsubishi, GAHAWISRI Southpole, JCM Universitas Indonesia serta sejumlah hotel, antara lain Grand Sahid Jaya, Hotel Sultan, Menara Peninsula, Grand Mercure, Grand Mahakam, Hotel Shangrila, DoubleTree Hotel, serta Hotel Rasuna Icon. Seluruh peserta tampak aktif berinteraksi dan bertanya. Situasi yang kondusif dalam seminar tersebut menggambarkan antusiasme para pelaku industri pariwisata dan pihak yang terkait untuk bekerja bersama mewujudkan efisiensi energi dalam kepariwisataan Indonesia.