HUTAN SAMARKILANG, INISIATIF KAWASAN PERLINDUNGAN BARU DI ACEH
Ini dia Samarkilang, sebuah kawasan hutan hujan tropis di jantung Provinsi Aceh. Hutan ini berada di bagian utara Ekosistem Leuser, sebuah bentang ekosistem di Aceh yang kaya akan keragaman satwa dan jenis tumbuhan. Bak jendela, orang bisa melihat cerminan isi kekayaan ekosistem Leuser di dalam Samarkilang.
Sudah pernah mendengar sejarah gajah putih, seekor gajah yang terkenal saat Kesultanan Aceh di bawah pimpinan Sultan Iskandar Muda? Gajah putih konon berasal dari hutan Samarkilang. Itu menandakan Samarkilang telah ada sejak zaman dahulu kala, dan menjadi salah satu pusat peradaban suku Gayo di Aceh.
Sejak 2013 WWF-Indonesia telah melakukan survei keanekaragaman hayati untuk mengetahui potensi kawasan ini sebagai daerah perlindungan penting bagi satwa langka di ekosistem Leuser. Kamera jebak yang dipasang sejak 2013 telah menemukan 17 spesies satwa penting. Harimau Sumatera, beruang, macan dahan berkali-kali menampak dirinya dalam gambar-gambar yang terekam kamera jebak.
Dalam pemasangan kamera jebak selama setahun terakhir telah ditemukan 16 spesies satwa langka di hutan ini. Ada Harimau Sumatera, macan dahan, kucing hitam, kucing emas, beruang madu, telegu singgung, dan lain-lain. Tim juga kerap menemukan Orangutan Sumatera dan berbagai jenis burung di hutan. Selain itu ditemukan tanda-tanda keberadaan Badak Sumatera melalui bekas jejak dan tempat berkubang aktif.
Lokasi survei merupakan hutan hujan tropis yang didominasi pohon-pohon raksasa dari jenis Dipterocarpaceae dengan ketinggian sekitar 800 – 1200 meter di atas permukaan laut. Ada 90 ribu hektar yang memiliki potensi sangat baik untuk dikembangkan sebagai kawasan konservasi baru di Aceh. Saat ini hutan Samarkilang terdiri dari hutan lindung, hutan produksi dan areal penggunaan lain. Hutan Samarkilang berbatasan dengan Samar Gadeng, Kabupaten Bener Meriah di sebelah utara. Sebelah selatan Samarkilang berbatasan dengan Bintang, Kabupaten Aceh Tengah, sebelah barat berbatasan dengan Krueng Muara Kabupaten Aceh Utara, dan sebelah timur berbatasan dengan Serbajadi Kabupaten Aceh Timur.
Upaya melindungi Samarkilang perlu didorong bersama-sama karena selain menyimpan kekayaan satwa dan tumbuhan, hutan ini juga merupakan hulu bagi sungai-sungai yang mengalir di daerah aliran sungai (DAS) Jambo Aye yang meliputi kabupaten Aceh Utara, Bener Meriah dan Aceh Timur.
Jika hutan dirusak maka akan rentan menjadi bencana. Dulu hutan Samarkilang merupakan kawasan konsesi Hak Pengusahaan Hutan (HPH) PT Gruti dan Raja Garuda Mas. Paska HPH tutup sejak 2000, sekarang kondisi hutan Samarkilang mulai pulih kembali ditandai dengan pohon-pohon besar sudah banyak ditumbuhi, kehadiran satwa liar di sana, yang membentuk iklim mikro yang akan bermanfaat sebagai pelindung hidrologis.
Hutan Samarkilang dapat dijangkau dari Samarkilang, Kecamatan Syiah Utama, Kabupaten Bener Meriah. Kecamatan ini memiliki 11 desa dengan penduduk mencapai 1800 jiwa. Kehidupan orang Samarkilang sangat tergantung dengan hasil hutan, seperti madu, jernang, getah candan, rotan dan berburu satwa serta menangkap ikan di sungai. Perjalanan menuju Samarkilang ditempuh dengan perjalanan darat selama 2 jam dari kota Simpang Tiga Redelong. Di musim penghujan, jalan menjalan sulit karena berlumpur tebal.
WWF-Indonesia telah melakukan berbagai kegiatan untuk memperkuat upaya perlindungan Samarkilang sebagai rumah satwa spesies kunci Sumatera yang terancam punah seperti Orangutan Sumatera, Gajah Sumatera, Harimau Sumatera dan Badak Sumatera. Selain melakukan survey rutin untuk memantau kondisi satwa, WWF juga telah melakukan upaya pendampingan pendidikan lingkungan untuk sekolah di Samarkilang melalui program Education Sustainable Development. WWF juga membentuk tim masyarakat untuk patroli satwa liar yang disebut Tim Kule Patrol. Kedepan upaya WWF juga akan mengembangkan produk hasil hutan non kayu. Hal ini akan membuat masyarakat memiliki alternatif mata pencaharian yang tidak berdampak negatif pada kawasan hutan Samarkilang.