HARIMAU SUMATERA MATI TERPERANGKAP JERAT DI RIAU
Oleh: Dyah Eka Rini
Pekanbaru, 5 Juli 2011 – Seekor harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) mati terperangkap jerat di dalam konsesi perkebunan akasia PT. Arara Abadi di Kecamatan Pangkalan Kuras, kabupaten Pelalawan, Riau pekan lalu (1/7). Lokasi kejadian berada sekitar 18 km dari Taman Nasional Tesso Nilo. Berdasarkan pengamatan oleh WWF di lapangan dan informasi dari masyarakat, perangkap tersebut awalnya dipasang untuk menjerat babi hutan, namun harimau malang yang berusia sekitar berumur sekitar 1,5 tahun tersebut melintas dan terperangkap. Luka parah di kaki kanan depannya akibat jerat dan dehidrasi diduga menjadi penyebab kondisinya lemah hingga akhirnya mati.
Kematian harimau berkelamin jantan tersebut mungkin bisa dihindari jika kondisinya yang terperangkap jerat dilaporkan lebih awal. Menurut informasi masyarakat, sebetulnya harimau sudah ditemukan oleh masyarakat sejak 25 Juni 2011. WWF menerima informasi tersebut pada tanggal 30 Juni 2011 dan segera menuju ke lokasi kejadian saat itu juga. Saat sampai di lokasi, Tiger Patrol Unit (TPU) WWF dan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Riau masih menemukan harimau tersebut dalam keadaan hidup, tetapi dalam kondisi yang sangat lemah. Namun pada pukul 11.45 WIB harimau tersebut mati sebelum sempat dievakuasi.
Matinya harimau itu sangat disayangkan oleh WWF-Indonesia. Populasi harimau sumatera tersebar juga di luar kawasan lindung, termasuk di konsesi perusahaan. Di kawasan konsesi tersebut, harimau biasanya melintas untuk menuju koridor hutan lain atau untuk mencari mangsa.
Osmantri, Koordinator Tiger Patrol Unit WWF-Indonesia dan Monitoring Perburuan dan Perdagangan Satwa mengatakan bahwa keberadaan harimau di kawasan konsesi PT Arara Abadi sebenarnya sudah diketahui oleh pihak perusahaan. Perusahaan pun sudah mengetahui bahwa masyarakat sering memasang jerat babi di dalam konsesi. Namun sayangnya masih belum ada tindakan nyata yang dilakukan oleh perusahaan untuk menghimbau masyarakat agar tidak memasang jerat yang dapat membunuh satwa selain babi hutan.
Investigasi Tiger Patrol Unit WWF-Indonesia menemukan adanya indikasi bahwa bahan jerat ini terbuat dari nylon dan sling yang tidak hanya bisa digunakan untuk menjerat babi hutan, tapi juga dapat menjerat satwa lain, termasuk harimau dan beruang. “Apa jenis binatang yang ingin ditangkap sebenarnya bisa terlihat dari jenis jerat yang digunakan,” jelas Osmantri. “Untuk menghindari adanya tangkapan samping satwa-satwa dilindungi, WWF meminta agar pemasangan jerat khususnya menggunakan nylon dan sling atau sejenisnya di sekitar kawasan dengan populasi harimau, dilarang keras dan dapat dikenai sanksi”.
“Kerjasama semua pihak , baik masyarakat, perusahaan pemilik konsesi, aparat pemerintah sangat diperlukan untuk menghindari berulangnya kejadian yang sama dimasa mendatang, “imbuhnya.
Ahli konservasi WWF-Indonesia, Chairul Saleh, menambahkan bahwa seharusnya ketika perusahaan mengetahui bahwa ada harimau di konsesinya, perusahaan harusnya menerapkan praktek pengelolaan yang lebih baik (better management practices) untuk melindungi satwa kunci tersebut. “Hal yang bisa dilakukan oleh perusahaan misalnya melarang pemasangan jerat oleh siapa pun di dalam konsesinya,” katanya. WWF juga menghimbau agar investigasi kasus ini terus dilakukan dan hasil otopsi dapat ditindaklanjuti sesuai prosedur yang berlaku.