HUTAN DAN MASYARKAT SUKU TRATRA
Kampung Guryad merupakan salah satu kampung yang terdapat di Kabupaten Jayapura tepat di Distrik Unurum Guay. Kampung ini berada pada jalur jalan pemerintah Kabupaten Jayapura yang menuju ke Kabupaten Sarmi. Kampung Guryad secara geografis terletak dibagian utara Pulau Papua yang dapat ditempuh dari Kabupaten Jayapura dengan menggunakan kendaraan roda 2 dan roda 4 dengan waktu 3-4 jam perjalanan dengan melintasi beberapa perkampungan dan distrik yang masuk dalam kawasan administrasi Kab. Jayapura.
Luas wilayah adat untuk Kampung Guriat Distrik Unurum Guay adalah ± 1. 700 km2. Didalam kawasan adat suku Tratra terdapat kawasan hutan yang sangat luas dan sungai-sungai yang mengalir didalamnya yang dikuasai oleh kepala suku (ondoafi). Salah satu sungai terbesar yang berada di kawasan ini adalah sungai Tuarim yang memiliki panjang 500 m dan sungai-sungai kecil lainnya yang juga menyimpan berbagai kekayaan alam hayati dan non hayati.
Masyarakat Guay pada umumnya adalah masyarakat peramu di masa lampau dan hingga sekarang hutah masih sangat penting bagi keberlangsungan hidup mereka. Misalnya untuk mencari makan, berburu binatang liar, melindungi kepercayaan roh-roh leluhur dan kawasan sejarah dan menjadi sumber penting lainya bagi keberlangsungan kehidupan dan anak cucu
mereka.
Suku Tratra adalah salah satu sub suku dari suku besar yaitu suku Guay yang mendiami wilayah Distrik Unurunm Guay. Bahasa yang digunakan sehari-hari adalah bahasa Orya yang juga digunakan di selurh wilayah ini selain bahasa Indonesia.
Hutan dimata masyarakat suku Tratra merupakan suatu kekayaan yang sangat bernilai tinggi, karena didalamnya banyak menyimpan kebutuhan dan penopang kehidupan sehari-hari karena pada umumnya suku Tratra adalah masyarakat peramu yang hidupnya sangat tergantung pada hutan dan sungai yang berada disekitarnya seperti pada umumnya masyarakat Papua. Menurut mereka hutan dapat merupakan rumah dan tempat mencari makan serta tempat roh-roh nenek moyang mereka bersemayam,
Kawasan hutan ini pun menyimpan berbagai kekayaan alam, terutama jenis satwa liar yang merupakan penghuni hutan alam pada umumnya di hutan Papua, jenis satwa hutan ini antara lain seperti kuskus, kangguru pohon, burung cenderawasih, kasuari, babi hutan, rusa, buaya, ayam hutan (maleo), burung mambruk, kakatua, nuri, sedangkan hasil sungai berupa kura-kura, ikan sembilan, dan hasil alam lainnya berupa batu bara, batu kali, pasir sungai, keindahan alam yang sungguh luar biasa serta kekayaan alam lainnya yang tidak kalah menariknya yaitu tempat bermain burung cenderawasih disaat pagi dan sore hari. Serta beberapa jenis hewan dan tumbuhan lainya yang belum teridentifikasi dan merupakan jenis spesies endemic.
Kebanyakan kekayaan alam ini belum dimanfaatkan. Terdapat banyak temapat atau wilayah yang bagus untuk dijadikan kawasan wisata alam, seperti sumber air asin, sumber air panas, danau, air terjun, hutan pohon cemara, goa babi, gunung jarum, gunung kasuari, goa angin, tempat bermain burung cenderawasih, dan beberapa kawasan lainnya yang sangat berpontensial untuk dikembangkan menjadi kawasan wisata alam yang sangat mengagumkan.
Pada areal sungainya terdapat jenis hewan endemic seperti belut berwarna yang dengan diameternya bisa mencapai paha orang dewasa normal. Jenis lainnya adalah udang batu dan ikan Sembilan dan masih banyak lainnya.
Hutan dikawasan ini begitu kaya dentan sumber daya alamnya, namun bagi kehidupan suku Tratra yang merupkan masyarakat yang dahulu tinggal di kampong Tua yang diberi nama Kampung Guay merupakan masyarakat yang transmigran ke kampong yang sekarang disebut kampong Guryad karena masuknya satu perusahaan yang bergerak di bidang kehutanan dengan mengambil hasil hutan berupa kayu. Dari sebagian mereka masih mempertahankan kawasan hutan dalam hutan adat yang masing-masing di pegang oleh kepala suku-kepala suku dengan luas kawasan yang cukup besar, yang dapat mencapai beribu hekatar.
Namun dengan masuknya perusahaan kayu, maka sebagian dari hutan –hutan ini terancam hilang dan memiliki dampak bagi kekayaan alam lainnya yang begitu berlimpah. Sehingga membuat sebagian dari masyarakat ini kehilangan hutannya dan ini berdampak bagi pola hidup mereka yang akan dan atau telah berubah dari yang dulu adalah masyarakat pekerja keras menjadi masyarakat yang pasif. Hal ini terlihat dengan beberapa kawasan yang hutan yang sudah tidak dapat dimanfaatkan lagi menjadi kawasan pertanian, namun dibiarkan menjadi kawasan yang tak terurus.
Hingga saat ini, hutan-hutan di kawasan ini masih terjaga terutama pada kawasan hutan yang merupakan kawasan hutan adat yang dipegang oleh kepala suku (Ondoafi), karena menurut para kepala suku, hutan pada suatu saat akan dinikmati lagi oleh anak cucu mereka sehingga pada saat sekarang ini sangat sulit untuk dilepas ke penggunaan lain, seperti HPH yang mengelolah kawasan untuk memanfaatkan hasik hutan kayu. Sebagian hutan sudah dimanfaatkan untuk pemanfaatan hasil hutan kayu yang pernah dikelolah oleh PT. WMI yang berkedudukan di Kab. Biak Numfor, namun sekarang kawasan tersebut sudah tidak manfaatkan lagi karena masa kontrak yang diberikan telah habis, sehingga huatan-hutan yang ditinggalkan merupakan hutan sekunder yang jenis pohonnya baru mengalami perkembangan.
Keberhasilan para ondoafi untuk menjaga hutan merupakan salah satu pengalaman yang didapat dari HPH yang dahulu masuk untuk pengambilan hasil hutan kayu, pembelajaran ini didasarkan oleh pemanfaatan hutan yang tidak melihat kawasan-kawasan tertentu yang memiliki nilai sejarah, nilai budaya dan kekayaan satwa. Sehingga sekarang pemahaman dari masyarakat walau hanya sedikit menyangkut perlindungan hutan dan isinya bisa akui.
Kegiatan berburu yang dilakukan oleh masyarakat pada umumnya hanya untuk kebutuhan makan dan pabila ada suatu acara yang dilakukan didalam kampung. Kegiatan berbutuh biasanya dilakukan selama 2-3 hari dengan menggunakan busur dan bantuan anjing. Perjalanan yang dapat ditempuh pun berfariasi ada yang hingga berkilo-kilo da nada yang hanya disekitar hutan.