EKOWISATA, LIBURAN YANG BIJAK DAN BERTANGGUNG JAWAB
Oleh: Lusia F. Arumingtyas
Sebagai organisasi internasional yang peduli terhadap lingkungan sekitar, AIESEC Universitas Indonesia (AIESEC UI) menggelar seminar bertajuk “EcoTourism 2013: Can You Hear The Eco?”. Seminar ini dilaksanakan dalam rangka meningkatkan social awareness kaum muda terhadap lingkungan melalui kegiatan ekowisata. Peserta seminar yang digelar di @america, Pasific Place, Jakarta (27/07) tidak hanya terdiri dari bermacam komunitas dan masyarakat umum, tetapi juga para relawan asing yang berasal dari berbagai negara.
“Conservasing Jakarta for Greener Generation” menjadi tema seminar yang menghadirkan pembicara dari WWF-Indonesia, Green Peace, Transformasi Hijau, None Jakarta 2012, serta Asisten Lingkungan Hidup, Sains dan Teknologi Sektor Ekonomi dari Kedutaan Besar Amerika Serikat. Pihak AIESEC mengklaim tema tersebut merupakan isu penting bagi masyarakat Jakarta saat ini.
“Lingkungan di Jakarta yang semakin hari semakin mengkhawatirkan menjadi keprihatinan bagi kami untuk mengangkat isu Ecotourism. Tujuannya tak lain menumbuhkan kepedulian dari masyarakat terhadap lingkungan dengan cara melakukan wisata secara positif,” ungkap Fandy Thesa, Presiden AIESEC UI.
Terbagi dalam dua sesi, seminar ini berlangsung serius namun santai. Pada sesi pertama, Transformasi Hijau (TRASHI) menjelaskan mengenai kondisi lingkungan dan upaya pengembangan kawasan hijau di Jakarta.
“Pembuangan sampah menjadi permasalahan yang tak pernah ada habisnya, di mana teluk Jakarta menjadi akhir berkumpulnya sampah. Begitu juga dengan kawasan hijau terbuka yang ada di Jakarta, semakin lama semakin sedikit dan saat ini hanya tersisa 10% saja,” ungkap Edy Sutrisno dari Komunitas TRASHI.
Affifa Mardhotillah, None Jakarta 2012, berpendapat bahwa untuk menarik keterlibatan masyarakat di Jakarta perlu diciptakan kegiatan lingkungan yang dilaksanakan bersama dengan pihak pariwisata daerah setempat. Salah satunya, dengan pengembangan ekowisata di kawasan lindung Muara Angke dan Pulau Rambut, seperti yang telah disebutkan oleh Edy.
Di sesi selanjutnya, Green Peace dan WWF-Indonesia memaparkan tentang pengelolaan ekowisata yang ada di Indonesia. Keanekaragaman potensi ekowisata di Indonesia sangatlah luar biasa, terbukti dengan adanya beberapa Taman Nasional yang ada dari Sabang hingga Merauke. Oleh karena itu, pengembangan ekowisata menjadi penting, tanpa mengabaikan prinsipnya awalnya, yaitu berwisata, namun tidak menimbulkan mengeksploitasi sumber daya alam yang ada.
“Ekowisata merupakan salah satu alternatif terbaik untuk menyelamatkan lingkungan kita,” tegas Arif Nasution dari Green Peace Indonesia.
Nina Isabelita, Rhino Campaign Coordinator WWF-Indonesia, memaparkan usaha-usaha penyelamatan wilayah konservasi melalui sebuah video. Kawasan Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) merupakan salah satu kawasan kegiatan ekowisata yang pernah dijalankan oleh WWF-Indonesia. Selain dapat melestarikan wilayah setempat, kegiatan ekowisata juga bisa meningkatkan perekonomian penduduk.
“Salah satu kegiatannya mengajak masyarakat sekitar TNUK untuk mendapatkan manfaat tanpa harus merusak lingkungan. Mereka dapat menjadi pemandu wisata atau membuat kerajinan tangan dari limbah kayu,” ungkap Nina.
Lia, seorang mahasiswa, mengungkapkan kesannya dalam mengikuti seminar. “Secara keseluruhan seminarnya sangat seru dan raise knowledge. Saya merasa lebih aware terhadap lingkungan dan secara khusus menjadi lebih antusias untuk mengetahui kehidupan badak yang hampir punah.”
Berangkat dari kepedulian kawula muda AIESEC, seminar ini dapat menjadi magnet bagi masyarakat luas untuk memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap lingkungan, khususnya untuk menjadikan Jakarta semakin hijau. Dengan demikian, ke depannya kualitas hidup generasi mendatang dapat lebih baik dari yang sekarang. Ekowisata diharapkan menjadi sebuah gaya hidup berwisata yang bijak dan bertanggung jawab pada kelestarian alam.