DULU DIJEGAL, KINI DIJAGA: KISAH PENYU BELIMBING DI PULAU BURU
Tak banyak yang tahu, di balik ketenangan Pulau Buru yang terkenal sebagai penghasil minyak kayu putih, tersembunyi sebuah surga alami yang menjadi saksi kelahiran raksasa laut purba: penyu belimbing. Di pantai berpasir sepanjang hampir 14 kilometer di Kecamatan Fena Leisela, Maluku, setiap tahun penyu-penyu raksasa ini datang dari ribuan kilometer jauhnya untuk bertelur. Inilah rumah bagi pantai peneluran penyu belimbing terbesar kedua di Indonesia, setelah Jeen Womom di Papua Barat, sebuah mahakarya alam yang nyaris terlupakan.
Tak hanya penyu belimbing, kawasan ini juga menjadi habitat penting bagi penyu lekang, penyu hijau, dan penyu sisik. Masyarakat setempat mengenal penyu belimbing sebagai teteruga salawaku, teteruga berarti penyu, sementara salawaku adalah perisai tradisional Maluku bermotif hitam-putih yang menyerupai pola di karapas (tempurung) penyu belimbing. Sayangnya, kisah hubungan manusia dan penyu di sini tak selalu harmonis.
Pantai peneluran Penyu Belimbing di Fena Leisela, Pulau Buru kini telah dijaga oleh Kelompok Masyarakat Pengawas agar tidak ada telur yang dicuri.
Dulu, malam bulan purnama menjadi saat yang dinanti oleh anak-anak hingga orang dewasa. Mereka berbondong-bondong ke pantai untuk mengumpulkan telur penyu. “Satu malam bisa dapat satu karung penuh,” kenang Ali Wayolu (72 th), warga Desa Wamlana. Hal ini telah menjadi kebiasaan masyarakat Pulau Buru untuk mengonsumsi telur penyu. Mereka percaya, bahwa telur penyu merupakan peningkat stamina dan vitalitas pria.
Tak berhenti di situ, perburuan induk penyu belimbing juga pernah marak terjadi. Pada 1970-an, pemburu dari Pulau Haruku (wilayah Maluku Tengah) datang ke Fena Leisela, memburu penyu dan mengolah dagingnya menjadi dendeng untuk dijual di Ambon. Setiap malamnya, mereka bisa memburu hingga 20 ekor induk penyu belimbing. Namun, perburuan tersebut tidak berlangsung lama karena warga setempat geram dengan bau busuk dari bangkai penyu yang dibiarkan membusuk di pantai. Suatu hari, masyarakat yang geram membakar tempat pengolahan dendeng sehingga para pemburu pun angkat kaki.
Namun perburuan belum sepenuhnya berhenti. Pendatang dan sebagian warga lokal masih mengonsumsi daging penyu hingga awal 2000-an. Hingga akhirnya, tahun 2017 menjadi titik balik ketika WWF-Indonesia bersama dengan otoritas lokal memulai upaya konservasi di kawasan ini dengan dukungan dari NOAA melalui WWF-US. Edukasi, dialog dengan masyarakat, dan pelibatan tokoh lokal mulai membuka jalan perubahan.
Perlawanan terhadap upaya konservasi sempat terjadi. Para enumerator WWF di lapangan mengalami berbagai bentuk gangguan: dilempari batu, dihalang-halangi, bahkan ditakut-takuti. Namun, komitmen untuk menyelamatkan penyu tidak goyah.
Perlahan, kesadaran pun tumbuh. Masyarakat Fena Leisela mulai menyadari bahwa penyu adalah bagian penting dari laut yang sehat, dan keberadaannya harus dijaga untuk generasi mendatang. Sejak 2021, empat desa pesisir, Wamlana, Waspait, Waekose, dan Waenibe, telah mengesahkan peraturan desa yang melarang segala bentuk pemanfaatan penyu.
Proses monitoring sarang penyu belimbing yang telah menetas, monitoring ini dilakukan untuk mengetahui angka keberhasilan telur penyu belimbing yang menetas.
Hasilnya luar biasa, tingkat pencurian sarang penyu yang sebelumnya mencapai 94%, kini turun drastis menjadi 3% pada tahun Dalam lima tahun terakhir, rata rata jumlah sarang penyu belimbing di Fena Leisela mencapai 199 sarang. Sejak 2022, tingkat pencurian sarang penyu belimbing mencapai 0%, membuktikan bahwa program konservasi penyu di Fena Leisela mulai memberikan dampak positif bagi kelangsungan hidup penyu belimbing di Fena Leisela.
Tim Monitoring atau Pokmaswas Sugiraja Watulu yang menjadi menjaga pantai peneluran penyu belimbing di Pulau Buru.
Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) Sugiraja Watulu yang dibentuk pada 2021, kini aktif mengawasi ekosistem pesisir, dari pantai peneluran hingga aktivitas perikanan ilegal. Upaya kolektif ini menjadikan konservasi sebagai gerakan bersama.
Kini, cerita penyu belimbing di Pulau Buru bukan lagi tentang perburuan, tapi tentang harapan. Harapan bahwa pantai Fena Leisela bisa menjadi pusat percontohan konservasi penyu belimbing di masa depan. Harapan bahwa anak cucu kita kelak masih bisa melihat teteruga salawaku kembali naik ke pasir dengan ukuran sebesar meja makan, bertelur di bawah cahaya bulan, kini penyu belimbing tidak lagi dijegal, melainkan dijaga.