DPR DIMINTA PANGGIL DELEGASI
Pembiasaan untuk Pertanggungjawaban
JAKARTA, KOMPAS - Sejumlah lembaga swadaya masyarakat meminta Dewan Perwakilan Rakyat memanggil delegasi Indonesia dalam Konferensi Perubahan Iklim 2009. Delegasi diharapkan mengklarifikasi klaim-klaim keberhasilan mereka secara langsung di hadapan wakil rakyat.
Hari Selasa (5/1), sejumlah tokoh LSM mendatangi DPR dan diterima wakil dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Mereka menilai sejumlah klaim delegasi RI sebagai kebohongan publik.
""Ada banyak maksud, di antaranya kami ingin melibatkan perwakilan publik dalam isu perubahan iklim,"" kata Koordinator Forum Masyarakat Sipil (CSF) untuk Perubahan Iklim Giorgio Budi Indarto seusai menemui Waki) Ketua DPR Pramono Anung di Jakarta, kemarin.
Mereka pernah menyurati DPR agar memanggil delegasi RI sebelum menghadiri Konferensi Perubahan Iklim di Kopenhagen, Denmark. Tak direspons, LSM meminta lagi sebagai bentuk laporan publik.
Menurut koalisi LSM, delegasi RI gagal memperjuangkan kepentingan Indonesia dalam negosiasi 193 negara itu. Bahkan, posisi delegasi yang mendorong Keputusan Kopenhagen bersama 25 negara lain menghambat lahirnya kesepakatan kolektif yang mengikat negara industri.
Sebaliknya, delegasi RI mengklaim keterlibatan bersama 25 Negara sebagai prestasi Alasannya, kepentingan Indonesia, seperti tercantum dalam 16 paragraf pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di hadapan para delegasi negara peserta, terwakili dalam poin keputusan itu.
""Apa yang berhasil, dimensi kelautan dan kepulauan Indonesia sama sekab tak disebut dalam pidato Susilo Bambang Yudhoyono"" kata Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Riza Damanik, yang memantau persidangan di Kopenhagen.
Akibatnya, dampak perubahan iklim yang mengancam negara kepulauan seperti Indonesia tak terwakili dalam Keputusan Kopenhagen. Yang diakomodasi justru ancaman terhadap negara pulau kecil. ""Indonesia bukan Tu-valu atau Maladewa, tetapi negara kepulauan. Itu dua hal yang jauh berbeda,"" katanya.
Bukan ajang utang
Koalisi LSM pun menuding pemerintah dan delegasi RI menjadikan konferensi sebagai ajang mencari utang baru pendanaan iklim. Indikasinya, komitmen 10 miliar dollar AS selama 2010-2012 dari Uni Eropa dan Amerika Serikat, sekitar 50 persennya skema utang.
Menurut CSF, Indonesia semestinya mendesak negara-negara industri pengemisi untuk membayar utang iklimnya, lalu membantu memulihkan kerusakan ekologi dunia akibat kegiatan ekonomi mereka yang tidak adil.
""Faktanya, Indonesia gagal menunjukkan kepada dunia bahwa negara kepulauan ini sangat rentan terkena dampak perubahan iklim sehingga harus dibantu bukan dengan utang,"" kata Riza
Tidak konsisten
Koalisi LSM juga menyoroti inkonsistensi diplomasi Indonesia. Di satu sisi berkomitmen menurunkan emisi 26 persen secara sukarela tahun 2020, di sisi lain enggan berkomitmen melindungi hutan alam tersisa dalam salah satu sesi perundingan.
Yang ada. Menteri Pertanian dan Menteri Negara Lingkungan Hidup menggelar jumpa pers di Kopenhagen tentang pengelolaan kebun kelapa sawit berkelanjutan. Di lapangan, pembukaan kebun erat kaitannya dengan konflik, korupsi, dan penyerobotan lahan masyarakat
Giorgio mengatakan, mereka ingin pelaporan delegasi RI kepada DPR menjadi bentuk pertanggungjawaban publik yang rutin. Dari sebanyak 14 putaran negosiasi, tak satu pun ada pelaporan delegasi RI kepada wakil rakyat (GSA)