DIMAS SUFI MERIAHKAN PANGGUNG KONSERVASI TEBO
Oleh: Nur Arinta
Pada 13 Agustus 2017 yang lalu, WWF-Indonesia bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Tebo, dan didukung oleh PT. Alam Bukit Tigapuluh (ABT) dan PT. Rimba Lestari Utama (RLU) menyelenggarakan Panggung Konservasi bertajuk Awareness dan Edukasi. Panggung konservasi ini diselenggarakan di Desa Balai Rajo, Kecamatan VII Koto Ilir, Kabupaten Tebo, Jambi. Acara ini diadakan untuk merayakan konservasi alam dari sudut pandang masyarakat yang hidup di sekitar kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh melalui kesenian.
Panggung Konservasi secara resmi dibuka oleh Bupati Tebo, Sukandar. Sebelum membuka acara, Sukandar memberikan sambutannya kepada masyarakat Tebo yang hadir. “Kita harus menjaga hutan, karena hutan sangat penting bagi kehidupan kita. Jika hutan tidak terjaga dan rusak karena dirambah, kita bisa rasakan sendiri akibatnya, salah satu desa yang biasanya tidak pernah banjir tahun ini merasakan banjir karena kerusakan hutan yang terjadi. Kelestarian hutan tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tapi merupakan tanggung jawab kita semua,” ucap Sukandar dalam sambutannya.
Dalam kegiatan ini, diadakan beberapa perlombaan untuk anak-anak SD di desa sekitar kawasan Lanskap Bukit Tigapuluh, dan memperebutkan piala bergilir Bupati Kabupaten Tebo. Perlombaan tersebut di antaranya adalah lomba panggung boneka, lomba mewarnai, lomba menggambar, dan lomba mengarang yang bercerita tentang akar masalah dan solusi untuk menyelamatkan bumi, khususnya Lanskap Bukit Tigapuluh.
Peserta dari perlombaan tersebut di antaranya berasal dari SDN 05 Desa Balai Rajo, SDN 200 Desa Sungai Karang, SDN 88 Desa Suo-suo, SDN 43 Desa Malako Intan, SDN 225 Desa Suko Makmur, dan SDN 236 Desa Kelumpang Jaya. Acara ini juga dihadiri oleh Bupati Kabupaten Tebo, Camat dari lima kecamatan, 12 kepala desa, dan ada sekitar 400 orang masyarakat yang turut serta memeriahkan Panggung Konservasi tersebut.
“Ajang ini merupakan wujud kepedulian masyarakat, khususnya pada tingkat pelajar sekitar Taman Nasional Bukit Tigapuluh. Melalui ajang ini, diharapkan masyarakat menyadari bahwa kawasan konservasi sejatinya adalah untuk mendukung kesejahteraan masyarakat sekitar kawasan, dan angka perambahan yang terjadi di Lanskap Bukit Tigapuluh dapat menurun,” ucap Syamsuardi, Awareness and Education Specialist – WWF-Indonesia Regional Jambi. Syamuardi juga menambahkan bahwa panggung konservasi ini merupakan satu bentuk implementasi edukasi dan penyadartahuan yang bertujuan memberikan pengetahuan tentang penyelamatan lingkungan oleh masyarakat.
Tidak hanya oleh masyarakat setempat, Panggung Konservasi ini juga dimeriahkan oleh Dimas Sufi, seorang musisi muda yang tengah berkembang karirnya dan baru saja mengeluarkan album bertajuk “Merah”. Dia mengaku bahwa ini merupakan kali pertama kunjungannya ke Jambi, terutama ke Tebo. Dimas Sufi membuka penampilannya dengan lagu “Bendera” yang dipopulerkan oleh band Coklat agar menggugah semangat masyarakat Tebo untuk menyelamatkan hutan di sekitarnya. Dia juga membawakan salah satu single dari album “Merah” yang berjudul “Kopi”, yang merupakan single yang didukung oleh WWF.
Di tengah penampilannya, Dimas Sufi memberikan kuis kepada anak-anak Tebo. Dimas memberikan pertanyaan mengenai hutan, mengingat mereka tinggal di dekat kawasan hutan. Anak-anak yang dapat menjawab pertanyaan diberikan hadiah berupa pin dan gambar tempel. Anak-anak Tebo terlihat sangat antusias dan senang dengan kuis yang diberikan oleh Dimas. Tidak hanya memberikan kuis, Dimas juga menyampaikan pesan akan pentingnya menjaga kelestarian hutan dan lingkungan. Masyarakat yang hidup di sekitar kawasan hutan merupakan ujung tombak dan memiliki peran sangat penting untuk menjaga kelestarian hutan.
Ada satu hal yang menggelitik dan menarik perhatian Dimas Sufi dan kawan-kawan ketika mereka sampai di tempat acara diselenggarakan. Sepanjang tempat acara, mereka tidak menemukan ada tempat sampah yang disediakan. Dimas Sufi pun “menyentil” pemerintah setempat dan masyarakat Tebo dengan menanyakan dimana dia bisa membuang sampah, karena dia tidak menemukan tempat sampah di setiap sudut tempat tersebut. Dimas juga menyampaikan betapa pentingnya tempat sampah dan pengolahan sampah berbasis masyarakat. Masukan dan pesan itu pun diterima dengan baik oleh pemerintah setempat.
Selain menghibur masyarakat Tebo, Dimas Sufi dan kawan-kawan berkesempatan untuk menjelajah alam Jambi. Setelah acara selesai, mereka diajak untuk menelusuri sungai Batanghari. Ketika tengah membelah badan sungai Batanghari dan memasuki anak sungai, Dimas Sufi dan kawan-kawan dikejutkan dengan kawanan monyet ekor panjang yang sedang mencari makan di tepi sungai. Selain melihat monyet, mereka juga melihat lutung yang sedang asik bergelayut di pohon yang berada di hutan tepi sungai. Melihat hal tersebut, Dimas dan kawan-kawannya semakin memahami akan pentingnya hutan sebagai penyangga kehidupan dan menjadi rumah bagi banyak satwa.
“Saya senang sekali bisa berkunjung dan turut memeriahkan Panggung Konservasi di Tebo ini. Dari sini saya dan kawan-kawan terpikir bahwa tidak perlu kita bicara atau bertanya-tanya soal bagaimana dunia ini lima atau sepuluh tahun ke depan, kalau kita tidak mulai peduli dari sekarang,” ujarnya Dimas Sufi.
Lestarinya hutan dan semua satwa yang hidup di dalamnya merupakan tanggung jawab bersama. Tidak hanya pemerintah, atau masyarakat yang hidup di sekitar hutan, namun itu juga merupakan tanggung jawab kita semua. Karena jika hutan rusak, maka keseimbangan ekosistem akan terganggu dan tidak seimbang. Dan sadar tidak sadar, dampaknya pun akan kembali ke diri kita sendiri. Mari bersama kita jaga hutan kita!