CATATAN #XPDCMBD: DESA WATUWEY
Penulis: Nara Wisesa (WWF-Indonesia)
Hari ini (14/11) adalah hari terakhir bagi Tim #XPDCMBD untuk mengambil data di darat maupun di laut. Di hari terakhir ini, Tim Darat mendatangi Desa Watuwey, Pulau Dawelor. Sebelum seluruh tim turun ke lapangan, seperti biasa, di pagi hari Kris (DKP Maluku Barat Daya) – yang kali ini didampingi oleh Damora (WWF-Indonesia) – turun terlebih dahulu untuk berkoordinasi dengan kepala desa (kades). Setelah itu, diatas pukul 09.00 WIT, baik Tim Darat maupun Tim Laut, baru mulai melakukan pengambilan data di masing-masing lokasi.
Desa Watuwey terletak di pulau kecil bagian barat Pulau Babar. Pesisir desanya cukup indah dan unik karena ditumbuhi oleh pepohonan cemara pantai. Sepanjang pantai juga banyak dibangun pondokan atau saung, dan terlihat juga cukup banyak perahu nelayan tertambat di pantai. Selain itu, banyak juga warga yang sedang beraktivitas di sekitar pantai dan area ‘meti’. Sepertinya, karang dan area ‘meti’ yang persis berada di depan desa sengaja digali untuk lalu lintas keluar masuk kapal. Hal ini sungguh tidak menyulitkan kapal cepat yang ditumpangi Tim Darat untuk masuk tanpa hambatan seperti hari-hari sebelumnya di desa-desa yang dikunjungi.
Saat tiba di lokasi, Tim Darat sudah ditunggu oleh seorang staf desa di tepi pantai, yang kemudian bersama-sama berjalan menuju rumah kades. Saat berjalan menuju rumah kades, tim sempat mampir sebentar di kantor pejabat camat untuk lapor mengenai survei cepat ini. Setelah itu, tim pun bergegas menuju rumah kades. Sesampainya di sana, sembari menunggu para nelayan yang sudah kembali dari melaut dan akan bergabung dalam survei, tim berbincang-bincang dengan kades. Namun karena indera pendengaran beliau terganggu, perbincangan atau komunikasi lebih banyak dilakukan oleh sekretaris desa (sekdes).
Desa Watuwey termasuk desa yang cukup besar, dengan bangunan dan jalanan yang tertata cukup rapi. Hal ini dikarenakan desa ini sempat menerima bantuan pembangunan dari PNPM. Namun walaupun begitu, warga desa justra agak kecewa karena mereka merasa pembangunan tersebut bukanlah hal yang mereka butuhkan, melainkan bantuan peralatan nelayan demi meningkatkan perekonomi warga.
Di desa ini hanya terdapat satu SD, satu SLTP, dan satu SLTA. Diperkirakan terdapat sekitar 130 Kepala Keluarga (KK) mendiami Desa Watuwey. Listrik PLTS dan enam sumur air bersih juga sudah tersedia. Area darat Desa Watuwey tidak berpotensi untuk berkebun karena tanah yang kurang subur. Hal ini mendorong warganya untuk mengandalkan laut sebagai penggerak ekonomi dan kebutuhan hidup mereka sehari-hari, walaupun mayoritas ikan yang ditangkap diutamakan untuk konsumsi warga desa, dengan sisanya dijual ke luar desa. Selain itu, desa ini memiliki dua kapal motor milik warga.
Sasi gereja berlaku di desa ini untuk komoditas lola, batulaga, dan teripang. Sasi dibuka bila ada pembeli yang berminat, yang mana biasanya berasal dari Saumlaki dan Tual. Saat ini, sasi sudah dua tahun ditutup. Harga komoditas teripang susu saat pembukaan sasi terhitung tinggi, yang mana dapat mencapai IDR 90.000 per individu. Sementara untuk kima, pada tahun 2012 warga masih dapat menemukan biota tersebut dengan ukuran besar. Namun sejak Desa Watuwey menjadi pusat kecamatan dan banyak dilakukan pembangunan, kini kima sangat sulit untuk ditemukan.
Untuk pembangunan rumah, warga desa ini masih menggunakan batu karang, yang diambil di bagian belakang desa, karena batu karang di bagian laut dan pesisir pantai depan dilarang oleh peraturan desa untuk diambil dan dimanfaatkan. Pelarangan ini ditandai dengan daun kelapa yang ditancapkan di atas pasir di pantai.
Sementara itu, dari hasil diskusi kelompok terarah, wawancara informan penting, dan pemetaan cepat yang dilakukan oleh Tim Darat diperoleh juga kabar mengenai sebuah perusahanan perikanan dari Bali – diperkirakan PT Pulau Mas – yang kadang datang ke Desa Watuwey untuk membeli ikan karang hidup. Transaksi terakhir ini diperkirakan berlangsung dua tahun lalu. Komoditas ikan karang yang dibeli mayoritas adalah kerapu.