BOLEH TAMBAH MATERI AJAR
Desy Susilawati
Ini bukan kurikulum yang berdiri sendiri.
JAKARTA - Pusat Kurikulum (Puskur) Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) tidak mempermasalahkan penambahan materi ajar dalam kurikulum. Puskur membolehkan karena ada kebutuhan daerah ataupun satuan pendidikan lainnya. Misalnya, masukan mata ajar dalam kurikulum muatan lokal atau mata pelajaran lainnya,"" tutur Kepala Puskur, Diah Harianti.
Penambahan materi ajar dilakukan oleh Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta terhadap materi antikorupsi dalam tahun ajaran 2010. Tahun ajaran yang sama, menurut Wakil Menteri Pendidikan Nasional, Fasli Jalal, materi perubahan iklim juga dijadikan materi ajar di sekolah-sekolah. Ini agar lebih banyak masyarakat yang peduli terhadap lingkungan,"" katanya. Rabu (13/1).
Sebenarnya, kata Diah, materi ajar perubahan iklim ini sudah ada, jadi tidak apa-apa jika dimasukkan kembali dajam kurikulum. ""Mungkin sebelumnya hanya dibahas sepintas karena belum ada permasalahan. Tapi, sekarang terasa dampaknya. Kemudian, ini dibahas lebih besar. Ada penekanan,"" katanya.
Menurut dia, boleh saja jika mata ajar tersebut dikembangkan. Selain mata ajar perubahan iklim, juga ada pengembangan pendidikan dan karakter bangsa. ""Ini bukanlah kurikulum yang berdiri sendiri,"" ujarnya. ""Dengan kurikulum yang sudah ada, bisa dikembangkan budaya dan karakter bangsa.""
Terkait dengan kurikulum antikorupsi. Diah mengaku belum mengetahuinya. Namun, menurut dia, pada dasarnya mata ajar tersebut secara konten sudah ada dalam mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan (PKN). ""Mungkin sekarang akan di-pertajam, diperlebar. Misalnya, mereka mengundang narasumber untuk membuat anak-anak lebih jelas memahami tentang antikorupsi.""
Menurut Diah, sebetulnya semua pihak tidak ingin anak-anak usia sekolah terbebani konten tambahan. Dia mengakui, kini sudah kebanyakan konten yang harus dipelajari oleh anak didik. Namun, itu tidak masalah. Hanya penekanan yang jelas.
Peran guru
Fasli menuturkan, materi perubahan iklim yang dimasukkan dalam kurikulum 2010 akan diperjelas lagi pengajarannya. Untuk itu, guru memiliki peran yang paling vital. ""Perlu kebaruan. Kalau isinya itu-itu saja akan bosan,"" tuturnya. Menurut dia, perlu ada peyegaran terus-menerus. Tidak usah menambah beban baru. Dengan pemahaman mereka, bisa lebih kaya pengetahuan.
Fasli menuturkan, tidak ada kewajiban memasukkan mata ajar perubahan iklim dalam kurikulum. Itu hanya kesadaran dari pihak sekolah dan guru. ""Bisa dimasukkan dalam iii.ii,i pelajaran biologi, ekonomi, geologi, antropologi, dan sosiologi.""
Jika guru sudah menguasai masalah perubahan iklim ini, lanjut Fasli, tentu saja akan berdampak baik bagi lingkungan. ""Misalnya, guru mengajarkan anak didiknya tidak menebang pohon sembarangan atau menanam pohon, anak itu memengaruhi orang tua dan orang lain. Bisa dibayangkan berapa banyak yang akan menanam pohon dan menyelamatkan lingkungan,"" jelasnya.
Ketua Unit Informasi, Komunikasi, dan Pendidikan Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI), Aman-da Katili, mengakui pentingnya penanaman kesadaran iklim sejak dini di sekolah. ""Pendidikan di tingkat sekolah bisa melahirkan berbagai inisiatif untuk mengatasi perubahan iklim."" Ujarnya. Bedburhan