ANCAMAN SERIUS DARI JERAT MILIK PEMBURU
Beberapa waktu lalu, telah ditemukan seekor harimau sumatra betina yang mati dalam posisi tergantung dengan jerat besi yang masih melilit pinggangnya. Harimau malang ini ditemukan di perbatasan Desa Muara Lembu dan Pangkalan Indarung di lanskap Rimbang Baling, Riau. Fakta yang membuat miris adalah hasil nekropsi yang mengungkap bahwa kucing besar dengan nama latin Panthera tigris sondaica (Wilting, 2015) itu mati bersama dua calon bayi yang siap dilahirkan. Dua janin harimau itu berjenis kelamin jantan dan betina dengan berat 6,5 ons dan 6 ons. Jika harimau betina tidak terbunuh, dia diperkirakan akan melahirkan dalam dua minggu ke depan.
Beberapa hari setelah ditemukannya induk Harimau Sumatera yang tewas akibat jerat, kabar duka lainnya datang dari Aceh. Seekor Gajah Sumatra (Elephas maximus sumatranus) ditemukan tewas dengan luka parah di kaki kiri depan. Luka tersebut disebabkan oleh jerat yang dipasang oleh para pemburu di hutan. Tidak hanya menjebak gajah dewasa, jerat juga berbahaya bagi gajah muda. Kita tentu masih ingat dengan Erin, gajah menggemaskan yang belalainya patah. Hewan menggemaskan yang masih berumur empat tahun ini harus kehilangan sepuluh sentimeter dari ujung belalainya karena terpotong jerat pemburu. Tak hanya Harimau Sumatra dan Gajah Sumatra, hewan lain seperti badak, tapir, dan rusa juga sering menjadi korban jerat pemburu.
Perangkap memang merupakan alat yang sederhana, namun alat yang sederhana ini menjadi ancaman serius bagi populasi satwa seperti harimau, badak, gajah, dan satwa lainnya. Jebakan ini menjadi berbahaya karena tidak menentukan sasarannya, sehingga binatang apapun bisa menjadi korban jerat tersebut. Bisa jadi jerat tersebut awalnya ditujukan untuk menjebak babi hutan, namun karena ukuran jerat yang dipasang cukup besar diameternya, apalagi menggunakan alat yang kuat seperti sling baja, hewan lain yang melewati area jerat tersebut berpotensi tertangkap.
Dilansir Kompas.com, jerat perangkap dipastikan mematikan hewan yang masuk perangkap, baik secara langsung maupun tidak langsung. Jika ada hewan yang tertangkap jerat dan selamat, hewan tersebut mengalami luka parah seperti Erin yang harus menjalani hidupnya dengan belalai yang tidak sempurna. Mengutip sumber yang sama, jerat terbukti bisa mengurangi populasi satwa liar. Vietnam, Laos, dan Kamboja memiliki hutan yang penuh dengan jerat pemburu. Hal ini membuat keanekaragaman hewan sangat minim. Bahkan, harimau dinyatakan punah di ketiga negara tersebut. Di Indonesia sendiri, ada 130 kasus Harimau Sumatra terjerat dan semuanya mati dalam 15 tahun terakhir.
Thomas N. E. Gray, dalam penelitiannya yang berjudul “The Wildlife Snaring Crisis: An Insidious and Pervasive Threat to Biodiversity in Southeast Asia” mengungkapkan bahwa jebakan berbentuk jerat menjadi penyebab kepunahan spesies di kawasan Asia Tenggara. Jerat dapat dibuat dengan mudah dan murah digunakan dalam jumlah banyak, serta merupakan jenis perangkap yang cukup efektif untuk berburu karena sangat sulit dikenali oleh hewan.
Salah satu penyebab utama jebakan tersebut adalah maraknya perburuan satwa liar karena tingginya permintaan di pasar gelap. Tidak dapat kita pungkiri bahwa sampai saat ini eksploitasi satwa liar sebagai komoditas terus terjadi, baik untuk dijadikan hewan peliharaan maupun untuk dikonsumsi bagian tubuhnya. Konsumsi bagian tubuh satwa liar dapat dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari dijadikan makanan, hingga menjadi obat tradisional yang dapat menyembuhkan berbagai penyakit serta menjadi simbol kekayaan dan status sosial.
Lantas bagaimana kita bisa menghentikan menjamurnya jerat pemburu yang mengintai di hutan-hutan Indonesia? Kontribusi nyata yang bisa kita lakukan adalah dengan aktif menghentikan perdagangan satwa liar yang dilindungi. Jika Anda menemukan praktik perburuan dan perdagangan satwa langka, jangan ragu untuk melaporkannya kepada pihak berwajib seperti polisi hutan, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) setempat, Direktorat Penegakan Hukum (GAKKUM) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, atau melalui aplikasi bernama E-Pelaporan Satwa Dilindungi. Mari kita putus rantai bencana demi satwa di Indonesia!