AKHIRNYA, TIGA BAYI ORANGUTAN JALANI KARANTINA DI PUSAT REHABILITASI ORANGUTAN
Tiga Orangutan Sumatera korban sindikat perdagangan satwa liar di Pekanbaru direlokasi ke Pusat Rehabilitasi Orangutan yang dikelola oleh Sumatran Orangutan Conservation Program (SOCP) yang terletak di Desa Batu Mbelin, Kecamatan Sibolangit, Deli Serdang-Sumatera Utara (Sumut) pada Minggu, (15/11). Setelah delapan hari dititipkan di klinik hewan Pekanbaru Medical Veteriner, bayi orangutan ini akhirnya direlokasi dengan didampingi petugas dari Polda Riau, BBKSDA (Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam) Riau dan WWF-Indonesia.
Keputusan untuk merelokasi bayi orangutan ini berdasari pertimbangan agar mendapatkan perawatan yang lebih baik. Menurut Kepala Seksi Perlindungan BBKSDA Riau, Rinaldo, ketiganya masih sangat kecil, sehingga membutuhkan penaganan khusus. Lembaga SOCP dinilai sudah berpengalaman dalam menangani rehabilitasi Orangutan di Aceh, Sumut dan Jambi.
Manajer Program SOCP, Asril Abdillah, menjelaskan tiga bayi Orangutan itu akan dibawa melalui jalan darat sekitar 14 jam dari Pekanbaru ke pusat karantina di Sibolangit- Sumut. Sebelum dilepaskan ke alam liar, ketiga bayi Orangutan ini akan melalui proses karantina, sosialisasi hingga nanti dilepasliarkan jika usia dan pengetahuannya terhadap alam liar benar-benar siap. Asril menambahkan, “Untuk mendapatkan bayi Orangutan, pemburu pasti membunuh induknya karena induk Orangutan akan mempertahankan anaknya hingga ia mati. “Menurutnya lagi Orangutan ini berasal dari induk yang berbeda karena satu betina dewasa biasanya hanya melahirkan satu anak sekali kelahiran yang berjarak rentang waktu enam tahun.
Tiga bayi Orangutan itu diselamatkan oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau saat menangkap anggota sindikat perdagangan satwa dilindungi pada Sabtu (7/11).
Dari penangkapan itu, polisi menyita tiga bayi orangutan yang akan diperdagangkan di Pekanbaru dengan harga Rp 25 juta perekor. Primata tersebut merupakan orangutan dari spesies Pongo abelii yang berhabitat di hutan Aceh.
Osmantri, Koordinator Wildlife Crime Team WWF Program Sumatera Tengah menyatakan,”Perlu disegerakan upaya penegakan hukum terhadap ketiga tersangka ini, Kami berharap Polda Riau dapat bergerak cepat menyelesaikan penyidikan kasus ini dan maju ke persidangan”. Lanjut Osmatri, ”Penegakan hukum atas tindak kejahatan satwa liar ini harus dapat menjadi perhatian serius para penegak hukum. Jangan sampai upaya penangkapan ini tidak dibarengi dengan hukuman maksimal seperti beberapa kasus sebelumnya dimana pelaku tindak kejahatan satwa liar hanya dihukum ringan”.
Menurut Undang-Undang Konservasi Sumber Daya Alam, hukuman maksimal terhadap kejahatan satwa liar adalah 5 tahun penjara dan denda 100 juta rupiah, “Hukuman ini sudah tidak lagi relevan, terlalu kecil sehingga perlu segera direvisi untuk membangun efek jera bagi pelaku” lanjut Osmantri.
Orangutan Sumatera (Pongo abelli) adalah jenis orang utan yang paling terancam di Indonesia dibanding kerabatnya di Borneo (Pongo pygmaeus)