18000 KURA-KURA MONCONG BABI GAGAL DISELUNDUPKAN
Oleh: Andhiani M. Kumalasari
Penyelundupan kura-kura moncong babi (Carettochelys insclupta) seperti tidak ada habisnya terjadi. Dari hasil survei Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) - Papua dan laporan dari masyarakat, diperkirakan setiap tahunnya sekitar 200.000 ekor kura-kura diselundupkan dari Asmat dan wilayah sekitarnya.
Kepala BKSDA - Papua, M.G. Nababan menjelaskan, “pada tanggal 15 Februari 2016, petugas keamanan Bandara Mozes Kilagin – Timika berhasil menggagalkan penyelundupan 3.230 ekor kura-kura moncong babi. Sedangkan pada tanggal 21 Februari 2016, penyelundupan sebanyak 15.000 ekor berhasil digagalkan di Bandara Soekarno-Hatta. Kura-kura ini akan kami lepas-liar ke habitatnya di wilayah Timika dan Asmat.” Nababan menambahkan, tindakan penyelundupan ini melanggar pasal 21 ayat (2) UU Nomor 5/ 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dengan ancaman pidana kurungan 5 tahun dan denda Rp.100 juta.
Kura-Kura Moncong Babi termasuk satwa yang memiliki siklus pertumbuhan yang lambat, diiperlukan waktu rata-rata 10 tahun untuk menjadi kura-kura dewasa yang siap berkembang biak. Secara ekologi, Kura-Kura Moncong babi merupakan salah satu bagian penting dari ekosistem habitatnya, sebab satwa ini berperan sebagai polinator air melalui kotorannya (feses). Satwa ini juga berperan menyebarkan biji-biji berbagai jenis tumbuhan di wilayah pesisir dan lahan basah yang secara tidak langsung ikut membantu pelestarian tumbuhan-tumbuhan tersebut yang juga memberikan manfaat sebagai sabuk hijau penahan abrasi dan banjir.
Menurut hasil penelitian dan kajian yang dilakukan WWF bersama Balai Litbang Kehutanan -Manokwari untuk habitat dan populasi Kura-Kura Moncong Babi di wilayah kabupaten Asmat menemukan bahwa sejak tahun 2008 hingga saat ini, populasi Kura-Kura Moncong Babi tersebar merata di wilayah sungai dan rawa di Kabupaten Asmat. Terdapat sembilan titik pasir peneluran (nesting site) di wilayah Sungai Catalina dan Aijuk dengan luas habitat antara 2,150 m2 – 140,800 m2 dan didapati ada 1 – 88 sarang dengan jumlah telur berkisar antara 9 – 1584 butir per sarang. Selanjutnya pada tahun 2012, juga ditemukan 76 titik nesting site di Sungai Catalina dan Siret dan lima titik di Sungai Vriendschap, rata –rata peneluran 1 ekor kura-kura berkisar antara 9 – 27 butir telur dengan kondisi sangat terbatas sekali untuk jumlah telur yang menetas.
Berdasarkan Konvensi Internasional Perdagangangan Satwa Langka Fauna dan Tumbuhan Liar (CITES), Kura-Kura Moncong Babi dimasukkan ke dalam Appendix II, yaitu termasuk spesies terancam punah, yang masih boleh dimanfaatkan, tetapi pemanfaatannya harus melalui penentuan kuota. Adapun kuota tersebutdidasari dengan informasi memadai tentang populasi dan sebaran satwa tersebut dan disertai kajian bahwa memanfaatannya tidak akan mengancam populasinya di alam. Lembaga Konservasi Dunia (IUCN) memasukkan Kura-Kura Moncong Babi sebagai IUCN Vulnerable Red List.