SOSIALISASIKAN UPAYA REFORMASI SEKTORAL, WWF-INDONESIA GELAR PELATIHAN JURNALIS
Oleh: Masayu Yulien Vinanda
Surabaya (05/03)-Dalam rangka meningkatkan pemahaman jurnalis mengenai upaya perbaikan sektoral yang dilakukan WWF-Indonesia, program Global Forest Trade Network (GFTN) WWF-Indonesia menggelar pelatihan dan kunjungan lapangan selama 2 hari mulai Selasa (02/03) sampai Kamis (04/03). Lokakarya bertajuk reformasi sektor tersebut dilakukan di beberapa kota di Jawa Timur, yaitu Surabaya, Pasuruan, dan Madiun.
Strategi reformasi sektoral sebagai salah satu upaya konservasi WWF-Indonesia menjadi tulang rusuk dua program besar WWF-Indonesia yaitu Global Forest and Trade Network (GFTN) yang membidangi sertifikasi hutan dan Forest Conversion Program (FCP) yang membidangi kelapa sawit.
Reformasi sektor yang berbasiskan sumber daya alam seperti kehutanan, kelapa sawit, serta pulp and paper sangat crucial bagi terciptanya pembangunan berkelanjutan. Kami berupaya untuk mengembangkan dan mendorong praktik pengelolaan yang lestari atau best management pracitice, bisnis yang ramah lingkungan, sekaligus juga memberikan keuntungan dan manfaat bagi masyarakat sekitar, jelas Koordinator GFTN WWF-Indonesia Aditya Bayunanda yang akrab disapa Dito.
WWF-Indonesia, melalui program GFTN menawarkan fasilitas bagi perusahaan-perusahaan pengelola hutan yang berkomitmen dalam mewujudkan pengelolaan hutan lestari. GFTN juga menawarkan asistensi teknis proses sertifikasi serta memberikan peluang pemasaran yang memberikan keuntungan bagi perusahaan maupun masyarakat yang bergantung pada hutan.
Hingga saat ini GFTN telah memfasilitasi 39 perusahaan, yakni 28 trade participant dan 11 forest participant. Mereka merasa terbantu oleh asistensi pasar dan GFTNs assurance tentang perusahaan mereka. GFTN ada untuk mempercepat proses pencapaian sertifikasi hutan lestari yang akan semakin banyak mendapatkan insentif pasar dan insentif dari pemerintah yang tentunya dapat dinikmati oleh para pengelola hutan lestari, tambah Dito.
Sementara di sektor lainnya yaitu kelapa sawit, staf FCP WWF-Indonesia Haryono memaparkan, berkembangnya minyak sawit telah menimbulkan dampak lingkungan dan sosial seperti pembukaan lahan, kebakaran hutan dan asap yang ditimbulkannya, serta diabaikannya hak dan kepentingan masyarakat lokal.
Beberapa perkebunan kelapa sawit masih dikaitkan dengan pembakaran lahan pada saat pembukaan lahannya, perusakan hutan bernilai konservasi tinggi dan mencemari sungai dengan limbah dari pabriknya, tambah Haryono. Sebagai anggota Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO), WWF-Indonesia bertanggung jawab dalam melakukan perbaikan sektor kelapa sawit menuju praktik yang ramah lingkungan.
Beberapa aktifitas yang menjadi fokus utama diantaranya adalah menjalin kerjasama lembaga keuangan dalam melaksanakan green investment screening serta memperluas pengetahuan tentang pelaku utama industri minyak sawit yang berkelanjutan melalui serangkaian pelatihan, workshop dan menggunakan alat-alat komunikasi.
Setelah mendengarkan paparan program reformasi sektor WWF-Indonesia melalui diskusi mendalam, para peserta workshop lalu diajak mengunjungi PT Jaya Raya Trasindo, sebuah perusahaaan manufaktur kriya kayu (woodworking) yang berlokasi di Pasuruan, Jawa Timur. JRT telah menggunakan kayu bersertifikat FSC (Forest Stewardship Council) pada bulan Februari 2008 dan tergabung dalam GFTN-Indonesia September 2008 lalu. Dengan pelanggan lebih dari 277 perusahaan di 48 negara, JRT membeli kayu dari pengelolaan hutan yang bertanggung jawab di wilayah Kalimantan dan Papua.
Terakhir, peserta juga berkesempatan melihat secara langsung kegiatan pengelolaan hutan lestari yang dilakukan Kesatuan Pemangkuan Kehutanan (KPH) Madiun. Sejak 2006, wilayah KPH Madiun, bersama-sama sejumlah KPH lain di Perum Perhutani Unit II Jawa Timur yakni Banyuwangi Utara, Bojonegoro, Jatirogo dan Saradan telah mendapatkan pendampingan oleh WWF. Upaya ini dilakukan untuk mensukseskan target Perum Perhutani, yaitu pada 2015, 57 KPH sudah mendapatkan sertifikasi Pengelolaan Hutan Lestari (PHL).