#XPDCMBD: TUNA NAIK MOTOR
Penulis: Noverica Widjojo (WWF-Indonesia)
Pulau Kisar adalah lokasi yang dikunjungi oleh Tim Ekspedisi Maluku Barat Daya hari ini (4/11). Dari kejauhan sudah terlihat sebuah dermaga pelabuhan yang digunakan sebagai tempat bersandarnya kapal-kapal perintis dan kapal ferry. Tidak tampak sama sekali perkampungan di pulau ini. Penampakan pulaunya pun terkesan gersang, panas, jarang ada pohon, dan banyak penampakan tembok-tembok besar dari batu karang.
Saat tiba di dermaga dan melakukan perjalanan darat sekitar 1,5 kilometer menggunakan sebuah bus milik Dinas Perhubungan Laut menuju salah satu kantor kecamatan, terlihat sebuah kota kecil yang penuh dengan bangunan-bangunan berfasilitas cukup lengkap – seperti kantor pemerintahan, sekolah, pasar, kios-kios, dan bank – lengkap dengan aktivitas-aktivitas manusia yang cukup padat. Bagi kami yang menggunakan provider telepon selular tertentu, dapat menerima sinyal termasuk untuk koneksi internet, walaupun cukup terbatas.
Setelah mampir dan berdiskusi di Kantor Kecamatan Pulau-pulau Terselatan, kami didampingi oleh tiga orang karyawati kecamatan untuk menuju pasar ikan di Kisar. Pasar ikan yang terhitung kecil ini, terletak bersebelahan dengan pasar rakyat. Isinya pun hanya kios-kios kecil yang berbentuk seperti gubuk. Saat kami hampiri pun tidak tampak banyak ikan yang dijual, karena setelah ditangkap oleh nelayan, ikan-ikan tersebut langsung dibawa ke pasar oleh beberapa penjual – atau dalam istilah lokal dikenal dengan sebutan ‘paku lele’ – yang mana sudah menunggu selama berjam-jam, bahkan berhari-hari di pelabuhan. Saat tiba di pasar dan selesai dibersihkan, ikan-ikan yang sudah diiris tersebut langsung terjual habis.
Sekitar satu jam lebih Tim Darat berkeliling melakukan survei cepat di pasar ikan dan siap kembali ke bus untuk berangkat menuju Dusun Yawuru di Desa Wonreli. Namun saat berjalan menuju bus, tiba-tiba beberapa dari kami berhenti dan terdiam beberapa saat, merasa ragu akan sebuah ‘pemandangan’ yang dilihat karena bukan merupakan hal normal bagi para penghuni kota besar seperti kami. Terdapat dua orang perempuan muda Kisar mengenakan kaos berwarna cerah, bercelana pendek, serta memakai topi; naik sepeda motor; dan membawa satu ekor ikan Tuna Sirip Kuning (Thunnus albacares) berukuran sekitar satu meter, yang mana ditempatkan di bagian sandaran kaki bak sebuah koper! Karena masih khawatir salah lihat, saya pun menoleh ke Nara untuk melakukan konfirmasi ulang akan hal ini. Sebelum saya sempat mengeluarkan pertanyaan, Nara sepertinya sudah membawa pikiran saya dan berkata, “Iya Ver, itu ikan tuna yang dibonceng seperti koper.”
Seketika saya langsung lari mengejar ‘tuna naik motor’ itu untuk mendokumentasikan ‘pemandangan’ unik ini. Tapi sangat disayangkan, manusia yang berlari mengejar tidak hanya saya saja. Para calon pembeli yang sudah menunggu cukup lama di pasar ikan, langsung menghampiri kios milik seorang nenek, yang mana tempat ikan tuna tersebut dibersihkan oleh kedua perempuan tadi yang mana adalah para ‘paku lele’. Setelah dibersihkan dan diiris-iris, ikan yang ditangkap memang hanya untuk memenuhi konsumsi warga Kisar saja itu, langsung terjual habis dalam kurun waktu kurang dari satu jam saja. Hal ini membuktikan betapa tingginya konsumsi ikan di Pulau Kisar, yang mayoritas warganya ‘nelayan kebun’ (menjadi petani kebun saat musim barat, pergi menangkap ikan saat musim peralihan).