WWF-INDONESIA FASILITASI PENCARIAN LEGALITAS TAMBAK UDANG DI KALIMANTAN UTARA
Tarakan(17/12) – Saat ini tata ruang wilayah Kabupaten Bulungan, Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) menetapkan Kawasan Budidaya Kehutanan (KBK) dan Kawasan Budidaya Non Kehutanan (KBNK) di atas lahan tambak budidaya udang windu. Hal ini menimbulkan kebingungan status tambak udang windu di daerah tersebut. Pasalnya, lebih dari 50% kawasan tambak berada di dalam area KBK secara regulasi tidak diperbolehkan melakukan aktifitas budidaya perikanan.
Fenomena tersebut menjadikan tambak tersebut menyandang gelar “ilegal” dan jika dibiarkan seperti itu maka akan mengancam keberlanjutan permintaan ekspor udang windu dari luar negeri.
Selama ini produk budidaya udang windu merupakan komoditas ekspor perikanan terbesar dari Provinsi Kalimantan Utara, dengan Kabupaten Bulungan menjadi sentra budidaya tersebut. Udang windu yang dihasilkan berkualitas premium dan diminati pasar internasional, sehingga tidak salah apabila 99% udang windu yang dihasilkan langsung diekspor ke luar negeri. Jumlah produksi mencapai lebih dari 10.000 ton per tahun dengan nilai produksi lebih dari Rp.12 Triliun. Namun, setelah terbitanya peraturan tata ruang yang mengancam legalitas tambak akan berpengaruh terhadap permintaan ekspor dan perjalanan budidaya di Indonesia untuk memiliki sertifikat Aquaculture Stewardship Council (ASC). ASC memastikan bahwa aktifitas budidaya yang dilakukan adalah berwawasan lingkungan, dan bertanggung jawab secara ekologis dan juga sosial. Salah satu prinsip yang diterapkan oleh ASC adalah mengenai aspek legalitas lahan dan usaha perikanan budidaya.
Pasar Eropa, Amerika, dan Jepang kini mulai banyak merujuk kepada sertifikasi ASC dalam permintaan ekspor produk perikanna budidaya. Jika kebingungan status legalitas terus dibiarkan, maka udang hasil budidaya dari Kaltara tidak dilirik lagi oleh pasar internasional.
WWF-Indonesia memfasilitasi pencarian status legalitas lahan tambak pada lokakarya yang diadakan di Kota Tarakan, dengan mengundang pihak pemerintah diantaranya Bappeda Provinsi Kaltara, Dinas Pertanian dan Kehutanan Provinsi Kaltara, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bulungan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Tana Tidung dan Kota Tarakan. Juga turut hadir perwakilan pembudidaya udang windu dan perusahaan processing udang di Kaltara.
Lokakarya ini menghasilkan tiga langkah yang bisa ditempuh untuk menghadapi kasus ini, pertama adalah perubahan status lahan yang mekanismenya tercantum dalam UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Tata Ruang, kedua melalui mekanisme pinjam pakai yang diajukan oleh pelaku tambak kepada Menteri Kehutanan melalui pemerintah daerah setempat, dan yang ketiga adalah penyesuaian Rencana Tara Ruang Wilayah Provinsi Kaltara melalui proses pengusulan perubahan kawasan. Selain itu Dinas Kehutanan dan Pertanian Kaltara akan mengadakan sosialisasi kepada pelaku tambak terkait dengan peraturan dan sistem legalisasi.
Dituturkan pula oleh M.Budi Santosa fisheries officer WWF-ID di Tarakan “Saya mendukung upaya sosialisasi kepada para pelaku tambak, agar mereka mengetahui prosedur dengan baik. Karena kebanyakan pelaku tambak tidak mengetahui persoalan legalitas lahan, yang mereka ketahui hanya menebar benih, produksi, dijual dan laku tinggi”.
Lokakarya ini sebagai langkah awal untuk menyelesaikan persoalan legalitas tambak udang di Kaltara yang didukung oleh semua pihak dan selanjutnya akan dilakukan upaya-upaya untuk mewujudkan rumusan hasil lokakarya kali ini.
(Fajrina Nissa Utami)
Untuk informasi lebih lanjut:
- Candhika Yusuf, Koordinator Perikanan Budidaya, Program Kelautan WWF-Indonesia, +62 8115410512, cyusuf@wwf.or.id
- M. Budi Santosa, Fisheries Officer - Tarakan, Program Kelautan WWF-Indonesia, +62 8118004430, msantosa@wwf.or.id