WWF DAN IPB MENGKAJI PENGGUNAAN SICA DAN PSA UNTUK ATASI KURANGNYA DATA PERIKANAN
Oleh Maskur Tamanyira, mtamanyira@wwf.or.id
WWF-Indonesia bekerja sama dengan Fakultas Perikanan dan Kelautan Institut Pertanian Bogor (FPIK IPB) mengaplikasikan metode pendekatan data limited fisheries yaitu Scale Intensity Consequence Analysis (SICA) dan Productivity Susceptibility Analysis (PSA) untuk melihat tingkat keterancaman spesies non-target pada perikanan tuna.
Data perikanan tuna Indonesia dilakukan pada tingkat provinsi dan dikumpulkan oleh kementrian nasional dan dinas provinsi yang berbasis di lokasi-lokasi pendaratan utama, tetapi hasil tangkapan yang ada pada saat ini dianggap tidak lengkap dan tidak jelas, seringkali kekurangan informasi mengenai hasil tangkapan per spesies, per alat tangkap, komposisi ukuran tangkapan, dan tingkat operasional data. Selain itu, terdapat kesenjangan signifikan dalam pengetahuan parameter biologis stok tuna seperti pertumbuhan reproduksi, kematian alami yang dibutuhkan dalam proses penilaian stok.
Menjawab tantangan tersebut, metode PSA yang dibangun oleh Marine Stewardship Council (MSC) digunakan untuk menilai dampak, resiko, atau kerentanan stok terhadap tekanan aktivitas penangkapan yang didasarkan pada produktivitas biologis dan kerentanan stok terhadap aktivitas penangkapan. Sementara SICA merupakan analisis konsekuensi skala dampak yang relevan untuk spesies target dan non target. Tim FPIK IPB mencoba untuk melihat kerentanan perikanan tuna non-target di beberapa lokasi uji. Pengambilan data lapangan untuk berbagai jenis alat tangkap di lakukan di masing-masing area, untuk alat tangkap troll line (handline) di Pelabuhan Ratu, Wakatobi dan Kendari, ; longline tuna di Jakarta dan Benoa, pole and line di Larantuka, dan Bitung. Lokasi sampling ini merupakan representasi dari perikanan tuna yang ditangkap dari kawasan pasifik barat, perairan kepulauan dan samudraindia.
Metode PSA dan SICA merupakan salah satu metode semi-kuantitatif yang mengkombinasikan hasil perhitungan dan diskusi ahli dalam menentukan hasilnya. Selain itu, metode ini juga memungkinkan untuk melakukan perhitungan dengan data terbatas sehingga di rasa cocok untuk di manfaatkan pada perikanan di Indonesia.
Species Non-Tuna diduga terancam
Menindaklanjuti penggunaan metode SICA dan PSA, tanggal 14-15 November 2013 lalu dilakukan hasil pengukuran lapangan yang sudah diolah menggunakan PSA dan diskusi dua arah. Workshop yang diselenggarakan oleh WWF-Indonesia dan Tim FPIK IPB turut mengundang perwakilan dari Komisi Nasional Pengkajian Stok Ikan (KOMNASKAJISKAN), badan penelitian (LP2T Benoa, BPPL, P4KSI, dan BP2KSI), perwakilan dari setiap Dinas Kelautan dan Perikanan, dan nelayan dari setiap lokasi pengukuran lapangan. Pertemuan ini bertujuan untuk mengkonfirmasi hasil yang sudah diolah data lapangan dan konfirmasi pembobotan yang sudah dikerjakan oleh tim FPIK IPB.
Presentasi hasil pengukuran lapangan yang di masukkan ke dalam penilaian kerentanan spesies non-tuna yang tertangkap menggunakan metode PSA MSC dilakukan oleh Yon Vitner dari FPIK IPB, diceritakan dengan detail proses dimana data yang diambil dapat menjadi nilai yang dimasukkan ke dalam perhitungan untuk mengetahui productivity (produktivitas), dan susceptibility (keterancaman). Hasil ini kemudian didiskusikan untuk mendapatkan masukan atau revisi terhadap hasil perhitungan ini.
Selanjutnya, kegiatan dilanjutkan dengan membagi kelompok menjadi kelompok kecil per alat tangkap (longline, handline, dan pole and line) dari masing-masing daerah. Kegiatan ini adalah untuk mendapatkan dan mengkonfirmasi ulang pembobotan yang digunakan dalam perhitungan nilai produktivitas dan keterancaman yang sebelumnya sudah didapatkan serta dihitung oleh tim FPIK IPB. Dari hasil perhitungan, ditemukan bahwa spesies-spesies non target yang diukur pada saat pengambilan data lapangan masih dalam koridor aman dan belum terancam.
Perwakilan dari KOMNASKAJISKAN menutup kegiatan dengan bercerita mengenai proses yang sedang dilaksanakan merupakan pembelajaran dalam memperoleh status kerentanan spesies non-tuna pada perikanan target dan tentu akan menjadi capaian dalam program perbaikan perikanan di Indonesia. Meskipun, masih belum sempurna dalam pelaksanaan kegiatan ini merupakan batu loncatan yang sangat penting untuk upaya pengelolaan perikanan di Indonesia. Semoga kegiatan serupa dapat dilaksanakan untuk perikanan lain dan alat tangkap lainnya, sehingga perlahan-lahan Indonesia dapat mengembangkan pengelolaan perikanan yang baik dan bermanfaat.
Kontak: Abdullah Habibi, Koordinator Perikanan Tangkap, Program Kelautan & Perikanan WWF-Indonesia, ahabibi@wwf.or.id