TOMMY SI ANAK ASUH
Shintya Kurniawanatau yang biasa disapa Shintya atau Tya ini bekerja di WWF Jakarta sebagai Media Development Officer. Lulusan ilmu komunikasi Universitas Indonesia dan Imago Advertising School ini hobi menulis dan travelling. Saat ini ia aktif mengelola blog pribadinya di tyadventure.multiply.com Profil penulis selengkapnya...
(Post ini didedikasikan untuk Tommy dan teman-teman di Tim Elephant Patrol, TNBBS)
Field trip pertama di kantor baru adalah mengunjungi Taman Nasional Bukit Barisan Selatan pada tgl 19-20 Oktober yang lalu. Di sini saya belajar banyak tentang kehidupan gajah dan rekan-rekan yang berhadapan langsung dengan mereka. Sungguh terharu dan salut dengan semua pengabdian teman-teman. Bekerja di Taman Nasional berarti harus siap tugas 24 jam sehari. Harus siap dipanggil kapan saja ada masalah di lingkungan TN dan sekitarnya.
Misalnya jika ada gajah yang sakit, pasti Pak Dokter Hewan harus cepat-cepat menangani. Atau jika ada satwa yang mati di area TN, pastinya tim yang terlibat konservasi harus segera melakukan otopsi. Buat orang yang belum pernah bersentuhan langsung dengan area TN dan kegiatannya, pengalaman ini memberi banyak insight tersendiri buat saya. Terutama ketika saya bertemu Tommy, si anak gajah yatim piatu yang akhirnya diasuh oleh Arni, satu-satunya gajah betina di kelompok Elephant Patrol TNBBS.
Tommy adalah anak gajah liar yang ditemukan oleh teman-teman di site BBS, ia terpisah dari kelompoknya entah karena bencana alam atau karena induknya meninggal (akibat perburuan liar maupun faktor lainnya). Penyebab pastinya tidak diketahui karena Tommy benar-benar sendirian saat ditemukan. Ia sempat didorong untuk kembali bergabung dengan kelompok gajah liar yang ada di sekitar TNBBS, tapi gajah-gajah yang lain selalu menolaknya. Bahkan si Tommy sempat ditendang oleh gajah senior saat mencoba mendekati kelompok.
Lagipula, ia juga sepertinya enggan bergabung dengan kelompok gajah liar sehingga berkali-kali kembali mendekati kemah Elephant Patrol dimana terdapat 4 gajah jinak yang dilatih sebagai peredam konflik manusia-gajah di area TNBBS. Keempat anggota Elephant Patrol bernama Renggo, Karangin, Yongki, dan Arni. Arni menjadi wanita di sarang penyamun gajah karena cuma dia satu-satunya gajah Betina di tim Elephant Patrol. Oh iya, gajah itu maternalistik kali ya hahaha soalnya pemimpin kelompoknya adalah betina :D Dan dipimpin Arni pula, teman-teman berhasil memasang GPS collar di kelompok gajah liar. Seru lho pas dengar cerita pemasangan collar ini. Gimana kelompok Elephant Patrol dikepung gajah-gajah liar dan mereka enggak boleh salah langkah sekalipun karena nyawa taruhannya! Untung saja sakses.
Arni sekarang menjadi ortu asuh Tommy. Si Tommy akhirnya resmi diijinkan jadi anggota tim Elephant Patrol karena dia selalu PDKT ke camp :P Dia tuh lucu bangeeettt... bulunya kayak ijuk.. dan di badannya ternyata banyak mineral2 sungai. Yes! Gajah suka banget berendam di sungai dan main air :) Semua anggota Elephant Patrol, kecuali Tommy, tadinya merupakan gajah ""didikan"" TN Way Kambas yang dulunya untuk melakukan atraksi-atraksi. Kini mereka direlokasi ke BBS untuk melakukan patroli pengendalian gajah liar. Fungsi patroli ini selain untuk meredam potensi konflik manusia-gajah (dengan cara ""menggiring"" gajah liar menjauh dari pemukiman penduduk), juga berperan untuk mengurangi kasus perburuan liar dan perambahan hutan. Gajah ternyata sangat efisien untuk melakukan tugas-tugas di atas. Mereka ternyata sangat lincah naik-turun bukit, keluar-masuk hutan bersama mahout-nya (semacam pawang/ranger). Kalau mengendarai kuda, belum tentu bisa melewati medan yang berat di tengah hutan.
Selain itu ada juga faktor pertimbangan beban. Tim Elephant Patrol biasanya berpatroli bisa sampai berhari-hari bahkan berminggu-minggu keliling hutan. Mereka pun harus menginap di dalam hutan, bawa perbekalan makanan maupun minuman, dan tenda. Sang Mahout tidurnya bareng-bareng sama gajah-gajahnya.
Kehadiran Tim Elephant Patrol cukup efektif dalam meredam konflik gajah dan manusia. Mereka pun sangat berperan dalam proses relokasi 6 gajah dari Lampung Utara yang terlampau agresif. Gimana enggak agresif jika ruang gerak dan habitatnya semakin minim? 6 gajah dari Lampung Utara ini dipindah ke Lampung Selatan karena sudah membunuh 8 orang di sana.
Cara pembunuhannya pun lumayan sadis. Berdasarkan cerita Mas Ali, staf ahli yang ada di sana, gajah selalu mengingat apa yang dipelajarinya. Jika saat pertama kali mereka membunuh manusia dengan cara dilempar-lempar ke udara, lalu dibanting-banting ke tanah maupun tembok, dan terakhir diinjak kepalanya, maka seterusnya pun cara membunuhnya seperti itu. Ini tidak berlaku di semua kelompok gajah, ya. Hanya pada kasus di Lampung Utara ini saja. Gajah-gajah ini mungkin melihat cara tersebut efektif dan seterusnya pun mereka menghabisi korbannya dengan cara yang sama. Ngeri banget kalau dengar ceritanya... Para korban biasanya kepalanya remuk enggak berbentuk.. tinggal kulit kepala saja yang seolah masih menempel.. oh My!
Perilaku gajah-gajah liar ini berubah agresif karena koridor migrasi mereka dan ruang geraknya makin terbatas. Dulu, mungkin mereka enggak menghancurkan semua rumah yang dilihat/dilewatinya.. Paling hanya beberapa yang dianggap benar-benar mengganggu karena berada di tengah jalur migrasi. Namun belakangan mereka semakin ""jahil"" dan bawaannya selalu ingin merubuhkan rumah yang dilihatnya. Daripada makin depresi dan makin membahayakan penduduk juga, akhirnya gajah liar ini dipindah ke TN BBS. Sedih sih sebetulnya... gajah dan manusia saling nyalahin, saling merasa terancam karena lahan makin berkurang.
Gajah biasanya keliling melewati jalur migrasi yang sama selama umur hidupnya. Jalur migrasi itu adalah jalur migrasi yang dikenalnya sejak kecil, sejak pertama ikut ibu-bapaknya keliling2. Biasanya, siklus migrasi completed dalam waktu setahun, sehingga bisa diprediksi mereka akan lewat di mana pada bulan-bulan tertentu. Karena area makin berkurang, sekarang ga sampai setahun pun siklus migrasi sudah selesai. Di koridor2 migrasi yang ada pun, kondisi bisa berubah, ada saja pendatang atau warga yang nekat membangun rumah di tengah koridor migrasi karena mereka mungkin enggak punya pilihan lain... Jadilah berantem sama gajah. Speaking of koridor migrasi ini, harimau dan hewan2 lainnya juga mengalami masalah serupa.
Kalau enggak datang dan dengar ceritanya langsung dari staf di BBS, saya mungkin masih akan berpikir bahwa konflik manusia-hewan itu jarang-jarang terjadi, nyatanya sering banget di berbagai belahan dunia. Yang terakhir dapat sorotan adalah kasus terbunuhnya gajah karena ketabrak kereta. Yes! Believe it or not.. ada aja tuh orang yang bangun rel kereta di tengah jalur migrasi gajah. Hadeehhh.
Sebetulnya gajah itu lucu dan imut-imut.. walaupun mereka juga bisa jadi berbahaya. Tapi seharusnya agresivitas gajah ga menjadi masalah buat manusia kalau kita pun enggak agresif/serakah ngembat lahan mereka.
Selain ketemu gajah, daku pun berkesempatan ngobrol bareng teman2 dari Rhino Protection Unit dan mendengar cerita mereka tentang perburuan badak. TNBBS itu menarik. Di sana masih ada harimau Sumatera yang kadang menampakkan jejaknya di dekat kemah tempat kita nginep, ada badak, gajah, owa, dll. Dari koleksi flora juga cukup beragam. Tantangan mereka sekarang adalah memperlambat laju deforestasi. Dengan dibukanya jalan aspal, semakin mudah akses kayu2 illegal logging didapat. Untungnya sih sekarang udah berkurang karena kesadaran rakyat untuk mengadukan hal-hal semacam ini mulai meningkat.
Biar penduduk setempat tetap bisa makan tanpa harus ngeruk hasil hutan, teman2 tim konservasi biasanya melakukan pendekatan dan edukasi tentang alternative livelihood., salah satunya dengan bertanam kopi di area luar Taman Nasional. Bukan dengan membuka lahan di tengah hutan.. which happened a lot back then in BBS.
Kopinya namanya Kuyung Arang dan termasuk salah satu produk Green & Fair. Hasilnya sangat menjanjikan. Sayangnya, belum semua pihak terbuka dengan cara-cara ini. Butuh waktu cukup lama untuk meyakinkan mereka bahwa bercocoktanam dengan cara organik ini menguntungkan, biarpun kudu sedikit repot.
Dengan menggunakan kompos buatan sendiri, pastinya kan petani ga perlu keluar uang lagi buat beli pestisida, dll. Lahh jadi panjang lah ini ceritanya.. kudu satu post sendiri lagi kalau bahas Green & Fair.
Well, it was a fun trip and it is fun getting to know all these stuffs directly. I wish I can meet Tommy again who is now 3 year old and I really really hope pembuat kebijakan dan penegak hukum bisa benar2 melakukan fungsinya dalam menindaki kasus-kasus deforestasi, perburuan liar, dan kawan2nya.
We used to have a rich biodiversity... we have less today... if all these illegal activities don't stop today.. what will we have and be proud of tomorrow?