TEKANAN PERUBAHAN IKLIM TERHADAP TERUMBU KARANG
Manado, Indonesia (13/05/09): Jika dunia tidak mengambil tindakan efektif terhadap perubahan iklim, terumbu karang akan hilang dari kawasan Coral Triangle pada akhir abad ini, kemampuan daerah pesisir menghidupi daerah sekitarnya akan berkurang 80 persen, dan penghidupan sekitar 100 juta orang akan hilang atau mengalami dampak sangat buruk.
Sebagai gambaran, di tahun 2005, sektor perikanan Indonesia saja telah menyumbangkan 7,5 juta pekerjaan atau lebih dari US$ 10,67 milyar. Belum termasuk pemasukan dari sektor turisme dan konservasi pesisir dan laut. Sementara Coral Triangle mencakup pantai, terumbu karang, dan laut dari enam negara – Indonesia, Filipina, Malaysia, Papua Nugini, Kepulauan Solomon, dan Timor Leste.
Tapi aksi global perubahan iklim yang efektif dan keprihatinan regional terhadap permasalahan penangkapan ikan secara berlebihan (over-fishing) dan pencemaran dapat mencegah bencana, seperti yang dijelaskan oleh WWF dalam kajian kemungkinan skenario tentang lingkungan, ekonomi dan sosial di World Ocean Conference hari ini.
Coral Triangle and Climate Change: Ecosystems, People, and Societies at Risk, dibuat berdasarkan lebih dari 300 publikasi studi ilmiah dan termasuk karya lebih dari 20 pakar di bidang-bidang, seperti biologi, ekonomi, dan perikanan, yang menunjukkan dua kemungkinan masa depan di abad ini bagi lingkungan laut terkaya di dunia.
Coral Triangle, hanya 1 persen dari permukaan bumi, mencakup 30 persen dari terumbu karang dunia dan 76 persen dari spesies karang yang membentuknya, dan lebih dari 35 persen dari spesies ikan terumbu karang juga sebagai tempat bertelurnya ikan yang strategis secara ekonomis, seperti ikan tuna. Di kawasan Coral Triangle ini tingkat spesies karang yang tertinggi ditemukan di tanjung kepala burung Papua, yang menjadi tuan rumah bagi lebih dari 574 spesies – 4 kali lipat seluruh spesies di Samudra Atlantik.
""Dalam skenario dunia, kami tetap saja hidup dalam jalur iklim seperti sekarang ini dan melakukan sedikit hal untuk melindungi kawasan pesisir dari serangan gencar ancaman lokal,"" tegas Profesor Ove Hoegh-Guldberg dari University of Queensland yang memimpin penelitian ini.
Beliau juga menjelaskan, ""Orang melihat kekayaan biologi Coral Triangle yang telah dihancurkan selama berabad-abad telah menyebabkan peningkatan suhu lautan, keasaman laut, dan kenaikan muka air laut, sementara ketahanan lingkungan pesisir juga makin buruk karena pengelolaan pesisir yang lemah. Kemiskinan meningkat, ketahanan pangan jatuh, ekonomi melemah, dan memperkuat alasan masyarakat pesisir bermigrasi ke daerah perkotaan.""
""Puluhan juta orang ’dipaksa’ berpindah dari pedesaan pesisir karena kehilangan rumah, sumber makanan dan pendapatan, yang memberikan tekanan bagi berbagai kota dan negara-negara maju di sekitarnya, seperti Australia dan Selandia Baru.""
Namun laporan ini juga menunjukkan adanya peluang untuk menghindari skenario terburuk di wilayah tersebut, yakni dengan membangun ketahanan dan memperkuat Coral Triangle yang akan mengalami pertumbuhan ekonomi, ketahanan pangan, dan lingkungan alam yang dipelihara dengan baik JIKA secara penurunan emisi gas rumah kaca didukung secara signifikan oleh investasi internasional dalam upaya memperkuat lingkungan alam regional.
""Hal ini mengarah pada isu perubahan iklim di Coral Triangle yang merupakan tantangan namun tetap bisa diatasi serta menjawab aksi regional dalam mengurangi tekanan lokal lingkungan dari penangkapan ikan berlebihan, pencemaran, dan penurunan kualitas air pesisir, dan kesehatan,"" kata Profesor Hoegh-Guldberg.
Bahkan di bawah skenario terbaik pun, masyarakat lokal akan menghadapi kehilangan karang, kenaikan muka air laut, peningkatan aktivitas badai, kekeringan parah, dan kurangnya ketersediaan pangan dari perikanan pesisir. Perbedaan utamanya adalah bagaimana pun masyarakat tetap utuh dan lebih tahan dalam menghadapi kesukaran ini.
""Pengelolaan sumber daya pesisir melalui berbagai pilihan, termasuk pengelolaan kawasan perlindungan laut, hutan bakau, dan padang lamun, dan perikanan efektif yang dikelola secara lokal akan menghasilkan penurunan sumber daya ini dengan lambat,"" kesimpulan kajian.
James Leape, WWF International Director General, mengatakan, ""Hubungan antara masyarakat dan laut di Coral Triangle berada di bawah ancaman ekstrem dari perubahan iklim dan meningkatkan laju tekanan lingkungan lokal dan regional, sehinga tindakan regional maupun internasional harus segera diambil agar terhindar dari malapetaka ekologis akibat manusia.”
""Para pemimpin dunia harus mendukung negara-negara Coral Triangle terhadap upaya melindungi masyarakat yang paling rentan terhadap naiknya air muka laut, dan kehilangan sumber ekonomi dan pangan dengan membantu mereka untuk memperkuat pengelolaan sumber daya kelautan dan dengan penempaan kesepakatan yang kuat pada penurunan gas rumah kaca di UN Climate Conference di Kopenhagen pada Desember tahun ini.""
Fitrian Ardiansyah, Direktur Program Iklim dan Energi, WWF-Indonesia menegaskan pernyataan James Leape, ”Dengan menjadi bagian dari solusi, yaitu membangun pendanaan global dan mekanisme finansial untuk kebutuhan adaptasi, aksi segera untuk mencapai target nasional sehingga berkontribusi terhadap kesepakatan internasional, membangun struktur tata pemerintahan yang mengintegrasi sumber daya dan manajemen pembangunan yang memfasilitas perlindungan keanekaragaman hayati, serta mempertahankan sumber pendapatan yang menyediakan stimulasi ekonomi dan alternatif pekerjaan.”
Fitrian memberi contoh, ”Masih ada peluang dan upaya yang bisa dilakukan dan sudah dicontohkan Indonesia, yaitu yang dilakukan di Taman Nasional Bali Barat dengan penguatan ekonomi masyarakat dan perlindungan terumbu karang. Baru-baru ini juga di Pulau Lombok, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat bergerak ke arah yang tepat dengan mencoba mengarusutamakan komponen perubahan iklim di dalam kebijakan pembangunan pulau kecil. Dua contoh ini memberikan harapan bahwa Indonesia sebagai negara kepulauan mampu berbenah dan menghadapi dampak perubahan iklim”
Ia juga menyebutkan bahwa pemerintah, pihak swasta, dan masyarakat perlu fokus dalam memetakan daerah-daerah, sektor-sektor, dan kelompok-kelompok masyarakat yang akan terkena dampak perubahan iklim paling parah. Kemudian mencoba membuat program, budget, dan action plan.
Untuk informasi lebih lanjut, hubungi:
Charlie Stevens
Media Manager, WWF Coral Triangle Program
61 (0) 2 8202 1274, +61 (0) 424 649 689
cstevens@wwf.org.au
Israr Ardiansyah
Media Outreach Coordinator, WWF-Indonesia
+62 – 21 – 576 10 70 # 458, + 62 – 811 266 973
iardiansyah@wwf.or.id
Fazedah Nasution
Communications Officer, Program Iklim dan Energi, WWF-Indonesia
+62 – 21 – 576 10 70 # 206, +62 – 813 15 800 396
fnasution@wwf.or.id
Laporan & Info:
- Informasi lebih lanjut tentang Coral Triangle, kunjungi: www.panda.org/coraltriangle
- Unduh Laporan & Ringkasan:
- Ringkasan: climate change coral triangle summary report (pdf)
- Laporan lengkap: climate change coral triangle full report(pdf)
Foto & B-Roll
- Resolusi Tinggi: www.panda.org/wwf_news/multimedia/photo/photogallery/coraltriangle.cfm
- B-roll – preview: www.divshare.com/folder/540584-91b
- Shotlist: http://www.divshare.com/download/7314803-b52
- B-roll resolusi tinggi: www.divshare.com/folder/535053-0e3
Tentang WWF
WWF adalah salah satu organisasi konservasi independen terbesar di dunia dan paling dihormati, dengan hampir 5 juta pendukung dan jaringan global yang aktif di lebih dari 100 negara. Misi WWF adalah menghentikan degradasi lingkungan di bumi dan untuk membangun masa depan di mana manusia hidup selaras dengan alam, dengan melestarikan keanekaragaman hayati, memastikan penggunaan sumber daya alam yang diperbaharui secara berkelanjutan, dan mempromosikan pengurangan polusi dan konsumsi yang berlebihan.
www.panda.org/media atau www.wwf.id