TEKANAN KERAS MENJELANG EVALUASI PANEL PERUBAHAN IKLIM DUNIA
Vini Mariyane Rosya
TEKANAN terhadap The Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) rn*-muncak setelah sederet kesalahan penilaian investigasi iklim. Satu-satunya badan panel antarpemerintah yang ditugaskan mengevaluasi risiko perubahan iklim yang disebabkan aktivitas manusia secara resmi akan mendengarkan hasil investigasi yang dilakukan sebuah komite bentukan the In-,ter-Academy Council, Senin (atau Selasa waktu Indonesia).
Menurut rencana, paparan keputusan yang akan dibacakan langsung oleh Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon akan berlangsung di New York. Komite akan memaparkan tinjauan atas keberlangsungan panel yang telah berdiri selama lebih dari dua dekade tersebut.
IPCC menjadi sorotan setelah mengakui melakukan kesalahan pada laporan pada 2007, yang menyatakan gletser Himalaya mencair hingga pada tingkatan seperlima pada 2035.
Sebagian besar kontroversi ilmu iklim ini dimulai pada November. Saat itu, lebih dari 1.000 surat elektronik hasil re-tasan dari sebuah lembaga penelitian iklim di University of East Anglia, Inggris, ditampilkan secara daring.
Dalam surat elektronik itu disebutkan bahwa para ilmuwan di laboratorium, beberapa di antaranya terlibat dalam menulis laporan IPCC, berusaha untuk meyakinkan bahwa berbagai kerusakan iklim disebabkan aktivitas manusia. Dalam berbagai tampilan di e-mail tersebut terlihat jelas bahwa para peneliti IPCC ternyata tak pernah punya cukup bukti tentang laporan-laporan yang mereka keluarkan. Panel juga dikritik atas sumber-sumber informasi yangdigunakan dalam menyusun laporan yang ternyata tidak valid. Sejumlah pernyataan ternyata sekadar berdasarkan informasi yang diambil dari laporan oleh kelompok lobi lingkungan, artikel majalah, dan disertasi mahasiswa.
Profesor Robert Watson, mantan anggota panel IPCC menggambarkan cara IPCC menangani kesalahan sebagai hal yang benar-benar sangat mengerikan. Ia menyatakan bahwa panel harus mempertimbangkan mempekerjakan staf tambahan untuk memeriksa seluruh sumber-sumber informasi, atau referensi, dan memastikan akurasi pernyataan yang dibuat dalam laporan di masa depan.
""Untuk saya masalah mendasar adalah ketika kesalahan ditemukan itu ditangani secara total dan sangat mengerikan,"" ucapnya seperti yang dilansir BBC Neivs, kemarin.
Watson melihat selama ini IPCC tak memiliki sistem peng-evaluasian diri yang tepat. ""IPCC perlu menemukan mekanisme sehingga jika sesuatu perlu dikoreksi, ada cara cepat untuk mendapatkan koreksi yang perlu dilakukan,"" tegasnya.
Tak sekadar tinjauan
Dalam paparan tersebut, ba nyak pihak yang mengharapkan agar tim investigasi tak sekadar memberikan sanksi, tapi juga mencarikan solusi dan rekomendasi yang tepat terhadap imbas kesalahan terhadap berbagai kebijakan panel. Watson mengatakan komite tersebut lebih diperlukan untuk mencegah kesalahan yang muncul dalam ""laporan panel sebelumnya.
""Mungkin ada peran bagi sekretariat PBB, yang secara efektif, dan dengan mempekerjakan staf tambahan atau mungkin mahasiswa sarjana dan pascasarjana, yang memungkinkan mereka dapat menindak-lanjuti seluruh rantai referensi kesalahan IPPC,"" ucapnya.
Sebagai sebuah organisasi bentukan PBB, IPCC diakui direkturnya, Dr Rajendra Pachauri, sebagai organisasi yang lemah. Sebagai badan yang didedikasikan untuk manusia, ternyata IPCC tidak mumpuni.
""Ini adalah badan yang bertanggung jawab kepada manusia di seluruh dunia dan akan diperhatikan serta dipertanyakan lebih sering di masa depan. Namun, kami tidak siap untuk itu,"" akunya pada sebuah konferensi pers akhir pekan lalu.
Pachauri mengatakan organisasinya buruh tambahan personel untuk membuat gerak IPCC Iebih baik. Personel yanglebih banyak dan terlatih, imbuhnya, akan memudahkan IPCC dalam menjelaskan kerja kelompok ini kepada publik.
Hal senada diungkapkan anggota Dewan Panel Inter-Academy Mario Molina. Menurutnya, jumlah anggota karyawan IPCC yang hanya beberapa lusin membuat dirinya sulit menyalahkan IPCC sepenuhnya.
""Laporan IPCC tentu saja bisa meningkatkan pendapat dari masyarakat ilmiah yang lebih kuat dan lebih eksplisit. Namun, karena jumlah staf IPCC minim, tidak ada kemungkinan untuk melakukan hal ini,"" ucapnya.
Tak hanya itu, di matanya, IPCC ternyata memiliki organisasi yang lemah serta tak memiliki mekanisme kuat bagi kemungkinan kesalahan yang muncul. Mengacu kasus Hima-layagate pada 2007, Molina mengaku telah mencantumkan sejumlah rekomendasi dalam tinjauan mereka.
""IPCC tidak memiliki struktur permanen yang bisa menjawab berbagai jenis pertanyaan yang muncul. Hal inilah yang kami rekomendasikan."" tegasnya.
Profesor perubahan iklim di University of East Anglia, Inggris, mengatakan perubahan jelas dibutuhkan organisasi dunia tersebut jika tak ingin dibubarkan. IPCC perlu mencari konsensus yang mengaburkan sekaligus mengonstruksi perdebatan sosial dan ilmiah yang lebih luas tentang dorongan pengetahuan dan nilai yang mengelilingi politik perubahan iklim. ""IPCC tidak cukup menyesuaikan diri dengan perubahan ilmu pengetahuan dan politik perubahan iklim, maupun terhadap perubahan ekspektasi dan peran yangdiharap-kan diterapkan dalam masyarakat,"" ujarnya. (BBC/ WSJj /Telegraph/ M-4)vini@mediaindonesia.com