RENCANA AKSI BERSAMA KONSERVASI GAJAH KALIMANTAN DIRUMUSKAN
27 Juni 2011
Nunukan, Kalimantan Timur – Sebanyak 40 peserta dari pemerintah, perusahaan, akademisi, dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) berkumpul untuk merumuskan kembali rencana aksi bersama untuk kegiatan konservasi gajah Kalimantan, Senin (27/06), di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur. Dalam workshop yang dilaksanakan di Kantor Bupati Nunukan tersebut, para pihak melakukan pengkajian dan pemutakhiran atas rencana aksi yang telah disusun pada tahun 2008. Dalam kegiatan ini diharapkan rencana aksi yang disusun ulang dapat disesuaikan dengan perkembangan terkini yang ada di lapanganserta peran serta dari masing-masing pihak dapat terpetakan lebih baik dan disepakati gunamenjamin kelangsungan jangka panjang satwa unik Kalimantan ini.
Meskipun keberadaan Gajah Kalimantan sudah ada di Nunukan sejak lama, tetapi baru pada tahun 2006 kegiatan konservasi baru dilaksanakan dengan kerjasama antara WWF, Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur, Pemerintah Kabupaten Nunukan dan Universitas Mulawarman yang melakukan survei populasi di sekitar Sungai Tulit, Tampilon, Agison dan Sibuda di Kabupaten Nunukan, yang juga masuk dalam kawasan Jantung Kalimantan (Heart of Borneo). Hasil survei tersebut menyebutkan, populasi Gajah Kalimantan di Nunukan diperkirakan sekitar 20-80 ekor.
Masyarakat di Sebuku menyatakan bahwa habitat gajah saat ini sudah jauh berkurang dan habitat utama yang tersisa sekarang berada pada areal konsesi HPH. Hal ini menyebabkan beberapa ekor gajah solitaire kerap memasuki wilayah pemukiman dan beberapa perkebunan kelapa sawit, serta menimbulkan konflik. Konflik tersebut terjadi mulai tahun 2005 hingga saat ini. Hasil monitoring tahun 2010 oleh WWF Indonesia, terdapat 1 ekor gajah soliter yang berkonflik di 11 desa, menyerang berbagai jenis tanaman milik masyarakat terutama tanaman sawit dan pisang yang disukai oleh gajah.
“Saat ini banyak laporan dari masyarakat tentang kebun mereka yang dirusak oleh gajah. Solusi jangka panjang untuk menghindari konflik adalah dengan memasukkan keberadaan gajah dalam pertimbangan pemanfaatan ruang, terutama di sekitar habitat gajah. Sementara untuk jangka pendek perlu adanya penanganan konflik secepatnya, mengingat konflik dapat terjadi setiap saat,” sebut Agoes Soeyitno, Species Conservation Coordinator WWF-Indonesia untuk region Kalimatan Timur.
“Dikhawatirkan, jika habitatnya terus berkurang, akan semakin banyak gajah yang keluar habitat utamanya dan menimbulkan konflik yang lebih banyak terutama di pemukiman masyarakat,” imbuhnya.
Mengingat aspek dan dimensi konservasi gajah Kalimantan, Dodi Rukman, Project Leader WWF Indonesia untuk Program Taman Nasional Kayan Mentarang (TNKM) menyatakan,”Konservasi Gajah Kalimantan tidak bisa dilakukan hanya oleh pihak-pihak tertentu saja. Tetapi harus melibatkan seluruh pihak yang terkait agar strategi dan rencana aksi dapat disusun dengan baik dan dilaksanakan secara efektif oleh semua pihak.”
Pemerintah Kabupaten Nunukan sendiri sangat mendukung kegiatan konservasi yang ada di wilayahnya dan menyambut baik semua pihak untuk membantu pemerintah dalam melaksanakan kegiatan konservasi. Lebih lanjut, Wakil Bupati Nunukan, Hj. Asmah Gani, dalam sambutannya menyatakan,”Pemerintah Kabupaten Nunukan berharap bahwa dari Workshop Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Gajah Kalimantan 2011 ini didapatkan informasi untuk penyusunan kebijakan dari Kabupaten Nunukan. Diharapkan bahwa kegiatan konservasi Gajah Kalimantan dapat terkoordinasi dan tersinkronisasi antara satu pihak dengan pihak lainnya.”
Danang Anggoro dari BKSDA Kalimantan Timur menyampaikan,”Konservasi Gajah Kalimantan sudah masuk dalam kebijakan pemerintah pusat yang dicantumkan dalam Rencana Aksi dan Strategi Nasional Konservasi Gajah Sumatera dan Kalimantan. Rencana aksi dan strategi nasional tersebut dapat dijadikan acuan dalam penyusunan kembali strategi dan rencana aksi untuk konservasi Gajah Kalimantan.”
Informasi lebih lanjut, hubungi:
- Dodi Rukman, Project Leader WWF Indonesia Program TNKM, Email: drukman@wwf.or.id
- Agus Suyitno, Species Conservation Coordinator WWF Indonesia region Kalimantan Timur, Email: asuyitno@wwf.or.id
Catatan untuk editor:
WWF Indonesia adalah organisasi konservasi global yang mandiri dan didirikan pada tahun 1961 di Swiss, dengan hampir 5 juta supporter dan memiliki jaringan yang aktif di lebih dari 100 negara. Di Indonesia, organisasi ini bergiat di lebih dari 25 wilayah kerja lapangan dan 17 provinsi. Misi WWF-Indonesia adalah menyelamatkan keanekaragaman hayati dan mengurangi dampak ekologis aktivitas manusia melalui: Mempromosikan etika konservasi yang kuat, kesadartahuan dan upaya-upaya konservasi di kalangan masyarakat Indonesia; Memfasilitasi upaya multi-pihak untuk perlindungan keanekaragaman hayati dan proses-proses ekologis pada skala ekoregion; Melakukan advokasi kebijakan, hukum dan penegakan hukum yang mendukung konservasi, dan; Menggalakkan konservasi untuk kesejahteraan manusia, melalui pemanfaatan sumberdaya alam secara berkelanjutan. Selebihnya tentang WWF-Indonesia, silakan kunjungi website utama organisasi ini di www.panda.org; situs lokal di www.wwf.or.id
Tentang Gajah Kalimantan
Gajah Kalimantan atau biasa disebut juga oleh para ahli dengan Gajah Kerdil Borneo/Elephant Pigmy Borneo, merupakan gajah yang memiliki ukuran tubuh lebih kecil dibandingkan kerabat gajah lainnya. Gajah ini unik karena merupakan gajah yang memiliki ukuran paling kecil di dunia. Berukuran lebih pendek, telinga lebih lebar dan ekor yang lebih panjang sampai menyentuh tanah.
Gajah di wilayah Borneo (Kalimantan dan Sabah) masih banyak menyimpan misteri. Laporan terbaru berjudul ”Origins of the Elephants Elephas Maximus L of Borneo,” yang diterbitkan dalam Sarawak Museum Journal menunjukkan bahwa tidak ada bukti arkeologis mengenai keberadaan gajah dalam jangka panjang di Borneo. Banyak manuskrip menceritakan bahwa Gajah Kalimantan didatangkan dari luar pulau Borneo ratusan tahun yang lalu.
Para ilmuwan menyampaikan hasil temuannya pada tahun 2003. Tes DNA yang dilakukan Columbia University dan WWF Malaysia dengan mengambil sampel DNA gajah yang ada di Sabah menunjukkan kemungkinan bahwa gajah Borneo secara genetika berbeda dari subspesies gajah yang ada di Sumatra dan daratan Asia lainnya.