RAYAKAN TAHUN BARU TANPA SIRIP IKAN HIU
Oleh: Natalia Trita Agnika
Hari Raya Imlek telah tiba. Pada kesempatan ini, keluarga Tionghoa memiliki tradisi merayakan Imlek sembari menikmati aneka jamuan makanan. Kebersamaan dan kehangatan adalah faktor penting dalam budaya Tionghoa. Dari sekian banyak hidangan khas Imlek, ada sebuah menu yang masih dikonsumsi oleh beberapa orang sebagai sebuah hidangan istimewa, yaitu sirip hiu. Kebiasaan ini dipercaya dapat memberi kesehatan, kemakmuran, dan hidup panjang. Menyantap makanan berbahan sirip hiu juga dianggap meningkatkan gengsi seseorang. Tak heran, menjelang Imlek tahun ini, permintaan akan sirip hiu melonjak. Akibatnya, kasus penyelundupan sirip hiu pun meningkat. Sebagai contoh, pada Januari 2016 yang lalu, sebanyak 20 ton sirip ikan hiu digagalkan penyelundupannya oleh Bea Cukai Tanjung Perak, Surabaya.
Fakta tentang bagaimana cara mendapatkan sirip hiu hingga bisa tersaji di meja makan akan membuat kita berpikir ulang dan tidak mengonsumsinya. Secara kejam, hiu-hiu tersebut diambil siripnya hidup-hidup (shark finning). Hiu-hiu yang telah dipotong siripnya tadi “dibuang” lagi ke laut. Sering kali hiu-hiu tanpa sirip itu akhirnya mati perlahan-lahan.
Pengambilan sirip hiu seperti itu sangat mengancam populasi predator teratas di lautan ini. Hiu termasuk spesies yang reproduksinya lambat. Hiu juga salah satu spesies yang populasinya terancam punah. Sejak 14 September 2014, CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna/Konvensi Perdagangan Internasional terhadap Satwa dan Tumbuhan yang Terancam Punah) memberi perlindungan yang lebih serius terhadap lima spesies hiu yang kini statusnya terancam punah.
Tak banyak yang tahu bahwa hiu memiliki peran penting dalam siklus ekosistem laut. Sebagai predator teratas, hiu mengendalikan populasi hewan laut dalam rantai makanan. Populasi hiu yang sehat menjadi jaminan terjaganya kelimpahan ikan-ikan konsumsi manusia. Penangkapan besar-besaran terhadap hiu menyebabkan terganggunya keseimbangan rantai makanan dalam ekosistem laut dan berdampak negatif bagi ketahanan pangan.
Momen Imlek ini dapat kita gunakan untuk meningkatkan kembali kesadaran akan perlindungan hiu. Langkah nyata untuk mewujudkan hal tersebut adalah dengan berani dan secara terang-terangan menolak mengonsumsi sirip ikan hiu. Alih-alih menyajikan atau menyantap sirip ikan hiu saat jamuan Hari Raya Imlek, akan lebih baik menyantap bahan makanan lain khas Imlek yang sehat dan ramah lingkungan. Bondan Winarno, pakar kuliner yang juga merupakan Champion kampanye #SOShark pernah mengatakan bahwa sirip hiu itu tidak ada rasanya. “Tekstur sirip hiu yang krenyes-krenyes itu bisa diganti dengan bahan lain. Menurut saya, sup yang maknyus itu adalah kaldu hasil olahan chef yang andal,” ujarnya.
Tak berhenti di situ, publik juga dapat turut mendorong produsen supaya berhenti menyajikan hidangan berbahan sirip ikan hiu. Salah satunya adalah dengan kampanye melalui media sosial. Dengan demikian, secara tidak langsung para produsen dan penjual terdorong untuk menghentikan penjualan produk-produk dari hiu. Publik juga dapat turut serta mendukung media massa untuk berhenti mempromosikan kuliner hiu.
Selamat Tahun Baru Imlek. Mari rayakan tahun baru tanpa sirip ikan hiu!