PERUBAHAN POLA PRODUKSI DAN KONSUMSI DIBUTUHKAN UNTUK KURANGI JEJAK EKOLOGIS INDONESIA
Jakarta – Menyusul diluncurkannya Living Planet Report (LPR) 2014 di Jenewa, Swiss, 30 September 2014 lalu, Direktur Jenderal WWF Internasional Marco Lambertini hari ini (10/10) memberikan paparan mengenai laporan ilmiah tersebut hari ini di Jakarta. Acara yang berlangsung di Erasmus Huis tersebut juga dihadiri oleh Kepala Badan Pengelola REDD+ Indonesia Heru Prasetyo dan dan Perwakilan Rumah Transisi Jokowi-JK Anies Baswedan, beserta sejumlah perwakilan pemerintah, sektor bisnis, organisasi internasional dan LSM.
LPR adalah sebuah kajian ilmiah -- dirilis tiap 2 tahun sekali---yang menganalisis mengenai kesehatan planet bumi dan dampak dari aktivitas manusia. LPR 2014 memberikan informasi terkini mengenai tren dari Living Planet Index (LPI), Jejak Ekologis – sebuah tolak ukur tuntutan kebutuhan manusia pada alam – dan biokapasitas Bumi. Seperti yang dikemukan di LPR 2012, tuntutan kebutuhan manusia pada planet ini telah mencapai 50 persen lebih banyak dari apa dapat sediakan secara alami oleh alam. Dengan kata lain, dibutuhkan 1,5 Planet Bumi untuk memproduksi kebutuhan-kebutuhan manusia saat ini.
""Sangat penting bahwa pola produksi dan konsumsi kita masih dalam batas alam planet kita,” kata Marco Lambertini, Direktur Jenderal WWF Internasional. “Kita harus memanfaatkan temuan laporan WWF ini untuk mengurangi jejak ekologis kita, mempromosikan pembangunan manusia dan melestarikan sistem lingkungan hidup kita. Manusia harus beralih ke hubungan yang lebih seimbang antara alam dan permintaan ekonomi.""
Jejak Ekologis merupakan sistem yang mengukur seberapa banyak ruang, baik di darat maupun di air, yang diperlukan manusia untuk menghasilkan sumberdaya yang mereka habiskan dan menyerap limbah yang mereka hasilkan, menggunakan teknologi dan praktik pengelolaan sumber daya. Termasuk di dalamnya area produktif secara biologis (atau biokapasitas) yang dibutuhkan untuk tanaman pangan, ladang penggembalaan, wilayah pembangunan, lahan perikanan, hasil hutan, serta area hutan yang dibutuhkan untuk menyerap emisi CO2 tambahan yang tidak dapat diserap oleh laut.
Jejak ekologis yang tidak berkelanjutan dapat mengancam sistem alam dan kesejahteraan manusia, namun sebaliknya dapat juga mengarahkan manusia pada tindakan yang memutarbalik tren saat ini. Contohnya, kawasan urban di seluruh dunia bertanggung jawab atas lebih dari 70 persen pemanfaatan energi yang menyebabkan emisi karbon, tetapi di sisi lain juga berpotensi sebagai pusat produksi energi terbarukan dan efisiensi energi.
“Indonesia merupakan 10 negara teratas yang menyumbang lebih dari 60% dari total biokapasitas Bumi di tahun 2010. Sementara itu, Jejak Ekologis Indonesia masih berada dibawah rata-rata biokapasitas dunia sebesar 2.7 gh per orang,” kata CEO WWF-Indonesia, Dr. Efransjah. “Namun, jika kita tidak mengubah pola produksi dan konsumsi kita, peningkatan Jejak Ekologis Indonesia diatas biokapasitas nasional tidak dapat dihindari di 5 tahun kedepan. Kita sebagai masyarakat, mempunyai kekuatan memilih bagimana menjalankan gaya hidup kita, agar tidak menambah tekanan pada Bumi,” tambah Dr. Efransjah.
Negara yang hendak mencapai pembangunan berkelanjutan secara global harus mempunyai Jejak Ekologis per kapita yang lebih kecil daripada biokapasitas yang tersedia di planet Bumi ini, namun di satu sisi harus tetap mempertahankan standar kehidupan yang layak.
Menurut LPR 2014, memutuskan hubungan antara Jejak Ekologis dan pembangunan merupakan tantangan utama, akan tetapi penelitian yang disajikan menunjukkan bawah terdapat kemungkinan untuk meningkatkan standar hidup dan pada saat yang sama membatasi pengunaan sumber daya alam. Laporan ini dapat digunakan sebagai dasar bagi pemerintah, sektor bisnis dan masyarakat madani (civil society) untuk berdialog, mengambil keputusan dan bertindak, di masa-masa yang sangat penting bagi planet ini.
Catatan untuk Editor:
- Laporan lengkap dan ringkasan dapat diakses melalui tautan http://bit.ly/lprwwf2014.
- Laporan ini memasukan “One Planet Perspective” WWF dengan strategi-strategi untuk melestarikan, produksi dan konsumsi lebih bijak. Laporan ini juga mengemukakan bagaimana masyarakat Asia telah melakukan tindakan bijak untuk mengurangi Jejak Ekologis dan membalikkan keanekaragamanan hayati yang hilang.
- Living Planet Report 2014 merupakan edisi ke-10 dari publikasi utama dua-tahunan yang dirilis oleh WWF. Laporan ini mencatat lebih dari 10.000 populasi spesies vertebrata sejak 1970 hingga 2010, melalui Living Planet Index – sebuah database yang dikelola oleh Zoological Society of London (ZSL). Pengukuran untuk Jejak Ekologi manusia dilakukan oleh Global Footprint Network (GFN).
Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi:
Budi Wardhana, Direktur Kebijakan, Transformasi dan Keberlanjutan, WWF-Indonesia
Email: bwardhana@wwf.or.id, Hp: +62 81399010696