PERNYATAAN RESMI POSISI WWF-INDONESIA TERHADAP PERPRES NOMOR 44 TAHUN 2020
Jakarta—Data resmi Pemerintah Indonesia yang dirilis oleh Kementerian Pertanian berdasarkan SK No. 833/KPTS/SR.020/M/12/2019 tentang Penetapan Luas Kelapa Sawit Indonesia Tahun 2019, menyebutkan angka sebesar 16.381.959 ha sebagai luas total total tutupan sawit Indonesia, di mana dalam berbagai analisa menunjukkan sekitar 40% di antaranya adalah pekebun atau petani mandiri. Terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) RI No. 44 Tahun 2020 tentang Sistem Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia memberikan harapan baru bagi perbaikan tata kelola dan implementasi good agriculture practices perkebunan kelapa sawit Indonesia yang sangat luas tersebut.
Perpres No 44 Tahun 2020 dinyatakan berlaku mulai 12 Maret 2020, dan khusus bagi pekebun atau petani mandiri baru menjadi wajib mengimplementasikan prinsip dan kriteria Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) lima tahun sejak berlakunya Perpres ini. WWF-Indonesia secara umum mengapreasiasi terbitnya Perpres ini di mana prinsip sertifikasi ISPO telah mewajibkan:
- Untuk menerapkan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan;
- Penerapan praktik perkebunan yang baik;
- Pengelolaan lingkungan hidup, sumber daya alam dan keanekaragaman hayati;
- Tanggung jawab ketenagakerjaan;
- Tanggung jawab sosial dan pemberdayaan ekonomi masyarakat;
- Penerapan transparansi; dan
- Peningkatan usaha secara berkelanjutan.
Dalam hal ini keterlibatan masyarakat disebutkan untuk dapat berperan serta dalam kegiatan pengelolaan dan penyelenggaraan sertifikasi ISPO
Dalam Perpres No 44 Tahun 2020 tersebut dinyatakan bahwa revisi prinsip dan kriteria ISPO 2015 akan diterbitkan dalam kurun waktu sebulan setelah terbit Perpres tersebut, yang memberikan harapan agar standar yang baru bisa lebih mengakomodir prinsip-kriteria intensifikasi, mencegah ekstensifikasi kebun baru, prinsip kriteria transparansi dan ketegasan hukum, prinsip kriteria perlindungan konservasi ditingkat tapak. Sebuah komite ISPO (diketuai Menteri) akan dibentuk yang bertugas menyusun dan mengembangkan prinsip dan kriteria ISPO yang baru, menyusun standar penilaian untuk masing-masing tingkat pemenuhan prinsip dan kriteria ISPO serta menyusun persyaratan dan skema sertifikasi ISPO. Komite ISPO tersebut terdiri dari unsur pemerintah, asosiasi pelaku usaha, akademisi, dan pemantau independen. Pemantau independen yang menjadi anggota komite ISPO merupakan lembaga swadaya masyarakat yang berbadan hukum Indonesia atau warga negara Indonesia pemerhati perkebunan yang memiliki kepedulian di bidang sosial, ekonomi, dan lingkungan.
WWF-Indonesia juga mengapresiasi bahwa topik pekebun atau petani mandiri disebutkan secara eksplisit dalam Perpres ini terkait dengan bantuan pendanaan sertifikasi ISPO melalui mekanisme APBN, APBD, atau sumber sah lainnya sesuai dengan perundangan yang berlaku. Mekanisme pendanaan yang diatur kemudian dalam sebuah Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) diharapkan dapat memberikan solusi nyata bagi bantuan pendanaan bagi pekebun atau petani mandiri tidak hanya untuk proses sertifikasi ISPO namun juga implementasi good agriculture practices untuk peningkatan produktivitas kebun dan program peremajaan kebun petani.
Dengan uraian di atas, WWF-Indonesia menyatakan;
- Proses penyusunan prinsip dan kriteria ISPO yang baru seharusnya dilakukan dengan pelibatan para pemangku kepentingan yang terdiri dari pelaku usaha, pekebun atau petani mandiri, asosiasi terkait, akademisi, lembaga riset dan LSM/pemantau independen dengan konsultasi yang cukup memadai baik dari segi frekuensi maupun tata waktunya. Hal ini dilakukan supaya prinsip dan kriteria ISPO yang baru dapat menjadi bagian yang kuat dalam perbaikan sistem tata kelola sawit Indonesia menjadi lebih baik dan bermartabat.
- Pemberian ruang yang lebih luas bagi NGO untuk memberikan kontribusi berupa pendampingan pekebun dan penelitian pengembangan sistem sawit nasional, serta melakukan pemantauan independen secara bertanggung jawab dalam implementasi sertifikasi ISPO, dimana hal ini dapat dituangkan dalam Permentan terkait prinsip dan kriteria ISPO yang baru.
- Mendukung diwajibkannya semua perusahaan perkebunan sawit menerapkan sertifikasi ISPO sesuai dengan arahan dalam Perpres No. 40 Tahun 2020.
- Masa tenggang pekebun atau petani mandiri untuk wajib mengimplementasikan sertifikasi ISPO dalam lima tahun ke depan sejak Perpres No. 44 Tahun 2020 ini berlaku, sangat perlu dilakukan implementasi strategi kesiapan pekebun dalam implementasi ISPO ini dengan tujuan untuk meningkatkan kapabilitas dan kredibilitas pekebun atau petani mandiri di rantai pasok pasar sebagai pekebun yang bertanggung jawab dan legal dalam menerapkan good agriculture practices. Misalnya terhadap topik traceability system dan penyelesaian kebun-kebun dalam kawasan.