PERAYAAN GLOBAL TIGER DAY DI BENGKULU
Oleh: Hijrah Nasir
Masyarakat Kaur Bengkulu memiliki banyak cerita tentang bagaimana masyarakat hidup berdampingan dengan harimau tanpa saling mengganggu. Salah satunya adalah cerita dari Sihar, salah satu warga Desa Sukajaya, Kabupaten Kaur, Bengkulu. Dari orang tuanya, Sihar mendengar cerita tentang puyangnya yang berteman baik dengan harimau. Konon puyang (bahasa lokal setempat untuk menyebut kakek buyut) dapat melakukan perjalanan pulang balik dari Pulau Duku Banding Agung Lampung ke Muara Dua hanya dalam waktu dua jam karena ia menjadikan harimau sebagai kendaraannya atau dalam Bahasa lokal disebut dengan sunggutan.
Setiap tahun keluarganya membuat sesajen menjadi tujuh bagian yang disimpan di pinggir kebun. Cerita Sihar hanyalah satu dari banyak cerita yang menunjukkan bahwa masyarakat Bengkulu di masa lalu memiliki kearifan lokal untuk bisa hidup harmoni dengan harimau sumatera.
Harimau, sosok kharismatik berloreng yang kini terancam punah. Masih tingginya angka perburuan dan perdagangan harimau di pasar domestik maupun internasional menjadi salah satu faktor penurunan populasinya dari tahun ke tahun. Harimau yang memiliki daya jelajah mencapai 150 km2 membutuhkan ruang yang luas untuk hidup. Ruang-ruang hidup mereka di Bengkulu semakin menyempit karena praktek konversi lahan untuk perkebunan sawit, kopi, dan karet. Menyempitnya lahan dan kurangnya pakan mendorong mereka mendatangi pemukiman dan tak jarang memangsa ternak masyarakat. hal ini menyebabkan konflik manusia-harimau masih terjadi. Berbagai kasus harimau yang memangsa ternak kambing masyarakat banyak ditemukan di daerah Kaur ini.
Harimau memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Sebagai spesies kunci yang menduduki posisi puncak dalam rantai makanan yang turut menjaga dan mengatur kelestarian satwa di bawahnya, tak jarang harimau masih menjadi momok di masyarakat. Minimnya pemahaman dan kesadaran masyarakat atas pentingnya konservasi harimau seringkali membuat harimau menjadi korban dari kemarahan masyarakat. Masih ingatkah dengan cerita tragis harimau sumatera yang digantung di Desa Hutapangan, Kecamatan Batang Natal, Mandailing Natal, Sumatera Utara Maret lalu? Cerita ini tersebar luas pada pemberitaan nasional dan internasional. Harimau sumatera yang merupakan spesies terancam punah seringkali menjadi korban konflik, padahal mereka terdesak karena kekurangan pakan dan kehilangan tempat tinggal yang telah berubah menjadi lahan perkebunan.
Menurut data dari TRAFFIC, perdagangan satwa liar adalah kejahatan lintas Negara yang terorganisir dan terbesar ketiga di dunia setelah human trafficking dan Narkoba. Laporan Tahun 2008 (TRAFFIC) menemukan adanya pasar illegal yang berkembang dan menjadi pasar domestik terbuka di Sumatera yang memperdagangkan bagian-bagian tubuh harimau (bagian-bagian tubuhnya diperjualbelikan dengan harga tinggi di pasar gelap untuk obat-obatan tradisional, perhiasan, jimat dan dekorasi). Kurun waktu 1998 – 2002 sedikitnya ada 50 harimau Sumatera diburu setiap tahunnya. GAKKUM (Penegakan Hukum) mengungkapkan bahwa saat ini kasus perburuan dan perdagangan satwa liar, termasuk harimau dihukum rata-rata paling berat 2 tahun penjara atau masih di bawah ketentuan hukuman maksimum 5 tahun dalam UU No.5 tahun 1990, sehingga tidak memberikan efek jera bagi pelaku.
Dalam mendukung konservasi harimau, setiap tanggal 29 Juli diperingati sebagai Global Tiger Day untuk mengajak publik agar mendukung pelestarian harimau. WWF Indonesia Program Sumatera Bagian Selatan bersama dengan Komunitas Tiger Heart Lampung dari Forum Harimau Kita melakukan serangkaian kampanye di Kaur Bengkulu. Kegiatan yang dilakukan antara lain mengumpulkan cerita di masyarakat terkait dengan kearifan masyarakat untuk hidup berdampingan dengan harimau dengan metode reportase, melakukan kampanye ke sekolah SD dan SMP di Desa Sukajaya dan Desa Trijaya, pameran dan pentas seni yang diisi dengan lomba membaca puisi, kabaret, dan mewarnai dengan tema harimau, serta demo membatik motif harimau yang dilakukan oleh kelompok ibu PKK di Desa Trijaya.
Kegiatan ini diharapkan bisa meningkatkan kesadaran publik untuk konservasi satwa langka, khususnya harimau Sumatera dan upaya yang bisa dilakukan untuk meningkatkan populasinya, mengumpulkan cerita di masyarakat tentang kearifan lokal mereka hidup berdampingan dengan hutan dan satwa liar, meningkatkan pemahaman masyarakat terkait mitigasi konflik manusia-harimau, serta mengubah persepsi masyarakat bahwa harimau adalah satwa yang berperan penting dalam ekosistem.
Kegiatan yang berlangsung dari 18 – 20 Juli ini diadakan dengan melibatkan masyarakat di 4 desa, yaitu desa Sukajaya, Trijaya, Bukit Indah, dan Sinar Banten. Empat desa ini adalah desa-desa yang berbatasan dengan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan dan HPT Bukit Kumbang yang merupakan habitat harimau sumatera yang sering mengalami konflik dengan harimau sumatera. 3 desa diantaranya pernah mengalami konflik dengan harimau karena ternak mereka yang sebagian besar kambing dimangsa oleh harimau.
Selain melakukan kampanye, tim juga mengadakan pelatihan mitigasi konflik manusia – harimau. Tujuan pelatihan ini adalah untuk mengidentifikasi pengetahuan masyarakat tentang harimau sumatera, dan keberadaannya di sekitar Desa Trijaya, Sukajaya dan Bukit Indah serta meningkatkan kapasitas masyarakat dalam penanganan konflik satwa, salah satunya dengan teknik pembuatan kandang kambing anti harimau.
Dalam memeriahkan Global Tiger Day 2018, WWF berkolaborasi dengan Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Pemda Pesisir Barat, Sumatran Tiger Project UNDP, GEF, WCS, YABI, dan siswa pramuka saka wanabakti melakukan sejumlah kegiatan seperti fun bike, aksi tanam pohon, lomba melukis dan lomba mewarnai, lomba masak dan penyajian kuliner, pameran dan bazar ekonomi kreatif, serta face painting yang akan dilaksanakan pada 11 – 12 Agustus mendatang di Biha, Pesisir Barat. Sementara pada tanggal 29 Juli mendatang, WWF bersama dengan Balai Besar TNBBS dan mitra NGO lainnya mengadakan Orasi dan Penyadartahuan Selamatkan Harimau Sumatera dengan mengumpulkan petisi dukungan “Selamatkan Harimau Sumatera” yang akan dipusatkan di Taman Kota Ruang Terbuka Hijau Kota Agung, Tanggamus.
Dengan menyelamatkan harimau sumatera maka kita ikut menyelamatkan keanekaragaman hayati dan hutan yang berarti juga turut menyelamatkan kehidupan umat manusia. Mari mendukung aksi penyelamatan harimau sumatera dengan berbagai cara. Salah satunya bisa dengan menggunakan media sosial untuk meningkatkan kesadaran masyarakat agar tidak membeli barang dari bagian tubuh harimau sehingga perburuan harimau tidak berlanjut. Selain itu mengurangi penggunaan kertas dan tisu juga bisa menjadi langkah untuk menjaga habitat harimau sumatera dari kerusakan dan tentu saja dengan mendukung upaya dari lembaga seperti WWF untuk melestarikan harimau sumatera dengan menjadi bagian dari Sahabat Harimau.