PENYU YANG BERMIGRASI DI INDONESIA BUTUH PERLINDUNGAN KITA
Oleh: Natalia Trita Agnika
Migrasi satwa merupakan fenomena luar biasa yang terjadi di alam. Mereka menempuh jarak ribuan kilometer bahkan hingga menyeberang benua yang berbeda. Satwa-satwa tersebut bermigrasi untuk mencari makanan yang melimpah, untuk berkembang biak, atau karena perubahan musim. Tak seperti manusia yang memiliki kewarganegaraan, satwa migran ini bebas melintasi batas-batas geografi dan politis antar bangsa. Namun karena satwa-satwa tersebut secara yuridis tak dimiliki oleh suatu negara, upaya konservasi terhadap mereka menjadi suatu permasalahan tersendiri.
Karena itulah, konferensi PBB tentang lingkungan hidup manusia menghasilkan konvensi tentang Konservasi Spesies Satwa Liar yang Bermigrasi, yang kemudian dikenal sebagai Konvensi Bonn. Konvensi yang berlaku sejak tahun 1983 ini menyadari bahwa negara-negara harus menjadi pelindung satwa liar yang bermigrasi di teritori hukum mereka. (sumber: http://www.cms.int/en/node/3916 )
Perairan Indonesia merupakan rute migrasi penyu yang terpenting di persimpangan Samudera Pasifik dan Hindia. Indonesia memiliki 6 dari 7 jenis penyu yang ada di dunia, termasuk jenis penyu terbesar dan terlangka, yaitu penyu belimbing (Dermocelys coriacea). Penyu dapat ditemukan di hampir seluruh perairan Indonesia, demikian pula lokasi-lokasi penelurannya.
Tantangan yang dihadapi penyu saat bermigrasi sangat beragam. Sebut saja polusi di laut, perubahan iklim, hingga eksploitasi yang tak bertanggung jawab. Sebuah contoh kasus, setelah lelah bermigrasi, penyu tak bisa mendarat ke pantai untuk bertelur karena pantai tempat di mana dulu ia menetas kini mengalami abrasi. Berdasarkan penelitian WWF-Indonesia, migrasi penyu belimbing yang bertelur di Pantai Utara Papua Barat (Abun) menunjukkan bahwa sebagian satwa langka itu juga bermigrasi ke perairan Kei Kecil untuk mengejar mangsanya (ubur-ubur raksasa). Namun dalam perjalanannya, penyu belimbing menghadapi banyak ancaman, seperti pembukaan hutan di sekitar kawasan pantai peneluran serta aktivitas penangkapan ikan yang memiliki dampak tangkapan sampingan sehingga secara tak sengaja menangkap penyu belimbing.
Sebagai bagian dari upaya untuk melindungi penyu yang bermigrasi, Program Kelautan WWF-Indonesia menggunakan teknologi pemantauan melalui satelit (satellite tagging) untuk mempelajari habitat dan lokasi yang menjadi perlintasan maupun persinggahan penyu. Informasi penting tentang lokasi dan jalur tersebut akan bermanfaat bagi penyusunan strategi kerja konservasi, termasuk di dalamnya untuk pengelolaan kawasan konservasi atau kawasan perlindungan.
Perlindungan terhadap penyu bukan hanya tanggung jawab negara ataupun lembaga konservasi. Sebagai warga yang tinggal di negara yang wilayahnya merupakan jalur migrasi penyu, Anda pun dapat turut berkontribusi menyelamatkan satwa duta laut ini dengan menjadi Turtle Warrior. Kunjungi www.wwf.or.id/turtlewarrior sekarang. Mari kita lindungi penyu supaya “fosil hidup” ini tetap terjaga populasinya.