PEMERINTAH PERLU MENDUKUNG KEBIJAKAN BIOFUEL RENDAH KARBON
JAKARTA—Tanggal 27 Januari lalu Pemerintah Amerika Serikat mengeluarkan notifikasi Environmental Protection Agency (EPA) mengenai standar bahan bakar dari sumber yang dapat diperbarui atau Renewable Fuel Standards (RFS), yang intinya menyatakan bahwa bahan bakar minyak nabati atau biofuel yang berasal dari minyak sawit Indonesia belum memenuhi standar energi terbarukan.
“WWF-Indonesia melihat hal ini sebagai tantangan bagi Pemerintah Indonesia untuk mengeluarkan kebijakan yang mendukung pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) dari bahan bakar nabati atau biofuel, mengingat hingga saat ini belum ada standar yang mengatur tentang pengurangan emisi pada produk biofuel atau biodiesel dari Indonesia,” kata Nyoman Iswarayoga Direktur Iklim & Energi WWF-Indonesia.
Nyoman menambahkan bahwa berdasarkan ketentuan dalam notifikasi tersebut, parameter yang dijadikan tolok ukur bagi boleh tidaknya biofuel/biodiesel dari bahan baku sawit masuk ke AS adalah tingkat emisi GRK. “Jika sawit Indonesia teridentifikasi memenuhi standar emisi yang ditentukan, maka biofuel tersebut tetap bisa masuk ke pasar AS,” tambahnya.
Standar batas pengurangan emisi gas rumah kaca yang ditetapkan oleh EPA untuk Biodiesel dan Renewable Diesel dari bahan baku sawit, sebagaimana dimuat dalam ketentuan tersebut, adalah minimal 20%. Adapun hasil analisa EPA saat ini untuk minyak sawit Indonesia yang masuk ke pasar AS masih di bawah standar yaitu 17% untuk Biodiesel dan 11% untuk Renewable Diesel.
Tujuan utama dari kebijakan yang akan diaplikasikan ini adalah untuk memastikan bahwa tujuan penggunaan biodiesel dan renewable diesel untuk mengurangi emisi secara global tercapai. Walau mengurangi emisi dalam penggunaannya, biodiesel dan renewable diesel pada kenyataannya juga menghasilkan emisi paling tidak dari risiko pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit serta saat pengiriman komoditas tersebut ke negara tujuan.
Tak hanya Amerika Serikat, Uni Eropa bahkan sejak akhir 2008 sudah mengeluarkan peraturan yang mengatur pemakaian biofuel di Uni Eropa yang mensyaratkan kebijakan serupa, bahwa semua produk sawit juga harus memenuhi standar emisi GRK.
“Standar penurunan emisi rumah kaca untuk biofuel sudah diakomodir dalam rancangan (draft) panduan prinsip dan kriteria Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO) yang baru. Dengan adanya implementasi kebijakan biofuel di Amerika dan Eropa yang mensyaratkan standar batas emisi GRK dalam bahan bakar nabati dari sawit, sudah saatnya bagi RSPO untuk mempercepat finalisasi panduan reduksi emisi gas rumah kaca yang saat ini sedang dipersiapkan,” kata Irwan Gunawan Deputi Direktur Transformasi Pasar dari WWF-Indonesia. Melalui panduan tersebut diharapkan anggota RSPO bisa segera mendapatkan acuan dalam produksi biofuel yang memenuhi standar reduksi emisi GRK.
Ruang lingkup kebijakan baru Amerika ini hanya mengatur standar batas emisi gas rumah kaca dari minyak sawit yang diproses menjadi bahan bakar nabati biodiesel dan renewable diesel. Artinya produk turunan lain dari minyak sawit termasuk bahan makanan, obat-obatan dan kosmetik tetap dapat diekspor seperti biasa.
Saat ini ekspor Indonesia ke AS untuk biofuel masih tergolongkecil. Tahun 2009 ekspor CPO/ Crude Palm Oil Indonesia ke beberapa negara termasuk Amerika hanya sekitar 16% dari total ekspor CPO ke seluruh dunia. Untuk CPO ekspor tertinggi Indonesia adalah ke India, China, Asia dan Uni Eropa.
##SELESAI##
Catatan untuk editor:
Renewable Diesel adalah bahan bakar diesel yang dihasilkan dari proses kimia terhadap minyak nabati, dalam konteks notifikasi ini minyak goreng yang berasal dari minyak sawit.
Untuk informasi lebih lanjut, hubungi:
- Irwan Gunawan, Deputi Direktur Transformasi Pasar, WWF-Indonesia igunawan@wwf.or.id
- Nyoman Iswarayoga, Direktur Iklim & Energi WWF-Indonesia, niswarayoga@wwf.or.id