PELATIHAN PENGUMPULAN DATA HCR DI KAMPUS STP WAKATOBI
Penulis: Muhammad Yusuf (National Coordinator for Fisheries Research and Development)
Pendataan Harvest Control Rule (HCR) atau aturan pengendalian penangkapan merupakan salah satu alat penting dalam pengelolaan perbaikan perikanan. Oleh karena itu, WWF-Indonesia bekerja sama dan Pusat Pendidikan, Kementerian Kelautan dan Perikanan melakukan Pelatihan Pendataan HCR di Kampus Konservasi Sekolah Tinggi Perikanan (STP) – Wakatobi pada tanggal 22-24 Februari 2016 lalu. Pelatihan pendataan HCR ini diikuti oleh 20 orang partisipan, antara lain akademisi dari 4 perguruan tinggi di Kendari dan Bau-bau sertaSTP Wakatobi, Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Sulawesi Tenggara dan Kabupaten Wakatobi, penyuluh perikanan, LSM, para pengumpul ikan karang hidup, staf dan enumerator WWF-Indonesia, Unit Pelaksana Teknis (UPT) Loka Konservasi Balitbang KP Wakatobi. Ketua STP Wakatobi I Nyoman Suyasa dan Direktur Program Coral Triangle WWF-Indonesia Wawan Ridwan pun turut hadir dalam kegiatan pelatihan tersebut. Dalam sambutannya di hari kedua pelatihan, Bapak I Nyoman Suyasa berharap agar peserta yang berasal dari berbagai lokasi dan instansi ini tak hanya mengikuti pelatihan, tetapi juga dapat melanjutkan kerja sama dengan STP.
Pelatihan HCR yang dilaksanakan di Wakatobi ini merupakan salah satu bentuk komitmen WWF-Indonesia dalam bidang konservasi. Selain itu, Wakatobi merupakan taman nasional terluas kedua di Indonesia setelah Taman Nasional Teluk Cendrawasih dengan luas 1,390,000 hektar yang terdiri dari 97% laut dan 3% daratan. Wakatobi juga menjadi rumah bagi empat jenis penyu, ikan dan terumbu karang dan telah ditetapkan sebagai taman laut nasional sejak tahun 1996. Pemerintah Indonesia sendiri telah mencanangkan pembentukan 20 juta hektar kawasan konservasi perairan hingga tahun 2020 dan hingga kini telah resmi ada 17,3 juta hektar kawasan konservasi.
Para peserta pelatihan melakukan praktik pendataan di lapangan selama 2 hari untuk menggali informasi dan data kapan penangkapan besar-besaran mulai dilakukan di Kampung Bajo, Desa Mola, Wakatobi. Responden yang menjadi target wawancara adalah para nelayan senior yang mengetahui sejarah awal penangkapan ikan di Mola. Dari hasil praktik wawancara sejarah penangkapan ikan, yang dibagi menjadi 3 kelompok, diperoleh informasi bahwa penangkapan ikan di Desa Mola dimulai sekitar tahun 1975-1979 untuk alat tangkap jaring dan panah. Sementara pengumpul ikan mulai ada sejak tahun 2000.
Kerja sama WWF-Indonesia dan KKP dalam upaya konservasi laut
Sementara Pak Wawan dari WWF-Indonesia dalam pidato singkatnya di sela-sela pelatihan menyampaikan bahwa pelatihan yang diselenggarakan oleh WWF-Indonesia ini akan dilanjutkan dengan kegiatan-kegiatan lain bekerja sama dengan Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BPSDM-KP). Kampus STP Wakatobi yang merupakan hasil investasi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Pemerintah Daerah Wakatobi ini akan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya sebagai sarana untuk pelatihan dan kegiatan Pusat Pendidikan Kelautan dan Perikanan lainnya. Oleh karena itu, semua pemangku kepentingan harus menyebarkan virus-virus baik pengelolaan perikanan berkelanjutan, salah satunya HCR untuk Ecosystem Approach to Fisheries Management (EAFM) yang merupakan mandat dari FAO.
Pada saat penutupan pelatihan, South Eastern Sulawesi (SES) Project Leader WWF-Indonesia Sugiyanta menyampaikan harapannya agar kawasan SES ini bisa membuat sebuah portal informasi mengenai pengelolaan perikanan dan sumber daya kelautan yang melibatkan semua pemangku kepentingan dalam kawasan ini. Sementara di tempat terpisah, Small Islands, Partnership, and Governance Leader WWF-Indonesia, yang menangani program kerja sama dengan KKP, M. Ridha Hakim menyatakan bahwa kerja sama yang dirancang antara KKP dengan WWF-Indonesia ditujukan untuk mencapai pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya laut dan pesisir yang berkelanjutan dan bertangung jawab. Hal ini akan dilakukan melalui upaya perlindungan dan pengelolaan kawasan-kawasan yang penting bagi ekosistem dan ekologi laut, transformasi usaha perikanan yang berkelanjutan dan bertanggung jawab, serta perlindungan dan pengelolaan terhadap jenis-jenis satwa laut yang terancam punah dan dilindungi. Untuk mencapai hal tersebut, tentulah sangat dibutuhkan kapasitas sumber daya manusia kelautan dan perikanan yang handal.
“Kami bersama-sama BPSDM-KP telah merancang kurikulum kegiatan pendidikan dan pelatihan yang diharapkan akan dapat menjawab tuntutan akan kompetensi, pengetahuan, dan keterampilan dalam pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan di masa mendatang,” jelas M. Ridha Hakim.
Tindak lanjut yang disepakati peserta dan penyelenggara setelah pelatihan pendataan HCR ini adalah agar ada forum pertemuan lagi yang bisa menyampaikan hasil analisis HCR. Karena tantangan lain setelah diketahui Limit Reference Point (LRP) dari hasil analisis HCR adalah Target Reference Point (TPR), yaitu mekanisme pengaturan penangkapan dan berapa lama tenggang waktu yang dibutuhkan untuk memulihkan sumber daya perikanan.