PAM DAN CAMERA TRAP: INOVASI TEKNOLOGI UNTUK PELESTARIAN ALAM PAPUA
Di tengah semangat pelestarian alam yang terus tumbuh, sebuah langkah penting telah diambil di Tanah Papua. Yayasan WWF Indonesia dan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua resmi menjalin kerja sama melalui penandatanganan nota kesepahaman tentang Penguatan Fungsi Kawasan dan Konservasi Keanekaragaman Hayati Di Wilayah Kerja Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Papua. Kolaborasi ini bukan sekadar simbolik, melainkan menjadi titik awal dari sebuah perjalanan bersama untuk menjaga kekayaan hayati Papua yang luar biasa. Sebagai wujud nyata dari kemitraan ini, kedua lembaga menggelar kegiatan Berbagi Pengetahuan yang mengangkat tema penggunaan metode Passive Acoustic Monitoring (PAM) dan Camera Trap (CT) dalam mendukung konservasi. Teknologi ini memungkinkan para peneliti dan pengelola kawasan konservasi untuk “mendengar” dan “melihat” kehidupan liar tanpa mengganggu habitatnya sebuah pendekatan yang semakin relevan di era modern.Kegiatan ini berlangsung di dua lokasi berbeda yaitu Kantor WWF Program Papua dan Hotep Sawe Suma, dari tanggal 23 – 26 Juni 2025.
Kegiatan ini dirancang untuk membekali para peserta dengan keterampilan teknis dalam pengumpulan data keanekaragaman hayati menggunakan dua metode utama: Camera Trap dan Passive Acoustic Monitoring (PAM). Kedua teknologi ini menjadi alat penting dalam mendukung pelaksanaan survei keanekaragaman hayati di wilayah kerja yang telah disepakati, sekaligus memperkuat upaya pelestarian alam Papua yang kaya dan unik.
Sebanyak 30 peserta terlibat aktif dalam kegiatan ini, terdiri atas Calon Pegawai Negeri Sipil Kementerian Kehutanan, staf BBKSDA Papua, serta tim dari WWF Indonesia Program Papua. Mereka hadir dengan semangat untuk belajar sekaligus berbagi, menyatukan pengalaman dan pengetahuan demi mencapai tujuan bersama.
Kegiatan diawali dengan sesi berbagi dari BBKSDA Papua yang membahas teknik survei burung serta penerapan Smart Patrol. Selanjutnya, WWF-Indonesia memaparkan materi mengenai penggunaan Camera Trap dan PAM, dua pendekatan yang memungkinkan pemantauan satwa liar dilakukan secara non-invasif dan efisien.
“Balai Besar KSDA Papua kedatangan adik-adik CPNS baru sebanyak 13 orang, sehingga ini menjadi konsen untuk melibatkan mereka pada kegiatan ini, sebagai pembekalan sebelum mereka disebar ke beberapa daerah Sarmi, Biak, Asmat, dan Yapen. Kegiatan ini juga menjadi ajang untuk berbagi pengalaman dan berbagi pengetahuan untuk meningkatkan kemampuan dan kapasitas kita. Sehingga harapannya adik-adik maupun rekan-rekan yang ada disini bisa bisa menjadikan WWF sebagai tempat belajar bersama,” Ujar Pak Danial Idris, Pengendali Ekosistem Hutan Ahli Muda, Balai Besar KSDA Papua dalam sambutannya.
Pada kesempatan yang sama, Wika Rumbiak, Head of Forest & Wildlife Program Papua mengatakan, “Merupakan suatu kebahagiaan dapat berkumpul bersama 13 peserta CPNS pada kesempatan ini untuk belajar bersama. Hal ini menjadi kebanggaan tersendiri, karena kita dapat saling berbagi pengetahuan dan pengalaman. Semoga pembelajaran yang diperoleh dapat memberikan manfaat yang berkelanjutan bagi kita semua. Hari ini merupakan hari pertama kita memulai rencana kerja setelah adanya PKS bersama BKSDA di provinsi Papua. Dengan keterbatasan sumber daya manusia yang memiliki pengetahuan mendalam di bidang ini, kami berharap dapat terjalin kerja sama yang lebih erat dengan BKSDA, khususnya dalam bentuk pembagian pengalaman maupun pembelajaran bersama.
“Kemudian segala sesuatu yang kita pelajari di kelas ini maupun di lapangan bisa menjadi sesuatu yang baik untuk kita bawa dan terapkan di unit kerja masing-masing, dan mudah-mudahan kolaborasi ini bisa kita laksanakan dengan baik alam dan manusia,” lanjut Ibu Wika.
Setelah sesi berbagi pembelajaran di ruangan, kegiatan berlanjut dengan turun langsung ke lapangan. Para peserta beserta tim diajak melakukan observasi sekaligus praktik lapangan di salah satu lokasi pengamatan Burung Cenderawasih d yaitu Hotep Sawe Suma, yang merupakan area dampingan Yayasan WWF Indonesia Program Papua dan terletak di perbatasan Kabupaten Jayapura dan Kabupaten Sarmi. Suasana terasa lebih hidup karenakegiatan ini dilakukan secara berkelompok, dipandu oleh Kak Beno, Kak Ikhsan dan Kak Jacky, serta didampingi langsung oleh pemilik wilayah setempat Bapak Roby Digan.
Selama proses pemasangan dan pelepasan alat Camera Trap dan Audiomoth, peserta dan tim dibekali cara mengidentifikasi secara singkat suara-suara satwa dan vegetasi di sekitar lokasi hutan Hotep Sawe Suma menggunakan aplikasi smart patrol. Selain itu tim juga menyepatkan waktu untuk mengamati Burung Cenderawasih di tengah Hutan Hotep Sawe Suma.
Setiap kelompok peserta diberi kesempatan untuk memasang dua alat utama: Camera Trap dan Audiomoth. Hasilnya pun langsung terasa—suara burung yang terekam oleh Audiomoth dan penampakan satwa yang tertangkap oleh Camera Trap menjadi bukti keberhasilan metode ini. Data yang dikumpulkan kemudian dianalisis menggunakan aplikasi PIE dan RStudio untuk gambar dari Camera Trap, serta Arbimont untuk suara burung.
Dalam kegiatan ini, peserta tidak hanya melakukan pengumpulan data semata. Mereka juga dibekali pengetahuan praktis, mulai dari cara mengatur dan memasang alat, hingga teknik melepasnya kembali dengan aman. Selain itu, peserta juga belajar menggunakan aplikasi Smart Mobile untuk mendukung proses pemantauan, serta memahami tahapan analisis data yang diperoleh di lapangan.
Melalui pengamatan langsung di lapangan, peserta tidak hanya memperoleh keterampilan teknis, tetapi juga merasakan kedekatan dengan alam yang mereka lindungi. Di tengah kicauan burung dan bayangan satwa yang melintas, tumbuh kesadaran bahwa teknologi bukan pengganti, melainkan mitra dalam menjaga warisan alam Papua.