NGROBROL SANTAI TENTANG LINGKUNGAN BERSAMA SRI SULTAN HAMENGKU BUWONO X
Oleh: Natalia Trita Agnika
Sore itu, Bangsal Sri Manganti Kraton Yogyakarta dipenuhi oleh para netizen yang datang dengan ekspresi penuh semangat. Bahkan ada netizen yang datang jauh-jauh dari Jakarta. Mereka tak sabar bertatap muka dan berdiskusi dengan tokoh paling disegani di Yogyakarta dalam sebuah acara bertajuk “Ngobrol Santai Tentang Lingkungan Bersama Sri Sultan”. Acara yang berlangsung pada Selasa (15/03) tersebut digelar oleh Earth Hour Indonesia bekerja sama dengan program OBSAT, sebuah program diskusi dari situs Beritagar.id.
Mengangkat tema “Melestarikan Indonesia”, OBSAT ke-178 ini menghadirkan Sri Sultan Hamengku Buwono X, GKR Hayu (Penghageng Tepas Tandha Yekti Kraton Yogyakarta), dan Nyoman Iswarayoga (Direktur Komunikasi dan Advokasi WWF-Indonesia) sebagai narasumber. Wicaksono atau yang dikenal dengan nama Ndorokakung (Pemimpin Redaksi Beritagar.id) memandu jalannya acara sebagai moderator.
Sebelum diskusi dimulai, para netizen menyimak tayangan video tentang Earth Hour Indonesia. Acara sore itu memang merupakan rangkaian berbagai kegiatan menuju perayaan Earth Hour 2016 yang akan berlangsung pada Sabtu, 19 Maret 2016 pada pukul 20.30-21.30 waktu setempat. Nyoman Iswarayoga kemudian menjelaskan tentang gerakan Earth Hour yang mengajak publik di berbagai tempat untuk mematikan lampu selama satu jam pada saat perayaan Earth Hour. “Mematikan lampu adalah simbol sederhana yang merupakan bentuk komitmen untuk mengubah gaya hidup kita sehari-hari yang saat ini pola konsumsinya sudah menggerogoti alam. Kalau kita tidak berubah dari sekarang, fenomena perubahan iklim akan menyulitkan kita,” jelasnya.
Sebagai gubernur dan sultan, Ngarso Dalem (sebutan untuk Sri Sultan-Red) sangat mendukung gerakan menjaga lingkungan. Kewajiban beliau secara spiritual dan tradisi hanya satu, yaitu melaksanakan Memayu Hayuning Bawana (terjemahan dalam Bahasa Indonesia adalah memperindah keindahan dunia -Red). Memayu Hayuning Bawono adalah filosofi atau nilai luhur tentang kehidupan dari kebudayaan Jawa. “Keselamatan alam bumi kita itu hanya dimungkinkan baik, tergantung dari kita sendiri. Sifat-sifat keutamaan seseorang, seperti kejujuran akan membawa keutuhan masyarakat. Dan terakhir, keselamatan manusia dimungkinkan karena rasa kemanusiaannya,” terang Sri Sultan mengenai menghargai alam dalam konsep Memayu Hayuning Bawono.
Dalam obrolan santai tersebut, dibahas mengenai masalah utama lingkungan yang ada di daerah Yogyakarta, di antaranya meningkatnya jumlah kendaraan bermotor, berkurangnya sumber mata air, dan menjamurnya bangunan komersial. Sri Sultan juga memaparkan beberapa hal yang telah dilakukan untuk melestarikan lingkungan Yogyakarta, salah satunya mengenai pengembangan energi terbarukan, mulai dari tenaga angin, tenaga surya, hingga pemanfaatan biji tanaman Nyamplung (Calophyllum inophyllum L). Namun proses tersebut memiliki kesulitan masing-masing.
Para peserta OBSAT yang merupakan pengguna aktif media sosial semakin bersemangat dengan kehadiran GKR Hayu yang merupakan penanggung jawab media sosial di lingkungan Kraton Yogyakarta. Menurut GKR Hayu, media sosial dapat membantu tradisi dan budaya untuk bertahan di tengah kemajuan teknologi.
Obrolan makin menghangat ketika tiba sesi tanya jawab. Para netizen sudah menyiapkan berbagai pertanyaan. Salah satunya, Angga seorang mahasiswa dari Universitas Sanata Dharma yang mengungkapkan keprihatinannya tentang hasil riset yang menunjukkan kekeringan di beberapa tempat karena adanya bangunan komersil. Dia juga menanyakan tentang regulasi yang akan dilakukan berkaitan dengan meningkatnya pembangunan yang mengarah ke daerah Sleman. Salah satu peserta juga menawarkan kepada GKR Hayu untuk memanfaatkan potensi netizen Yogyakarta untuk berpartisipasi dalam mengembangkan kebudayaan Yogyakarta di dunia digital. Tawaran tersebut disambut hangat oleh GKR Hayu dan Sri Sultan Hamengkubuwono X.
Meski masih banyak yang ingin melontarkan pertanyaan, obrolan santai tersebut harus diakhiri pada pukul 17.30 WIB setelah berlangsung selama dua jam. Para peserta OBSAT kembali ke tempat tinggal masing-masing dengan semangat baru untuk melestarikan budaya dan lingkungan melalui media sosial dan aksi nyata.