MERINDUKAN DARATAN
Penulis: Terry Endropoetro (travel blogger http://negerisendiri.com/2016/web/)
Ekspedisi hari ketiga saya ikut dalam rombongan tim penyelam Tutus Wijanarko dan Amkieltiela (WWF-Indonesia), Mikael Prastowo dan Aries Tirta (Yayasan TERANGI), Arwan Rumodar (Dinas Kelautan & Perikanan Seram Bagian Timur), dan Serka Samsul Bahri (TNI AL Ambon). Kami turun dari kapal Menami milik WWF-Indonesia ke perahu karet menuju kawasan tubir dan terumbu karang di pulau Neiden, Seram Bagian Timur.
Warna laut sudah tampak berubah dari biru laut, menjadi biru muda, sampai hijau muda. Perahu berhenti di jarak sekitar 750 meter dari garis pantai, tempat di mana tubir laut berada. Saat mereka ‘turun’ di titik penyelaman, saya dan Juwita Pusposari (WWF-Indonesia) yang bertugas sebagai pengamat titik koordinat dan mencatat biota laut, tetap di atas perahu karet sambil mengukur kecepatan arus permukaan. Lautan pagi itu teduh, hampir tak berarus. Dasar laut yang berterumbu karang sekitar 3-7 meter di bawah, terlihat jelas dan kami pun memutuskan untuk ‘turun’ ber-snorkeling. Di dasar laut yang berpasir tersebar soft coral dan hard coral. Kipas laut (sea fan) yang berwarna merah yang helaiannya seperti daun cemara, berdampingan dengan lili laut yang berwarna hitam. Ditempat lain ada sebongkah karang otak dan karang api yang bilahannya pipih berwarna oranye kemerahan.
Setelah satu jam, tim penyelam satu per satu muncul di permukaan. Perahu karet pun berputar menjemput mereka. Saat semua sudah naik ke atas perahu naik secara bersama semua orang menoleh ke pasir timbul yang terletak tak jauh dari situ. Semua bersorak, tampaknya setelah berhari-hari hidup di kapal semua orang rindu juga menjejak daratan ha… ha… ha….
Penyelaman kedua berlangsung pada tengah hari. Lokasinya terletak di dekat pulau Nukus. Saat tim penyelam tak nampak lagi di permukaan. Saya dan Juwita mencuri waktu ke pulau berpasir putih itu. Pak Ode memacu perahu karet menuju ke sana. Tampaknya seorang nelayan yang bertugas menunggu pulau, ada sebuah rumah kayu dan kambing-kambing peliharaannya dilepas bebas, mengembik di sela-sela pohon dan bebatuan karang. Pulau mempunyai sebuah ceruk membentuk laguna kecil di balik batu karang. Airnya jernih berwarna biru kehijauan, tenang tak berombak.
Rasanya baru sebentar kami menikmati pulau ini. Saat pelampung berwarna oranye tampak muncul di kejauhan, pertanda penyelam akan segera naik ke permukaan. Langkah saya berat meninggalkan pantai berpasir putih ini, andaikata ada nasib baik saya ingin kembali lagi ke sini, kata saya dalam hati.