KUTAI BARAT: DIANTARA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAN PERMINTAAN 7% BAGI PERTUMBUHAN EKONOMI
WWF-Indonesia telah mengembangkan program pengurangan karbon dibawah sebuah program yang bernama Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD). Salah satu dari empat program percontohan REDD+ dalam Heart of Borneo adalah di Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur, Indonesia.
Pembangunan REL (Reference Emission Level/Tingkat Laju Emisi) merupakan langkah penting pertama dalam skema REDD+. Anda juga perlu mengetahui tingkat referensi dari yang akan anda mulai untuk menghitung pengurangan emisi yang dicapai. REL menentukan tingkat emisi yang terjadi dalam aktivitas REDD+. REL digunakan untuk mengukur keefektifan dari program REDD+, dan memperkirakan stok karbon di hutan dan tingkat pengurangan emisi yang harus dicapai dalam rangka mempertahankan cadangan.
Pada bulan Februari 2013, WWF-Indonesia bekerja sama dengan ICRAF dan Pemerintah Kabupaten Kutai Barat menyelenggarakan lokakarya bagi pegawai pemerintah tentang pembuatan REL menggunakan pendekatan dan analisis spasial (Maxent dan Luwes) dan Skenario Pembangunan Berkelanjutan di Kabupaten Kutai Barat.
Lokakarya ini merupakan kegiatan lanjutan dari Pelatihan MRV yang sebelumnya telah dilaksanakan di Balikpapan pada Desember 2012. Lokakarya ini melibatkan tenaga teknis dari Bappeda, Dinas Kehutanan, Dinas Perkebunan Pertanian Tanaman Pangan dan Peternakan, Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Pertambangan dan Energi. Lokakarya ini merupakan salah satu pengetahuan penting bagi para pekerja teknis untuk skenario pembangunan berkelanjutan di Kutai Barat.
Kedua hal tersebut sejalan dengan Rencana Aksi Daerah dalam Penurunan Gas Rumah Kaca (RAD-GRK), baik di tingkat nasional maupun di tingkat Provinsi Kalimantan Timur dalam skenario pembangunan rendah karbon, yang mendukung komitmen Pemerintah Republik Indonesia dalam menurunkan emisi gas rumah kaca.
Setiap Kabupaten di Kalimantan Timur, termasuk Kabupaten Kutai Barat harus mempersiapkan strategi dalam mengimplementasikan komitmen tanpa mengorbankan pertumbuhan ekonomi 7% dalam pembangunannya. Dengan adanya RAD-GRK, maka setiap kabupaten akan memiliki rencana upaya bersama dalam rangka menciptakan kegiatan pembangunan yang ramah lingkungan, menggunakan sumber daya yang efisien dan sekaligus mengurangi emisi gas rumah kaca.
Dalam sambutannya, Kepala Bappeda yang diwakili oleh Sekretaris Bappeda, Dr. Stephanus Madang, S.Sos, MM, menyampaikan bahwa guna mewujudkan pembangunan berkelanjutan di Kutai Barat diperlukan suatu rencana atau skenario pembangunan berkelanjutan yang melibatkan kerja sama dan komitmen semua pihak dalam pelaksanaan dan pencapaian tujuan program pembangunan berkelanjutan yang sejalan dengan visi dan misi kabupaten.
Terlebih lagi Kutai Barat masih memiliki kawasan hutan yang cukup luas dan sumber daya alam lainnya yang masih belum dikelola serta ditata dengan baik guna peningkatan ekonomi daerah dan kesejahteraan masyarakat dengan memperhatikan unsur lingkungan hidup dan sesuai dengan prinsip pembangunan berkelanjutan.
WWF Indonesia mengapresiasi para peserta yang berpartisipasi aktif dan memanfaatkan kegiatan tersebut untuk meningkatkan kapasitas dan wawasan mereka dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan di Kutai Barat, terutama di area Heart of Borneo.
Peningkatan kapasitas dalam REL dan pembangunan berkelanjutan akan diatur dalam 3 fase kegiatan, yakni pada 19-20 Februari, 24-28 Februari, dan 5-7 Maret. Kegiatan dilaksanakan terpisah di Kutai Barat dan di Bogor. Peningkatan kapasitas tersebut akan memberikan dampak yang besar pada pelestarian lingkungan dan perlindungan keanekaragaman hayati serta mitigasi perubahan iklim di Indonesia.