KOMITMEN PARA PIHAK MEWUJUDKAN PERLINDUNGAN KORIDOR ORANGUTAN DAN BEKANTAN DI KUBU RAYA
Pontianak – WWF-Indonesia bekerja sama dengan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) wilayah Kubu Raya membangun komitmen dalam upaya perlindungan habitat orangutan dan bekantan di wilayah Kabupaten Kubu Raya. Hal itu dilakukan melalui diskusi para pihak di Pontianak, Kamis (27/9/2018). Pada acara tersebut turut pula melibatkan pihak perusahaan yang aktif melakukan pengelolaan sumber daya alam di Kubu Raya, Sanggau dan Ketapang.
Hal ini merujuk pada hasil dokumentasi 2012 yang mendeteksi keberadaan spesies pesut (Irrawaddy Dolphin) pertama kali di perairan Kubu Raya. Keberadaan satwa lindung itu menjadi indikator bahwa kondisi alam masih cukup baik di daerah tersebut. Sejak saat itulah, WWF mulai melakukan serangkaian studi dan survei keanekaragaman hayati ekosistem mangrove di Kubu Raya.
Hingga 2017, telah teridentifikasi setidaknya 40 jenis vegetasi mangrove, bekantan (Nasalis larvatus) dengan 54 titik perjumpaan yang tersebar di wilayah konsesi, 8 jenis kelompok crustaceae, 110 jenis burung, dan 4 jenis mamalia laut (lumba-lumba punggung bungkuk, lumba-lumba tanpa sirip/porpoise, paus, dan pesut).
Acting Muller Schwaner Arabela Landscape Leader WWF-Indonesia Ian M. Hilman mengatakan untuk melestarikan keanekaragaman hayati di Kubu Raya, diperlukan upaya konservasi yang lebih terpadu dengan melibatkan para pihak.
“Pertemuan dan proses diskusi ini menjadi langkah awal membangun sekaligus menjaring komitmen para pihak untuk bersama-sama terlibat atau berkontribusi dalam perlindungan kawasan-kawasan yang menjadi habitat hidupan liar, khususnya bekantan dan orangutan, termasuk pemangku kepentingan dari pemerintah dan sektor swasta,” ujarnya.
Orangutan (Pongo pygmaeus) dan bekantan (Nasalis larvatus) merupakan satwa khas Pulau Kalimantan, yang saat ini keberadaannya di kantong-kantong habitat dengan ukuran populasi yang bervariasi. Populasi orangutan dan bekantan saat ini jauh menurun dan habitatnya semakin terancam. Konservasi atau perlindungan terhadap orangutan dan bekantan menjadi salah satu upaya untuk menekan laju pengurangan populasinya di alam serta laju pengurangan luasan hutan yang menjadi habitatnya.
“Inisiatif membangun koridor satwa skala lanskap perlu kita dukung, mengingat bekantan merupakan satwa endemik Kalimantan, khususnya di wilayah Kubu Raya yang saat ini kondisi habitnya semakin terdesak,” ujar Kepala UPT KPH wilayah Kubu Raya, Ponty Wijaya.
Ponty mengapresiasi adanya ide pertemuan yang digagas oleh WWF dan juga pihak swasta yang akan menjamin keberlangsungan jenis satwa bekantan dan orangutan melalui koridor satwa sistem lanskap. Harapannya sistem tersebut dapat ditingkatkan menjadi suatu Kawasan Ekosistem Esensial (KEE).
“Ke depannya, masyarakat tidak hanya dilibatkan dalam menjaga kelestarian habitat orangutan dan bekantan, tapi juga bisa memperoleh manfaat dengan adanya habitat yang lestari bagi perekonomian mereka, sehingga terjadi hubungan yang saling menguntungkan,” tambahnya.
Acting Manager Protected and Conserved Areas – sekaligus focal point untuk spesies orangutan WWF-Indonesia – Albertus Tjiu mengatakan bahwa upaya penetapan KEE satwa liar yang saat ini dibahas secara langsung akan berkontribusi dalam mendukung target pencapaian nasional yang tertuang di dalam dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) orangutan dan bekantan, termasuk merespon rekomendasi dari laporan Population and Habitat Viability Assessment (PHVA) 2016 yang menyebutkan salah satu meta-populasi orangutan, yaitu Pygmaeus Fragmented South yang datanya masih belum tersedia.
“Koridor orangutan yang dimaksud adalah bagian meta-populasi untuk jenis pygmaeus. Dengan demikian, Kalimantan Barat telah berupaya menurunkan rencana aksi di level nasional ke tingkat sub-nasional, sekaligus menjawab rekomendasi PHVA 2016,” ujar Albert.
Turut hadir dalam diskusi pihak perusahaan antara lain PT Wana Subur Lestari (WSL), PT Kandelia Alam, PT Ekosistem Khatulistiwa Lestari (EKL), PT Bina Silva Nusa (BSN), dan PT Mayangkara Tanaman Industri (MTI), yang melakukan pengelolaan kawasan di wilayah Kabupaten Kubu Raya, Sanggau, dan Ketapang.
Sektor swasta, dalam hal ini perusahaan yang memegang izin pengelolaan kawasan di Kubu Raya perlu turut memperhatikan kesinambungan antara upaya konservasi kawasan maupun spesies. Baik dari aspek ekologi, sosial, maupun ekonomi. Aspek-aspek tersebut dapat menjadi tonggak utama keberlangsungan ekosistem suatu wilayah.
“Kami mendukung dan menyambut baik pengelolaan kolaboratif para pihak, dalam hal ini pembentukan koridor sebagai upaya perlindungan spesies dan habitat bekantan dan orangutan, khususnya yang masuk dalam wilayah kelola perusahaan,” tanggap Tsuyoshi Kato, Wakil Direktur Utama PT WSL dan PT MTI.
Keberadaan perusahaan salah satunya berfungsi sebagai pendorong pengembangan ekonomi suatu daerah. Di sisi lain, ada upaya yang juga harus dibangun oleh perusahaan untuk pelestarian habitat satwa, termasuk pula upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Bagaimana hal tersebut dapat dijalankan secara seimbang, menjadi amanah bagi seluruh pihak terkait kegiatan konservasi khususnya.