KEMBANGKAN PENGELOLAAN TUNA DI WAKATOBI, WWF LAKUKAN TAGGING TUNA
Oleh: Muhammad Yusuf
Wakatobi (06/04)-WWF-Indonesia berkerjasama dengan WWF-Coral Triangle Network Initiative (WWF-CTNI), Marine Conservation Science Institute (MCSI), dan Secretariat of the Pasific Community (SPC) melaksanakan program tagging tuna atau penandaan ikan tuna di Wakatobi. Program ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai kondisi lingkungan ikan tuna, yaitu mengetahui tekanan, level cahaya dan suhu laut, lokasi migrasi, serta suhu tubuh ikan serta identifikasi awal daerah penting bagi tuna (ruaya, spawning area, dll) guna mendukung pengelolaan tuna yang lebih baik.
Pelaksanaan tagging tuna ini dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap pertama tanggal 27 November – 06 Desember 2010 dan tahap kedua pada 14 Maret – awal April 2011. Wakatobi adalah Taman Nasional Laut dan salah satu lokasi program Marine Protected Area (MPA) WWF-Indonesia. Pemilihan lokasi Wakatobi didasarkan karena perairan laut Wakatobi merupakan fishing gound (lokasi penangkapan) dan lokasi migrasi ikan tuna serta ""jantung"" segitiga karang dunia.
Tim tagging tuna yang terlibat dalam program ini adalah Direktur Ekskutif MCSI Michael Domeier, Jose Jingles dari WWF-CTNI, Muhammad Yusuf (WWF-Indonesia), Sugiyanta (WWF-Indonesia), Abdullah Habibi (WWF-Indonesia), Hari Santoso (Balai Taman Nasional Wakatobi), Thomas Hidayat dan Tegoeh Noegroho(Balai Riset Perikanan Laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan), Hardin dan Amrullah (Dinas Kelautan dan Perikanan Wakatobi), Cristian (siswa magang dari Amerika) serta beberapa staf WWF-Indonesia Kantor Wakatobi.
Penandaaan tuna ini dilakukan dengan dua cara, yaitu popup tag dan archival tag. Popup tag adalah penanda yang dapat dipantau langsung oleh satelit dan aktif selama 1 tahun serta akan terlepas sendiri atau dilepas oleh nelayan jika tertangkap. Popup tag ini dipasang dengan cara menombak pada bagian punggung ikan tuna.
Sementara archival tag dipasang pada bagian perut ikan tuna dengan cara dibedah. Archival tag aktif selama 2-4 tahun dan harus dilepas dari tubuh ikan tuna jika tertangkap , kemudian datanya akan diunduh. Jika ikan tuna yang memiliki tanda tertangkap oleh nelayan, diharapkan melaporkan serta dikembalikan kepada WWF atau kepada Instansi Dinas Kelautan dan Perikanan. Nelayan yang melaporkan ini nantinya akan mendapat hadiah.
Diawali dengan pelatihan yang diberikan oleh Michael Domeier, pelaksanaan program tagging tuna ini lalu dilanjutkan dengan aktivitas tagging di laut tempat nelayan menangkap ikan tuna. Ikan tuna yang dipasangi tagging adalah ikan tuna hasil tangkapan nelayan pemancing. Tim tagging tuna mengikuti rombongan nelayan dan melakukan tagging di atas speed boat.
Sampai saat ini, sudah dilakukan penandaan ikan tuna sebanyak 43 ekor yang terdiri dari 9 popup tag, 33 archival tag dan 1 double tag. Ikan tuna ditandai dengan archival memiliki kisaran panjang 72-148 cm, popup tag di atas 140 cm dan double tag 162 cm. Berat terkecil adalah 12 kg dan paling berat adalah 94 kg. Pengumpulan data lewat satelit dari popup tag dilakukan oleh Michael Domeier di Amerika sambil menunggu data lainnya yang diunduh dari archival tag. Aktivitas tagging tuna ini sudah dapat dilakukan dan dilanjutkan sendiri oleh tim tagging tuna WWF-Indonesia.
Manfaat penandaan tuna ini adalah terkumpulnya data ilmiah mengenai kondisi ikan tuna dan karakter ekologis lingkungannya, sehingga daerah penting ikan tuna seperti lokasi migrasi serta lokasi peneluran dan berkembang biaknya (spawning area) dapat diketahui. Dengan adanya data ini, akan dilakukan analisis mengenai strategi pengelolaan ikan tuna dalam menjaga kelestariannya dan memastikan pemanfaatannya secara lebih optimal untuk kesejahteraan nelayan lokal maupun seluruh masyarakat.