INDONESIA BERI SOLUSI BAGI DENMARK
Presiden SBY Sampaikan Saran Mengantisipasi Deadlock KTT Perubahan Iklim
DUBAI (SI) - Pemerintah Indonesia menyampaikan solusi kepada Pemerintah Denmark untuk mengantisipasi deadlock KTT PBB tentang Perubahan Iklim yang sedang berlangsung di Kopenhagen.
PresidenSusiloBambangYudhoyono (SBY) mengatakan telah menulis surat kepada Perdana Menteri (PM) Denmark Lars Lokke Rasmussen. Isi surat Presiden adalah memberikan saran dan usulan bilamana terjadi deadlock dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perubahan Iklim.
Presiden mengatakan, isi surat itu alternatif yang disampaikan Indonesia mengingat dalam Konferensi Perubahan Iklim PBB (UNCCC) Pertemuan Para Pihak Ke-15 (COP-15) di Kopenhagen hingga saat ini belum menemukan titik temu kesepakatan.
""Saat kita menjadi tuan rumah pada COP-13 di Bali pada 2OO7,kita juga mengalami deadlock seperti ini. Namun, dengan kerja keras dan lobi yang saya lakukan waktu itu, akhirnya kita bisa mencapai kesepakatan dan menghasilkan Bali Roadmap,"" ujar Presiden SBY dalam penerbangan dari Jakarta menuju Brussels, Belgia, kemarin.
Presiden SBY didampingi Ibu Negara Ani Yudhoyono beserta rombongan terbatas kemarin pagi bertolak ke Eropa untuk memulai kunjungan kerja ke Belgia, Prancis, Jerman, dan Denmark. Kunjungan ke Denmark sekaligus untuk menghadiri KTT Perubahan Iklim selama tiga hari.
Presiden mengaku sangat bersyukur karena Indonesia menjadi salah satu negara yang diperhitungkan dalam pengambilan keputusan di KTT ini. ""Saya bersyukur paling tidak Indonesia diperhitungkan untuk dimintai pendapatnya dan sarannya,"" tandasnya.
Indonesia, menurutnya, telah berkomitmen untuk menurunkan gas emisi sebesar 26%. Karena itu, Presiden meminta kepada semua pihak untuk memberikan dukungan agar target penurunan emisi gas rumah kaca dapat diwujudkan pada 2020.
Dalam kesempatan itu, Presiden menyayangkan beberapa tayangan televisi nasional yang menyiarkan kebakaran hutan di sejumlah wilayah di Tanah Air. Di tengah pembahasan perubahan iklim saat ini, Presiden menilai tayangan itu tidak tepat.
""Saya tadi malam telepon Dino (Jubir Kepresidenan Dino Patti Djalal) sekitar jam 11 malam karena TV nasional banyak mengangkat sisi yang tidak baik seperti kebakaran hutan, kerusakan hutan yang terjadi di Riau. Its ok, tapi kalau yang diangkat sisi negatifnya saja, tidak balance nanti dan akan menimbulkan imej negatif di mata masyarakat internasional,"" ujarnya.
Dalam KTT Perubahan Iklim di Kopenhagen, Presiden SBY mendapatkan giliran yang ketujuh untuk menyampaikan pidato. Dalam pertemuan ini, Presiden akan berperan sebagai bridge builder, menjembatani negara maju dan berkembang untuk mencapai sebuah komitmen.
Isu perubahan iklim ini juga akan menjadi pembicaraan penting antara Presiden SBY, Presiden Komisi Eropa Jose Manuel Barroso, Presiden Prancis Nicolas Sarkozy, dan Kanselir Jerman Angela Merkel. Rombongan kepresidenan akan berada di Kopenhagen selama tiga hari sejak 16 Desember mendatang.
Para menteri Kabinet Indonesia Bersatu II yang turut dalam rombongan tersebut adalah Mensesneg Sudi Silalahi, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, Menteri ESDM Darwin Saleh, Menteri Perindustrian MS Hidayat, dan Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad.
Presiden juga mengajak sembilan gubemurya yaitu Gubernur NAD Irwandi Yusuf, Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo, Gubernur Jambi Zulkifli Nurdin, Gubernur Riau Rusli Zaenal, Gubernur Kalbar Cornelis, Gubernur Kalteng Teras Narang, Gubernur Kaltim Awang Faroek, Gubernur Sulut Sinyo Harry Sarundajang, dan Gubernur Papua Barat Abraham Octavianus Atururi.
Masih Buntu
Dari gedung pertemuan KTT Perubahan Iklim, delegasi Uni Eropa, Jepang, dan Australia mendukung sikap Amerika Serikat (AS). Mereka mengkritik rancangan kesepakatan mengenai pemanasan global yang hanya mendesak negara-negara berkembang untuk mengekang emisi gas rumah kaca bila mendapat pendanaan dari pihak luar.
Sebaliknya, negara-negara maju menginginkan agar negara-negara berkembang harus turut membatasi emisi gas rumah kaca, dengan atau tanpa dukungan keuangan. ""Ada pemahaman bahwa harus ada komitmen pula dari negara-negara berkembang,"" kata Menteri Lingkungan Hidup Swedia Andreas Carlgren yang mewakili 27 negara anggota Uni Eropa. Menurutnya, komitmen itu haruslah mengikat dan wajib dilakukan negara-negara peserta konferensi.
Draf kesepakatan yang disampaikan pada Jumat (11/12) menjadi permasalahan yang dibahas negara-negara berkembang, AS, dan Uni Eropa. Negara-negara miskin menyatakan gagal untuk mendapatkan komitmen bantuan keuangan dari AS karena gagal mengajak China dan negara yang berpopulasi tinggi, dan negara yang ekonominya berkembang, untuk berjanji mengurangi emisi.
Carlgren menyalahkan berlarut-larutnya pemotongan emisi tersebut karena dua negara penghasil emisi terbesar dunia yaitu AS dan China. ""Sejauh ini kita tidak mendapatkan tawaran-tawaran di atas meja,"" katanya. ""Sejauh ini tawaran dari AS dan China tidak cukup agar kita memotong emisi 30%,""imbuhnya.
Memang yang menjadi batu sandungan dalam KTT Kopenhagen adalah ukuran pemotongan emisi. Ketua Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim PBB Rajendra Pachauri telah memberikan peringatan jika terjadi kegagalan kesepakatan tersebut. ""Jika kita gagal,saya tidak berpikir segalanya akan mengalami kekalahan. Tapi, pastinya akan terjadi kemunduran hebat,"" ujarnya.
Di bagian lain, polisi Denmark kemarin meringkus hampir 1.000 peserta aksi unjuk rasa yang berubah menjadi bentrokan di Kopenhagen. Demonstrasi yang diikuti puluhan ribu orang itu menjelang pertemuan tingkat tinggi di Kopenhagen.
Para demonstran menuntut agar para pemimpin negara-negara industri seperti AS dan China tidak hanya mengungkapkan wacana. Mereka menuntut negara-negara itu untuk berkomitmen dengan mengurangi emisi gas rumah kaca, yang mempercepat perubahan iklim dan merusak lingkungan hidup.
Awalnya demonstrasi berlangsung damai. Namun, aksi berubah mencekam saat puluhan ribu demonstran bergerak menuju Gedung Bella Center yang dikenal sebagai tempat berlangsungnya KTT Perubahan Iklim yang dihadiri delegasi dari 192negara.(AFP/Rtr/andikatani)