IMPLEMENTASI KEUANGAN BERKELANJUTAN BANK-BANK DI ASEAN, JEPANG, DAN KOREA SELATAN MASIH DIAKSELERASI
JAKARTA, 1 Desember 2020 – WWF kembali meluncurkan Laporan Sustainable Banking Assessment (SUSBA) edisi ke-4 di Singapura pada Selasa, 21 September 2020. Laporan ini berisikan penilaian integrasi aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola (LST) pada 38 bank di ASEAN. Tahun ini terdapat penambahan cakupan, yakni sebanyak masing-masing 5 bank dari Jepang dan Korea Selatan (Korsel). Berdasarkan penilaian, rata-rata perbankan telah mengalami kemajuan terkait pertimbangan aspek lingkungan dan sosial ke dalam kegiatan pembiayaan mereka. Namun demikian, masih banyak pekerjaan rumah yang perlu dilakukan untuk mengatasi paparan risiko pada tingkat portofolio yang akan timbul akibat dari perubahan iklim dan kerugian dari degradasi lingkungan. Penilaian SUSBA ini menggunakan kerangka kerja yang mencakup enam pilar integrasi LST (Tujuan, Kebijakan, Proses, Orang, Produk, dan Portofolio), dan juga fitur baru berupa analisa sektoral dan isu terkait secara lebih mendalam mengenai kebijakan pembiayaan sektoral.
Berdasarkan laporan SUSBA tahun ini, 75% bank-bank di ASEAN mengalami perkembangan yang signifikan. Hampir 30% bank mengalami peningkatan setidaknya 10% dari penilaian SUSBA di tahun 2019. Bank yang memenuhi separuh dari total 70 kriteria SUSBA mengalami peningkatan sebanyak dua kali lipat dari 4 menjadi 8 bank.
Namun demikian, meskipun terdapat penggandaan bank di ASEAN yang memenuhi setidaknya setengah dari 70 kriteria, jumlah 8 bank masih merupakan proporsi yang kecil. Lain dari itu, 45% bank memenuhi kurang dari seperempat kriteria, dibandingkan dengan 51% tahun lalu. Sementara bank-bank Korsel memiliki skor yang serupa dengan rata-rata ASEAN, bank-bank Jepang memiliki kinerja di atas rata-rata ini.
Rizkiasari Yudawinata, penanggung jawab untuk program keuangan berkelanjutan Yayasan WWF Indonesia, menyampaikan bahwa, “Sejak 2019 penerapan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) 51 tentang Keuangan Berkelanjutan yang berlaku bagi bank kategori BUKU 3 dan 4 telah mendorong peningkatan pengungkapan integrasi LST secara lebih merata di sektor perbankan Indonesia, sehingga berhasil menempati posisi ke-2 di lingkup ASEAN.
Bank-bank Indonesia unggul dalam hal pengungkapan integrasi LST ke dalam strategi bisnis secara keseluruhan, kebijakan sektor spesifik, serta telah memiliki program peningkatan kapasitas untuk keuangan berkelanjutan.”
Adapun 2 bank di Indonesia yang terunggul dalam pemenuhan kriteria di tahun ini adalah BRI dan BCA. BRI masuk ke dalam 10 besar bank yang memenuhi kriteria tertinggi di tingkat ASEAN. BRI memenuhi 40 dari total 70 kriteria, sedangkan BCA sebanyak 33 kriteria. Selain itu, BRI adalah bank pertama di Indonesia yang mengungkapkan bahwa tidak lagi akan membiayai kegiatan bisnis yang akan berdampak negatif terhadap UNESCO World Heritage Sites.
Pada tahun ini, cakupan penilaian SUSBA diperluas, dengan ditambahnya bank Jepang dan Korsel. Bank-bank di kedua negara tersebut memainkan peranan penting terhadap kegiatan bisnis di Asia Tenggara.
Dibutuhkan keselarasan dan kesetaraan norma dalam penerapan keuangan berkelanjutan di tataran Asia, mengingat ketergantungan dalam hal ekonomi di antara negara-negara di wilayah tersebut. Keselarasan ini penting untuk memberikan kontribusi yang signifikan untuk menghadapi tantangan pembangunan berkelanjutan, dan membangun daya lenting industri keuangan terhadap risiko perubahan iklim dan degradasi lingkungan. SUSBA diharapkan dapat membantu perbankan di wilayah dimaksud untuk meningkatkan kesetaraan penerapan keuangan berkelajutan,” tambah Rizkia.
Sementara, bank Jepang dinilai lebih baik dari sisi kriteria terkait pengelolaan risiko dan peluang terkait perubahan iklilm. Seluruh bank yang dinilai secara eksplisit telah sejalan dengan rekomendasi Task Force on Climate-related Financial Disclosures (TCFD)--sebuah gugus tugas keuangan berkelanjutan yang dibentuk oleh Financial Stability Board (FSB). Jepang juga unggul dalam hal pilar Produk, di mana setiap bank mencapai setidaknya 75% dari kriteria pilar ini. Mereka tidak hanya menawarkan produk keuangan, akan tetapi mempunyai target untuk meningkatkan pembiayaan bahkan secara aktif mendorong kinerja nasabahnya dengan jasa konsultasi maupun kegiatan sosialiasi.
Sedangkan Korsel unggul dalam pengungkapan visi dan strategi jangka panjang mereka, pada tataran yang sama dengan perbankan di ASEAN. Namun secara umum, pengungkapannya masih lemah pada pilar Kebijakan dan Proses dalam hal pengelolaan risiko LST pada kegiatan pembiayaan. KB Koomin Bank merupakan satu-satunya bank Korsel yang telah memiliki kebijakan untuk tidak lagi memberikan pembiayaan baru untuk proyek konstruksi pembangkit listrik berbasis batu bara.
Secara keseluruhan, berikut ini temuan utama SUSBA tahun 2020 untuk perbankan yang dinilai di ASEAN, Jepang, dan Korsel:
- Sebanyak 5 bank di Jepang dan 60% bank Korsel yang dinilai mempunyai strategi untuk mengelola risiko terkait perubahan iklim dan seluruhnya terdaftar sebagai pendukung Task Force on Climate-related Financial Disclosures (TCFD). 24% bank-bank di ASEAN yang mempunyai strategi terhadap iklim—meningkat empat kali lipat meskipun meskipun masih terbilang rendah.
- 34% bank-bank di ASEAN mengakui adanya risiko terkait deforestasi dan keanekaragaman hayati, terdapat peningkatan tipis sebanyak 3 bank jika dibandingkan tahun lalu. Sementara itu, meskipun 5 bank di Jepang telah mengakui adanya risiko deforestasi, namun belum ada yang berkomitmen untuk mengatasi risiko dimaksud pada portofolionya.
- Baru sekitar 21% bank-bank di ASEAN dan 20% bank-bank di Korsel mengakui pentingnya risiko terkait air selain faktor polusi. 1 bank Jepang dan beberapa bank di ASEAN termasuk di Indonesia telah menyadari adanya polusi air sebagai faktor material untuk bisnis, dengan total nilai sebesar USD 425 miliar terpapar risiko terkait air secara global.
- Analisa lanjutan pada sektor dan isu terkait ditemukan di bank-bank di Jepang dan Korsel telah memiliki kebijakan untuk tidak membiayai proyek pembangkit listrik non terbarukan. Bank Shinhan dan 5 bank Jepang tidak membiayai proyek pembangkit listrik batu bara, meskipun kebijakan ini mempunyai pengecualian terhadap teknologi tertentu atau carbon capture. MUFG, Mizuho dan SMBC telah mengumumkan target waktu dan perencanaan mengakhiri untuk membiayai sektor ini. DBS, OCBC dan UOB merupakan bank ASEAN yang sudah tidak lagi memberikan pembiayaan baru untuk sektor yang sama dengan bank di Jepang, sementara CIMB telah juga mengumumkan bahwa mereka akan mengeluarkan kebijakan terkait batu bara pada akhir tahun 2020. Sementara bank di ASEAN dinilai masih membiayai sektor non terbarukan. Masih berjalannya bank dalam membiayai sektor yang berkontribusi tinggi terhadap emisi GRK meningkatkan potensi risiko terhadap bank terkait transisi perubahan iklim seperti pajak karbon dan ketertinggalan teknologi.
- 53% dari bank-bank di ASEAN kini berkomunikasi lebih dekat dengan regulator terkait keuangan berkelanjutan, merupakan peningkatan yang cukup besar sebanyak 31%.
Sebuah pertanda yang cukup menjanjikan, sebanyak 35% dari bank yang dinilai telah menargetkan peningkatan portofolio pembiayaan untuk proyek atau bisnis yang berkelanjutan, termasuk 4 bank Jepang dan 2 bank Korsel. Upaya pencapaian ini, setidaknya dapat mendukung bank-bank untuk menghasilkan dampak positif terhadap kegiatan pembiayaannya. Selain itu, bank juga dapat mengadopsi pendekatan yang lebih strategis seperti menetapkan target untuk mengurangi emisi karbon dari portofolionya secara ilmiah—pendekatan ini diprediksi akan menjadi lebih relevan dengan tantangan iklim yang ada. Dari 48 bank yang dinilai, bank Shinhan merupakan satu-satunya bank yang secara resmi menyampaikan komitmennya untuk menetapkan target berbasis ilmiah di bawah inisiatif Science-Based Target (SBT).
Banyak bank yang telah mengalami perkembangan di tahun ini. Menjaga konsistensi di tahun 2021 merupakan tantangan tersendiri namun penting, mengingat saat ini dunia sedang digoncang oleh pandemi Covid-19 yang datang secara tiba-tiba.
“Berdasarkan Global Risk Report 2020, kegagalan aksi iklim dan bencana alam merupakan risiko yang tingkat probabilitas terjadinya tergolong tinggi. Terlebih Indonesia merupakan negara yang rentan terhadap risiko perubahan iklim. Oleh karena itu, bank perlu menyadari bahwa momen ini perlu dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk menyiapkan strategi bisnis yang berdaya lenting tinggi terhadap tantangan dimaksud. Pandemi ini perlu diambil sebagai pelajaran berharga untuk mengoreksi pendekatan kita mengantisipasi terjadinya krisis iklim yang telah lebih awal diprediksi tersebut,” tambah Rizkia.
--- SELESAI ---
Catatan untuk Editor: Lihat laporan yang tersedia untuk detail lebih lanjut
Tentang Laporan SUSBA
Laporan WWF 2020 Sustainable Banking Assessment (SUSBA) merupakan pembaruan dari laporan “Perbankan Berkelanjutan di ASEAN” yang dirilis 2019. Laporan ini menampilkan hasil penilaian 38 bank dari 6 negara ASEAN, 5 bank Jepang, dan 5 bank Korea Selatan terhadap serangkaian indikator yang mewakili pilar LST (Tujuan, Kebijakan, Proses, Orang, Produk, dan Portofolio). Selain itu, analisis sektoral & isu terkait disajikan sebagai pendalaman yang lebih dalam mengenai pilar Kebijakan, yang menjadi tolok ukur komitmen bank, dan harapan para nasabah. Hasilnya disajikan dalam sebuah platform daring interaktif (www.susba.org) yang memungkinkan pengguna dapat membandingkan bank dan indikator yang dipilih berdasarkan preferensi.
Hanya pengungkapan yang tersedia untuk umum berbahasa Inggris dalam bentuk laporan tahunan 2019, laporan keberlanjutan atau CSR, dan informasi yang dipublikasi di situs web perusahaan yang dipertimbangkan dalam penilaian ini.
Tentang WWF-Indonesia
WWF-Indonesia adalah organisasi masyarakat madani berbadan hukum Indonesia yang bergerak di bidang konservasi alam dan pembangunan berkelanjutan, dengan dukungan lebih dari 100.000 suporter. Misi WWF-Indonesia adalah untuk menghentikan penurunan kualitas lingkungan hidup dan membangun masa depan di mana manusia hidup selaras dengan alam, melalui pelestarian keanekaragaman hayati dunia, pemanfaatan sumber daya alam terbarukan yang berkelanjutan, serta dukungan pengurangan polusi dan konsumsi berlebihan. Untuk berita terbaru, kunjungi www.wwf.id dan ikuti kami di Twitter @WWF_id | Instagram @wwf_id | Facebook WWF-Indonesia | Youtube WWF-Indonesia | Line Friends WWF Indonesia.
Untuk Informasi lebih lanjut, silahkan menghubungi:
- Rizkiasari Yudawinata, WWF-Indonesia Sustainable Finance Program Lead | Handphone +62 811 2344 343, email: rjoedawinata@wwf.id
- Karina Lestiarsi, Communication, Campaign & Public Relation Team | Handphone +62 852 181 616 83, email: klestiarsi@wwf.id