EARTH HOUR 2013 SASAR GAYA HIDUP RAMAH LINGKUNGAN
Oleh: Ciptanti Putri
Jakarta, 28 Februari 2013. Kampanye Earth Hour Indonesia tahun ini sudah dimulai sejak 22 Februari lalu dan rencananya dipungkasi pada 22 April 2013, bertepatan dengan perayaan Hari Bumi. Media Briefing dari aksi dengan dukungan massa terbesar di Indonesia ini kemarin digelar di restoran “Lucy In The Sky” di Kawasan SCBD, Jakarta. Acara ini digelar dalam rangka memperkenalkan agenda aksi yang akan digelar sepanjang 60 hari menuju ke pelaksanaan Earth Hour 2013 pada 23 Maret, serta menjadi sarana bertukar informasi dan gagasan antara para awak media, blogger, serta para penggiat dan pendukung Kampanye Earth Hour di kawasan Jabodetabek.
Acara dipandu sendiri oleh Verena Puspawardani, Campaign Coordinator Climate Program WWF-Indonesia. Ketika membuka sesi, Verena menyatakan rasa kagum dan kebanggaannya terhadap capaian Kampanye Earth Hour 2012 yang merupakan kerja bersama para penggiat dan pendukung Earth Hour yang tersebar di 28 kota di Indonesia. Ia terus menyemangati dan menantang mereka untuk berbuat lebih baik dan lebih banyak lagi di kampanye mendatang. Terlebih, kini sudah tercatat 500-an komunitas dan 30 lebih kota menyatakan diri untuk ikut serta dalam kampanye. Verena mengajak masyarakat untuk bergabung dalam kampanye kaya makna ini dengan mendaftarkan diri di laman http://earthhour.wwf.or.id
Sementara itu, Nyoman Iswarayoga, Climate and Energy Program Director WWF-Indonesia, dalam kesempatan selanjutnya meminta komitmen seluruh penggiatn dan pendukung Kampanye Eaerth Hour untuk terus melakukan dan menyebarkan gaya hidup yang hemat energi. Di antaranya, mematikan alat-alat elektronik jika tidak diperlukan, menggunakan transportasi umum, menghemat tisu dan kertas, serta mendaur ulang sampah, terutama mengurangi penggunaan plastik. Dari empat perilaku tersebut diharapkan terjadi pengurangan emisi pemicu pemanasan global.
Kampanye Earth Hour yang dikenal sebagai gerakan penghematan energi dengan mematikan lampu secara serentak ini berkembang menjadi aksi-aksi yang lebih luas. Para pendukung Earth Hour membentuk komunitas-komunitas di tiap kota, dan mengkreasikan aksi dan kampanye sendiri yang responsif dengan kebutuhan di daerahnya. WWF-Indonesia yang menjadi pemrakarsa kampanye pun tak henti memberi dukungan dan mengembangkan aksi-aksi sebagai tindak lanjut gerakan.
Salah satu program yang baru diinisiasi sebagai respons dari Kampanye Earth Hour adalah program “MyBabyMangrove”. Dalam kesempatan hari itu Fresh Water, Forest and Terrestrial Species Program Director WWF-Indonesia, Anwar Purwoto, menjelaskan latar belakang dari program donasi penanaman pohon mangrove yang pada tahap awal akan dilaksanakan di kawasan Muara Gembong, Bekasi.
Anwar menyatakan bahwa hutan mangrove di Indonesia pada 2002 pernah berjumlah 8,5 juta hektare, merupakan tutupan terbesar di dunia. Dalam kurun 10 tahun luasnya kini konon berkurang sekitar 5jt ha. “Padahal kalau kita kehilangan 1 hektare hutan mangrove, emisinya setara dengan kehilangan 3-5 hektare hutan di darat,” ungkapnya. Lebih dari itu, hutan mangrove dapat menahan intrusi air laut ke darat, menyediakan sumber air bersih, serta menjadi habitat sejumlah binatang, seperti udang, kepiting, ikan, dan bahkan burung. “Penanaman mangrove di Muara Gembong menjadi awal penanaman kembali area pesisir Jawa.” Donasi individu terhadap program ini sudah dapat dilakukan secara online dengan mengakses situs www.mybabytree.org dan menghubungi contact center yang ada.
Di lain kesempatan, Verena mengatakan bahwa Kampanye Earth Hour kian berkembang dan diarahkan untuk menyebarkan perilaku yang pro terhadap gaya hidup ramah lingkungan. Ketika salah satu media yang hadir menanyakan capaian terbesar dari Kampanye Earth Hour, Nyoman menjawab bahwa tidak semata kuantitas penurunan beban listrik yang menjadi indikator keberhasilan kampanye. Akan tetapi, pencapaian yang paling besar adalah keikutsertaan kota yang kian bertumbuh; dari 1 kota di pelaksanaan Kampanye Earth Hour 2009, sampai menjadi 30 lebih kota di awal Kampanye Earth Hour 2013. Lebih dari itu, berkembangnya gaya hidup ramah lingkungan dan efek penularannya oleh para pendukung Earth Hour. “Dampak itulah yang menjadi prestasi terbesar Kampanye Earth Hour,” ujar Nyoman, yang diamini oleh Verena.
Acara sore itu ditutup dengan refleksi dan testimoni dari para penggiat Kampanye EH di Jabodetabek serta penayangan film-film tentang aksi Kampanye Earth Hour. Aji Galih, Koordinator Aksi Earth Hour, secara gamblang menyatakan bahwa Kampanye Earth Hour merupakan gerakan terbesar di Indonesia karena secara fakta mampu mengajak 1 juta partisipan untuk ikut mematikan listrik di 23 Maret. Selain itu, Kampanye EH berdampak pada perubahan sikap, perilaku, serta pola pikir bagi orang-orang dan komunitas yang tergabung di dalam Komunitas Earth Hour.
“Dalam Kampanye Earth Hour 2013 sudah tercatat 500 komunitas dan 30+1 kota yang berkomitmen untuk ikut. Setiap hari akan ada aksi dari kampanye, mulai dari Aceh hingga Makassar, selama 30 hari sebelum 23 Maret,” jelas Aji. Masih ada pula aksi-aksi lokal, seperti inisiasi car-free-day di Yogyakarta, penyelamatan Babakan Siliwangi di Bandung, efisiensi energi di Bali, dan lain-lain.
Sementara itu, Goenawan Suparman, Koordinator Earth Hour Tangerang, memberi testimoni tentang bagaimana pada awalnya tim Earth Hour Tangerang mengalami banyak tantangan menjalankan kampanye. Namun dalam perjalanannya, Komunitas Earth Hour Tangerang malah mencapai kesuksesan tersendiri dan bahkan kini menjadi mitra pemerintah daerah dalam beberapa program berbasis penghematan energi.