DUA PEMBANGKIT BARU BOROS GUNAKAN BATU BARA
Manajemen PLN dinilai tak profesional.
JAKARTA - Manajemen PT PLN (Persero) mengakui penggunaan batu bara untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Labuan di Banten dan PLTU Labuhan Angin di Sumatera Utara tak sesuai dengan spesifikasi. Akibatnya, kedua pembangkit yang baru diresmikan pada akhir Januari lalu itu tak sesuai dengan daya kemampuannya.
Buruknya kualitas pasokan batu bara untuk pembangkit karena lemahnya pengawasan manajemen PLN. Kalangan pemasok batu bara memaksa pembangkit untuk menerima batu bara yang dikapalkan.Direktur Utama PLN Dahlan Iskan mengatakan pemasok mengancam mengurangi pasokan batu bara jika spesifikasi batu bara diperketat. Hal itu terjadi ketika PLN mulai memperketat spesifikasi batu bara di Pembangkit Labuan, Banten.
Menurut Dahlan, ketika itu pemasok langsung mengancam direksi PLN dan beberapa menteri bahwa pasokan di pembangkit tenaga uap itu tinggal tiga hari. ""Setelah kami cek, masih ada cadangan batu bara hingga dua minggu,"" katanya.Akibat insiden itu, direksi PLN akhirnya menyampaikan kepada para pemasok, jika tidak mengirimkan batu bara, Labuan akan berhenti beroperasi. Pasokan untuk Jawa Barat akan dialihkan ke pembangkit lainnya.
Hal yang sama terjadi di Labuhan Angin. ""Seharusnya pembangkit itu bisa memasok 115 megawatt,"" kata Dahlan. ""Namun, karena spesifikasi batu bara tidak sesuai, pasokan listriknya hanya 30 megawatt.""Dia mengungkapkan masalah ini bukan hanya kesalahan pemasok, tapi juga sikap PLN yang tidak tegas. Selain itu, PLN tidak memiliki sistem pengawasan kualitas, seperti laboratorium pengecekan kualitas batu bara, di pembangkitnya.PLTU Labuan dan Labuhan Angin merupakan pembangkit baru yang diresmikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada akhir Januari lalu. Pembangkit Labuan memiliki kapasitas 300 megawatt, sedangkan Pembangkit Labuhan Angin memiliki kapasitas 2 x 115 megawatt.Sumber Tempo di pemerintahan mengungkapkan manajemen PLN melakukan pembiaran atas penggunaan batu bara yang tak sesuai dengan spesifikasi untuk pembangkit listrik tenaga uap. Kondisi ini terjadi sejak 10 tahun lalu.
Dia mengatakan selama ini pengelolaan pembangkit PLN tak profesional. ""Banyak pembangkit yang menggunakan bahan bakarnya tidak sesuai kebutuhan energi primernya,"" ujarnya kemarin. Bahkan pembangunan pembangkit baru tak diimbangi dengan proyeksi kebutuhan batu bara jangka panjang. ""Semuanya dibuat untuk jangka pendek.""Menurut dia, penggunaan batu bara harus disesuaikan dengan desain pembangkit.""Mi-salnya PLTU Suralaya dibangun dengan desain menggunakan batu bara dari Bukit Asam,"" katanya. Jika menggunakan batu bara berbeda, akan menyebabkan kerusakan dan berkurangnya kemampuan pembangkit.
Penggunaan pembangkit Cina oleh PLN dinilai tak memenuhi standar teknologi yang efisien dan ramah lingkungan. ""Pembangkit Cina tak efisien dan mutunya rendah. Contohnya PLTU Cilacap,"" katanya sumber itu. Sampai saat ini kemampuan Pembangkit Cilacap di bawah 60 persen.Sampai akhir 2007, pemerintah Cina mengganti sebanyak 553 PLTU yang tak memenuhi syarat efisiensi dan ramah lingkungan dengan pembangkit baru. Direktur Perubahan Iklim Cina Dr Li Gao pada pertemuan perubahan iklim di Korea dua tahun lalu menyatakan penggantian pembangkit uap itu setara dengan 14 ribu megawatt. Sumber itu khawatir pembangkit bekas tersebut dijual ke beberapa negara, termasuk Indonesia.(Ali Nur Yasin/Sorta Tobing)