DISKUSI TENTANG LINGKUNGAN HIDUP DI BUMI PANDA
Oleh: Sani Firmansyah dan Natalia Trita Agnika
Bumi Panda, rumah informasi lingkungan hidup yang dikelola oleh WWF-Indonesia kembali digunakan sebagai tempat untuk melakukan diskusi tentang lingkungan hidup. Diskusi tersebut dilakukan oleh 65 mahasiswa dari berbagai kampus yang berada di Kota Bandung pada 21 Desember 2015 silam. Mereka berdiskusi untuk mengetahui kondisi lingkungan di Indonesia serta untuk mengenal WWF-Indonesia dan program yang sudah dan sedang dilakukan dalam upaya konservasi dan perlindungan lingkungan hidup.
Sebelum melakukan diskusi, mereka berkeliling Bumi Panda. Tim voluntir dari Bumi Panda mengenalkan ruangan-ruangan yang ada di rumah edukasi tersebut. Salah satunya adalah Species Room, yaitu ruangan yang berisi informasi serta fakta mengenai satwa kunci yang dilindungi WWF-Indonesia. Terlihat seluruh peserta menyimak semua informasi yang diberikan. Pada kesempatan itu, mereka juga mendapatkan penjelasan tentang dampak lingkungan yang akan terjadi bila salah satu satwa kunci tersebut punah. Kehidupan manusia juga akan terpengaruh bila harimau punah. “Setiap hewan memiliki fungsi ekologi masing-masing. Bila Harimau Sumatera sebagai puncak rantai makanan punah, dipastikan rantai makanan akan berantakan karena hewan herbivora jumlahnya akan melonjak drastis,” terang Siti, voluntir Bumi Panda. Tur Bumi Panda dilanjutkan hingga ke Experience Room. Ruangan ini menjelaskan tentang linimasa perjalanan WWF-Indonesia sejak tahun 1962 hingga berbagai capaiannya di tahun 2014.
Setelah tur Bumi Panda selesai, kegiatan dilanjutkan dengan sesi diskusi untuk sama-sama mengetahui dan menyamakan persepsi tentang kondisi lingkungan hidup yang ada di Indonesia ini. “Bagaimana kami sebagai mahasiswa bisa membantu menjaga lingkungan yang ada di hutan?” tanya Dina, mahasiswa Unikom Bandung. Sani Firmansyah dari Bumi Panda menjelaskan tentang berbagai upaya yang bisa dilakukan untuk menjaga lingkungan yang ada di hutan. Salah satunya melalui gaya hidup ramah lingkungan dengan mengurangi penggunaan kertas dan tisu. “Selama ini kita kurang menyadari bahwa bila kita tidak bijak dalam memilih dan menggunakan kertas dan plastik, hewan-hewan yang ada di hutan akan kehilangan pohon sebagai rumahnya,” terang Sani.
Diskusi berlanjut dengan penjelasan mengenai produk yang berbahan dasar minyak kelapa sawit yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Minyak kelapa sawit tak hanya terdapat dalam minyak goreng tetapi juga terkandung dalam kosmetik, sabun, sampo, dan pasta gigi yang berbahan dasar minyak sawit. Semakin banyaknya permintaan terhadap minyak sawit maka makin banyak pula hutan yang diubahfungsikan menjadi perkebunan kelapa sawit. “Karena itulah kita juga harus bijak dalam mengkonsumsi produk yang berbahan dasar minyak sawit,” tambah Sani. Gaya hidup ramah lingkungan lainnya adalah meminimalisir penggunaan kantong plastik, membawa tas belanja sendiri, dan bijak menggunakan energi listrik.
Sesi diskusi tersebut juga mengenalkan salah satu kampanye WWF-Indonesia, yaitu #BeliYangBaik. Kampanye ini bertujuan mengajak publik untuk dapat mengetahui dan memulai menggunakan produk-produk yang sudah berlabel sertifikasi ramah lingkungan, misalnya RSPO, FSC, MSC, dan ASC. Melalui diskusi ini diharapkan para mahasiswa dapat memulai gaya hidup ramah lingkungan lalu dapat menularkan hal tersebut ke masyarakat luas.