DELAPAN PRODUK ORGANIK KAWASAN KONSERVASI “GO PUBLIC”
Oleh: Masayu Yulien Vinanda
Jakarta (29/07)-Menandai peluncuran kampanye Green and Fair Products, WWF-Indonesia memperkenalkan delapan produk organik hasil masyarakat sekitar kawasan konservasi, Kamis (29/07), di Balai Sarwono, Jakarta Selatan. Kedelapan Green and Fair Products tersebut selain ramah lingkungan dan alami juga memperjuangkan nilai-nilai keadilan bagi masyarakat produsen.
Produk tersebut adalah kopi robusta “Kuyungarang” dari TN Bukit Barisan Selatan di Lampung, madu hutan dari TN Tesso Nilo, Riau, minyak kayu putih “Walabi” dari TN Wasur di Merauke, beras Adan “Tana Tam” dari dataran tinggi Borneo, madu hutan “Gunung Mutis” (NTT), kerajinan patung badak dari sekitar TN Ujung Kulon, produk olahan Aloe vera dari TN Sebangau, dan kerajinan “Manik Banuaka” dari TN Betung Kerihun di Kalimantan Barat.
Sesuai dengan tagline kampanye Green and Fair Products yaitu “pilihan bijak untuk alam dan manusia,” maka melalui kegiatan tersebut WWF mengajak masyarakat perkotaan untuk mulai memilih produk-produk yang ramah lingkungan, alami, dan memiliki nilai keadilan (dipasarkan secara adil dengan penentuan harga yang transparan dan memberikan manfaat lebih kelompok masyarakat produsen).
“Kampanye ini ingin memberikan pengetahuan ke publik bahwa ada sejumlah produk hasil petani dan pengrajin lokal di sekitar kawasan konservasi, dimana semuanya diproduksi dengan mengedepankan prinsip-prinsip lestari yang tidak merusak lingkungan, keadilan, ada sharing benefit yang adil, dan menggunakan bahan-bahan yang asli dari alam,” jelas Direktur Kebijakan dan Pemberdayaan WWF Indonesia Nazir Foead.
Produk-produk tersebut sebenarnya adalah hasil pengolahan potensi alam yang sudah dilakukan secara turun temurun. Namun sebelum adanya inisiatif Green and Fair Products, masyarakat hanya memproduksi untuk kebutuhan mereka saja.
“Tentunya kita melihat potensi yang ada. Produk apa yang jadi unggulan dan unik. Lalu WWF berupaya untuk meningkatkan keahlian masyarakat lokal melalui pelatihan-pelatihan, kami juga bantu dalam mendesain agar bisa lebih diterima pasar, lalu kami juga melakukan quality control, agar poses produksinya sesuai dengan kaidah green and fair yang sudah disepakati bersama. WWF juga membantu untuk mengkontak pasar, menghubungkan langsung produsen dengan pasar, dan memastikan harga yang didapat produsen adalah harga yang memang pantas,” tambah Nazir.
Sementara Ketua Koperasi Tana Tam Darius Khamis yang memproduksi beras adan ""Tana Tam"" dari Dataran Tinggi Borneo mengemukakan, kelompok masyarakat produsen beras adan di daerahnya sudah melakasanakan pola pertanian organik secara turun-temurun sejak nenek moyang sampai sekarang yang bebas dari bahan kimia.
“Beras adan ini dikelola secara alami. Mulai dari proses pembukaan lahannya, kemudian pengolahan lahan, seleksi bibit, semai bibit lalu proses penanamannya, perlakuan pasca panen, penyimpanan di lumbung, proses penggilingan sampai dengan pengepakan siap jual kita lakukan dengan cara alami, tidak menggunakan bahan-bahan kimia atau pestisida kimia. Keunggulan lainnya beras ini punya protein yang lebih tinggi dan kandungan lemak yang rendah serta unuk beras merahnya kandungan vitamin B2nya juga sangat tinggi,” jelas Darius.
Sebagai bagian dari upaya pengenalan identitas produk dan produsennya, WWF juga membantu memfasilitasi proses perolehan pengakuan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) sejak tahun 2007. Dan pada awal 2010, beras adan ""Tana Tam"" ini sudah mendapatkan pengakuan dari Dirjen HAKI dengan merk dagang beras ""Adan Tana Tam.""
Sementara produk lainnya yaitu madu hutan dari TN Tesso Nilo juga diproduksi secara berkelanjutan dan bernilai keadilan. Masyarakat sekitar TN Tesso Nilo memiliki kearifan lokal dalam melindungi pohon sialang ( pohon tempat lebah bersarang) sesuai dengan hukum adat.
“Memang sebenarnya sudah sejak dahulu, ada hukum adat yang melindungi pohon sialang itu. Dan sekarang peraturan tersebut sudah diadopsi oleh pemerintah desa melalui Perdes dan sudah dibuat juga menjadi peraturan Bupati,” jelas Ical Ketua Asosiasi Petani Madu Hutan Tesso Nilo.
Selain pameran delapan produk, peluncuran kampanye Green and Fair Products juga dimeriahkan dengan talkshow “Ubah Gaya Konsumsi Kita,” yang menghadirkan Ketua Aliansi Perempuan untuk Pembangunan Berkelanjutan (APPB), Dewi Motik Pramono, aktivis Aliansi Organis Indonesia (AOI), Bibong Wdyarti, serta Direktur Marketing dan Komunikasi WWF-Indonesia, Devy Suradji.
Untuk sementara, delapan produk unggulan Green and Fair hanya bisa diperoleh dengan menghubungi langsung kelompok masyarakat produsen atau bisa melalui beragam kegiatan kampanye Green and Fair Products yang akan dilakukan sepanjang tahun 2010 ini.