CIKAL BAKAL PENGELOLAAN KOLABORATIF TELUK CENDERAWASIH
Oleh: Aulia Rahman
Lokakarya penyusunan strategi komunikasi di dua kabupaten dalam lingkup pengelolaan Taman Nasional Teluk Cenderawasih (TNTC) yang membentang di dua provinsi, yaitu Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat berhasil membidani lahirnya kelompok-kelompok yang menjadi motor di Kabupaten Nabire dan Kabupaten Teluk Wondama. Kesepakatan tersebut muncul dari masing-masing daerah melalui proses identifikasi aktor, peleburan ide, dan komunikasi yang efektif antar pihak peserta lokakarya tersebut.
Pengelolaan taman nasional seluas 1.45 juta hektare memerlukan kolaborasi dan koordinasi intensif di tingkat pemegang kebijakan. Pengelolaan kolaboratif dari tim yang terbentuk diharapkan mampu menjadi perwakilan pemerintah daerah untuk berdampingan dengan pihak balai pengelola taman nasional tersebut.
Potensi pariwisata menjadi sektor yang terdepan dalam perencanaan, tidak hanya dari Kabupaten Nabire, namun juga di Kabupaten Teluk Wondama. Masing-masing pihak menyuarakan pengelolaan yang berkelanjutan secara non-subsistence. Potensi pariwisata air yang ditawarkan meliputi sekitar 460 jenis terumbu karang, serta 1.118 jenis ikan yang tersebar dari sekitar muara, sekitar terumbu karang, serta ikan pelagis.
Ikan terbesar di dunia, Hiu Paus (Rhincodon typus) atau Gurano Bintang dalam bahasa lokal, menjadi daya tarik utama yang rencananya akan dikembangkan. Tidak seperti di lokasi lain di dunia, si raksasa lembut ini berada di kawasan Teluk Cenderawasih hampir di sepanjang tahun. Sepanjang 2011 WWF-Indonesia bersama mitra dari Hubbs Seaworld Research World Insititute, Universitas Negeri Papua, Conservation International, serta pihak Balai TNTC, telah memasang 6 jenis penanda satelit dan radio untuk membantu mengawasi pergerakan raksasa pemakan ikan puri (ikan teri) tersebut.
Potensi budaya setempat tidak luput menjadi perhatian dalam pembahasan yang juga dihadiri oleh elemen agama dan elemen adat. Setidaknya ada 6 suku yang mendiami kawasan taman nasional tersebut, mereka adalah Suku Wandamen, Suku Wamesa, Suku Roswar, Suku Roon, Suku Yaur, dan Suku Umari. Potensi budaya meliputi tari-tarian, wisata kuliner, serta wisata religi.
Tindak lanjut dari pembentukan tim-tim inti di masing-masing kabupaten tersebut adalah pembentukan rencana kerja bersama yang melibatkan masing-masing instansi, membagi beban kerja, merencanakan anggaran dari masing-masing instansi jika diperlukan, serta memastikan keterlibatan elemen agama dan elemen adat, atau seringkali disebut dengan istilah “Tiga Tungku”. Tiga tungku merupakan kolaborasi penting yang dipercaya oleh masyarakat Papua sebagai tiga pilar penting dalam kehidupan mereka.
Lokakarya di Kabupaten Nabire yang berlangsung dari 25-27 Februari 2013 serta di Kabupaten Teluk Wondama dari 4-6 Maret 2013 merupakan hasil kerja sama pemda masing-masing daerah, Balai TNTC, Bappeda masing-masing kabupaten, Lembaga Masyarakat Ada, serta Klasis (gereja).
Informasi lebih lanjut mengenai lokakarya ini, silakan menghubungi:
Beny A Noor, Pimpinan Program Teluk Cenderawasih WWF-Indonesia,
Email: bnoor@wwf.or.id