CATATAN #XPDCMBD: DESA WASARILI
Penulis: Nara Wisesa (WWF-Indonesia)
Tim berangkat dari kapal sekitar pukul 08.00 WIT ke Pulau Wetang, dengan tujuan utama Desa Rumah Lewang Besar. Akan tetapi, sama seperti pulau-pulau yang telah dikunjungi sebelumnya, kawasan ‘meti’ di depan desa tersebut sangat sulit untuk diakses dengan batuan karang yang terhitung besar dan padat. Setelah beberapa waktu berputar-putar, dengan berat hati akhirnya tim memutuskan untuk membatalkan kunjungan ke Desa Rumah Lewang dan bergerak ke selatan mencari pemukiman yang lebih mudah untuk diakses. Untungnya sekitar dua kilometer ke arah selatan, tim menemukan pantai yang ada beberapa perahu nelayan dengan kawasan ‘meti’ terlihat lebih mudah dilewati. Tim pun lalu memutuskan untuk turun ke desa tersebut.
Ternyata walaupun ada kanal yang masuk menuju ke arah desa, kondisi air yang sangat surut tetap menyulitkan kapal cepat yang ditumpangi oleh Tim Darat untuk merapat. Tim pun harus turun dan berjalan melalui dangkalan hingga sampai ke pantai. Dangkalan di sekitar desa didominasi oleh Acropora branching yang masih kecil dan baru tumbuh. Namun di beberapa titik terlihat kerusakan akibat perahu atau aktivitas manusia. Tim disambut Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan diantarkan menuju rumah Kepala Desa (Kades) Desa Wasarili.
Ternyata Desa Wasarili terbagi menjadi dua pemukiman, yaitu desa atas yang terletak lebih jauh ke dalam hutan dengan tempat bermukim masyarakat yang fokus berkebun, serta desa bawah yang terletak lebih dekat pesisir dengan banyak warganya yang menangkap ikan. Sumber penghasilan dan komoditas utama desa ini bukanlah berkebun ataupun melaut, melainkan produksi sopi kelapa, minuman tradisional beralkohol yang biasa dikonsumsi oleh penduduk setempat saat ada acara adat.
Nelayan di desa bawah menangkap ikan untuk kebutuhan sehari-hari. Tetapi ketika musim ikan banyak, ikan yang ditangkap sering juga dijual ke desa-desa sebelah. Budidaya rumput laut di desa ini juga kurang berhasil karena rumput laut yang dibudidayakan sering dimakan oleh ikan. Hanya budidaya milik Sekretaris Desa (Sekdes) Wasarili yang berada di arah selatan desa, cukup berhasil.
Sasi yang diterapkan di desa ini hanya untuk komoditas lola dan batulaga, dengan wilayah ‘meti’ yang terkena sasi juga dibagi berdasarkan lima ‘soa’ atau kumpulan marga yang terdapat di desa tersebut. Dua tahun yang lalu, banyak ditemui pendatang dari luar Maluku mencuri komoditas lola dan batulaga, serta membom karang untuk mengambil ikan. Namun sejak insiden di Mdona Hyera mengenai penenggelaman kapal dan ditembak mati tiga orang dari luar kawasan yang mencuri sumber daya laut sasi dan membom karang, saat ini sudah tidak ada lagi orang baik dari dalam maupun luar kawasan Maluku Barat Daya yang berani mencuri ikan atau membom karang di perairan Pulau Wetang.
Listrik di desa ini masih bermasalah karena Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) yang dibangun sudah mulai rusak. Dari dua kapal motor yang ada di desa, hanya satu unit saja yang masih berfungsi. Untungnya, air di desa ini tidak bermasalah, karena ada enam sumur yang debit airnya banyak. Malah empat di antaranya adalah sumur air tawar, dengan dua lagi adalah sumur air payau. Selama berada di desa ini, Tim Darat juga banyak babi peliharaan yang berkeliaran bebas di dalam desa dan pesisir pantai.
Akses dari desa ini ke desa-desa tetangganya dapat dicapai dengan menggunakan ojek motor. Bahkan bisa juga mencapai desa tetangga di sisi timur pulau melalui jalan darat dengan melintasi bukit. Pada musim barat, masyarakat akan beralih mencari ikan di sisi timur pulau yang lebih terlindungi dari gelombang.